Penghujung Malam

Penghujung Malam

katatiwi

0

Bagian Satu

---


"Kamu kemana sama Keira kemarin, Ra?


Clara menoleh. Ia berhenti mengunyah untuk sesaat. Menatap atasannya yang sedang menatapnya penuh minat.

Clara buru-buru menelan mie instan yang ada dimulutnya sebelum meraih gelas dihadapannya dan menegak habis setelahnya.

"Maksud Mas Wira, minggu lalu?"


Wira mengangguk. Ia ikut duduk dihadapan Clara. Menatap gadis itu.

"Ohh gak kemana-mana, cuman makan es krim doang. Terus pulang,

Wira memiringkan kepalanya. Merasa tak puas dengan jawaban gadis itu.

"Gak ngobrol apapun?"

Clara menggeleng pelan. Kembali sibuk dengan mangkok dihadapannya.

"Kenapa emangnya?"

Wira menggeleng. Lantas segera berlalu dari sana. Clara yang melihat atasannya itu hanya mengernyitkan kening pertanda heran.

"Aneh,"

"Siapa yang aneh, Ra?"

Gumamannya ternyata didengar orang lain. Ada Dani yang berdiri sedang menyeduh kopi di pantry kecil itu.

"Mas Wira, Mas. Masa dia nanya saya kemana minggu lalu. Emang dia segitunya sama semua bawahannya ya?"

Dani mengangkat bahu acuh. "Tapi bukannya minggu lalu, kamu nemenin dia kondangan?"

Clara merengut setelahnya mengingat kejadian itu. Pasalnya Wira bercerita bahwa salah satu sahabatnya akan menikah, tapi ia sendiri bahkan belum punya gandengan. Kiki, salah satu rekan kerjanya, bercelutuk bahwa Clara bahkan belum pernah ke kondangan selama di Jakarta. Rina, salah satu staff HC juga mengompori setelah itu. Tanpa pikir panjang, Wira malah mengajaknya.

Kampret emang.

"Lagian Mas Dani sih, coba aja nyuruh saya lembur hari itu. Pasti saya gak akan ikut Mas Wira kondangan,"

Dani tertawa pelan. "Meski kamu bawahan saya, tapi Mas Wira itu atasan saya, Clara,"

Clara meringis setelahnya. Benar juga. Siapa yang berani lawan atasan sendiri.

"Btw kamu mau lembur lagi malem ini?"

Clara mengangguk. Menyudahi makan malamnya yang hanya diisi dengan Mie Instan dari pantry kantor itu.

"Saya gak paham kenapa Sanjaya EPC yang sangat terkenal baik dan mensejahterakan karyawannya ini nyiksa saya terus, tapi gak mau nambah karyawan baru?"

Dani kembali tertawa. "Bukan saya gak mau, Ra. Tapi Mas Wira agak Picky soal nerima karyawan baru, takut kaget sama dunia konstruksi. Kecuali memang ada yang sudah berpengalaman,"

Clara hanya mendengus. "Ada Resti, Yola sama Aji juga kan. Kamu dibantu mereka kan?"

Clara mengangguk pelan. "Dibantu kok kalo mereka juga enggak kelabakan,"

Dani mengangguk setelahnya. Permisi untuk pulang terlebih dahulu. Karna besok dia harus ikut Wira untuk rapat dengan para manajemen yang lain.

---

Clara bekerja di Sanjaya EPC, salah satu kontraktor ternama di Indonesia. Yang seringkali bekerja sama dengan Kontraktor besar lainnya seperti BUMN karya. Biasanya Sanjaya ditunjuk sebagai sub-kontraktor besar itu untuk menangani beberapa project di Indonesia. Entah Jalan Tol, Pembangunan Gedung-gedung pencakar langit, atau bendungan dan yang lainnya.

Sekarang yang menjadi sorotan adalah project salah satu yang sedang digadang-gadang akan mengurangi kemacetan jakarta. Sebenarnya secara teknis Clara tak terlalu mengerti, tapi untuk urusan keuangan dan pembiayaannya juga lumayan ribet dan berbelit.

Ia melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kantornya berada di daerah cawang, dan ia juga memilih kos didaerah sana. Selain tidak terlalu jauh, kosnya juga sangat aman dan dua puluh empat jam. Jadi ia tak perlu risau pulang malam--mengingat statusnya yang menjadi budak korporat.

Dani, atasannya langsung, memang tidak terlalu menekan bawahannya. Sebagai koordinator keuangan dan pajak, Dani sangat mengayomi sebenarnya. Tidak tipe atasan yang otoriter dan justru cenderung cuek, tapi kadang sangat menyebalkan. Membuat Clara harus memutuskan segala sesuatunya sendiri.

Selain Clara, ada Resti dibagian keuangan, Aji di bagian akuntansi, Alwi sebagai Kasir dan dirinya sendiri memegang pajak dan pembayaran. Ada Adit juga bagian umum dan arsip, lalu ada Kiki koordinator HC dengan satu orang bawahan bernama budi. Di Pajak sendiri sebenarnya ada Pandu yang membantu Keira. Tapi karena Pandu baru bergabung tiga atau empat bulan yang lalu, Clara harus memastikan lagi output rekannya itu. Bukan tidak percaya, hanya untuk meminimalisir kesalahan saja.

Diatas Dani dan Kiki lah, Wira berada. Menjabat sebagai Manajer Keuangan dan Human Capital.

Clara meregangkan tubuhnya. Sepertinya data untuk rapat besok sudah cukup. Wira dan Dani biasanya tidak terlalu memusingkan laporan seperti ini. Biasanya mereka sangat luwes dan sangat terampil.

Clara segera merapikan meja dan bersiap untuk pulang. Lantai tempatnya berada sudah mulai menggelap. Kasian juga OB yang terpaksa ikut lembur hanya untuk dirinya sendiri.

Handphone berbunyi ketika gadis itu tengah menunggu lift yang membawanya turun. Alisnya menyatu ketika nama yang tertera adalah Wirajaya MKHC. Nama yang tak pernah muncul pada layar handphonenya kecuali pada jam-jam kantor.

"Mon maap, ini udah mau jam sebelas. Itu orang enggak nyuruh gue lembur sampe pagi kan ya?"

"Ya, hallo Mas Wira?"

"Clara, kamu dimana?"

Clara menjauhkan ponselnya sesaat untuk melihat siapa yang sebenarnya yang menelfon. Kenapa suara Wira jadi berubah begitu lembut.

"Hallo?"

"Oh iya, Hallo. Aku Clara. Ada apa ya mbak?"

"Kamu lagi sibuk gak? Kalo enggak aku boleh minta tolong kesini untuk jemput Lex?"

"Lex?"

"Lexander Wirajaya. Kamu kenal? Aku cuman nelfon dari kontak terakhir yang dia hubungi, aku pikir--"

Clara buru-buru mengiyakan. "Oh iya, Mbak. Mas Wira atasan saya, kalo boleh tahu beliau kenapa ya mbak sampai harus saya jemput?"

"Aku chat ya! Nanti kamu langsung kesini aja,"

---

Keira tak menyangka bahwa alamat yang tadi di-share oleh perempuan yang ia temui tempo hari ternyata adalah sebuah bar. Ia meringis menatap perempuan cantik yang sangat anggun juga meringis menatapnya.

"Kamu yang kemaren dateng ke nikahan aku bareng Lex, ya?"

Clara mengangguk. Masih tak mengerti keadaan saat ini.

"Sorry, mbak. Aku masih gak paham. Ini Mas Wira kenapa ya?"

Gadis itu kembali meringis. Terlihat memilih kata yang tepat untuk menjelaskan situasi sebenarnya.

"Aku gak terlalu paham apa yang terjadi sebenarnya. Tapi kayaknya mereka lagi ribut atau apalah itu, Bara udah pulang hampir sejam yang lalu. Dijemput sama Jun. Aku juga ditelfon Jun buat jemput Adrian. Tapi kita gak tahu harus telfon siapa untuk jemput Lex, aku inisiatif jemput orang terakhir yang dia hubungi siapa. Taunya kamu,"

Clara menggaruk pipinya. Wira memang menghubunginya sekitar pukul setengah sembilan. Mengingatkam laporan yang harus ia siapkan untuk besok.

"Tapi aku juga gak tahu harus bawa beliau kemana,"

Clara terlihat sangat tertekan. Anissa yang melihatnya jadi merasa bersalah.

"Kamu gak tahu apartemennya dia?"

Clara menggeleng.

"Apartemen kamu?"

Clara menggeleng. "Aku kos didaerah Cawang."

Anissa terlihat berpikir sebentar. "Dua puluh empat jam gak? Ada parkiran mobil?"

Clara menggangguk pelan, lalu tersadar. "Mbak gak nyuruh aku bawa Mas Wira kekosan ku kan?"

Anissa meringis. "Aku juga gak mungkin bawa Lex pulang, apalagi Adrian juga mabok,"

Clara tahu ia akan menyesali ini besok pagi. Tapi ia juga tidak setega itu meninggalkan atasan dari atasannya ini disini.

Ia melambaikan tangan pada Anissa yang memapah Adrian sekuat tenaga. Bagaimana mungkin gadis yang terlihat sangat cantik, anggun dan luar biasa baik dapat laki-laki seperti Adrian dalam hidupnya.

Jodoh memang tidak bisa ditebak.

---

Much love,


---aku