11 Tahun yang lalu
Merasa berada di tempat yang tepat, seorang gadis manis dengan rambut gelombang kuncir dan mata almond itu kemudian menundukkan badannya dan duduk pada lantai marmer di lorong depan kelas lantai dua. Untuk membopong badannya dengan menjadikan bangku panjang itu sebagai tempat menaruh laptop notebook miliknya.
Setelah dia duduk di lantai dan meraih tas ransel warna peach, merogoh dan mengambil laptop dari dalamnya. Segera menaruhnya di bangku yang menjadi tempat favoritnya dengan tergesa-gesa. Tombol “on” sudah dia pencet sehingga layar pun berubah warna menampilkan tampilan OS laptop itu. Dan gadis itu dengan seksama membuka langsung file doc ms.word nya untuk segera melanjutkan satu kegiatan yang disukanya. Menulis novel remaja.
Perkenalkan gadis manis yang memakai baju putih-biru itu bernama Clarine. Nama panjangnya Clarine Yamanika. Dia adalah seorang gadis kelas VIII di sebuah SMP Negeri populer di kota tempat tinggalnya.
Hari ini adalah hari bebas bagi dia untuk mengeksplor seluruh pemikirannya dan menuangkan ke dalam barisan kalimat yang menjadi beberapa paragraf. Apalagi kalau bukan menjadikannya sebagai novel yang sekarang ini sudah berjalan di pertengahan chapter.
Memang Clarine punya hobby yang menenangkan hatinya. Karena baginya menuangkan cerita dan unek-uneknya adalah hal yang patut diluangkan dalam kegiatan sehari-harinya apalagi di hari Kamis ini, saat sekolahnya sedang mengadakan ekstrakulikuler jurnalistik.
Jemarinya nan lentik dan sorot mata yang fokus ke depan layar membuatnya menyelesaikan tulisan novelnya. Novel yang dia tulis itu kebanyakan mendapat inspirasi dari ruang lingkup kehidupan remajanya. Berjudul “Me and My Parody”.
Sebuah cerita yang bercerita akan rahasia Clarine selama ini kepada teman-temannya. Clarine menulis itu semua karena dia tidak bisa menjadi pribadi yang utuh di hadapan temannya. Dan novel yang ditulisnya ini menumpahkan bagaimana imajinasi Clarine saat dia bisa benar-benar terbuka dan menjadi pribadi dia seutuhnya ke teman-temannya.
Setelah setengah jam dia sudah puas menulis, Clarine teringat jika dia masih harus bersiap menuju ke ruangan kelas IX di mana di sana adalah tempat diadakannya ekstrakulikuler jurnalistik. Karena merasa sudah menyelesaikan setidaknya satu chapter, dia pun mematikan laptop notebooknya dan memasukkannya ke dalam tas ransel berwarna peach miliknya.
Tak merasakan kehadiran ketiga teman lainnya yang sedang berada di dekat tempat Clarine berada, membuat Clarine akhirnya terkejut saat dia menolehkan kepalanya ke arah Kanan. Sudah ada tiga temannya yang tergabung juga ke dalam ekstrakulikuler jurnalistik. Mereka bertiga adalah Alvin, Hilda dan Aulia. Mereka bertiga dekat dan diperkenalkan saat berada di satu kelas semasa kelas VIII ini.
Setidaknya Clarine merasa cocok berteman dengan mereka semua yang memang paling mengerti Clarine. Tidak hanya teman seru-seru saja, mereka juga teman Clarine saat dia sedang bersedih juga. Paket lengkap istilahnya.
“Heii,, Kok cepet banget kalian makan di kaber-nya? Aku baru aja nutup laptopku,” sapa Clarine ke ketiga temannya itu.
“Nggak selama itu kalik kita jajan lama-lamaan, ntar kantong bolong di tengah bulan, Clar,” balas Aulia. Dia yang pertamanya menjawab. Diikuti teman-teman yang lainnya saat Clarine sedang beranjak berdiri dengan Hilda dan Alvin yang duduk di bangku sambil memberikan Clarine seplastik kantong donat kampung.
“Nih, kita baik nih beliin kamu donat gula kesukaan kamu. Makan ya, Clar. Kebiasaan kamu kalau setiap jam pulang hari Kamis nggak makan siang dulu. Lanjut aja sama tulisan kamu. Jadinya kan lemes kalau nggak makan siang.” Hilda berkata dengan Clarine yang langsung menyambar kantong plastik berisi ada empat buah biji donat gula kesukaan Clarine.
“Aahhh.. Thanks ya buat kalian bertiga,” serapah Clarine yang langsung membabi buta makan donat pemberian ketiga sohibnya.
“Ya sudah yuk Clarine, kita langsung aja turun ke lantai dasar. Ke kelas IX-5. Kayaknya kita sudah harus siap-siap buat adek junior kita yang sedari tadi sudah nunggu kelas jurnalistik dibuka. Kan kamu seminggu kemarin ditunjuk jadi ketua team ekskul jurnal sama Pak Graha,” ajak Alvin dengan anggukan Clarine. Mereka berempat pun berjalan dan menuruni anak demi anak tangga yang ada.
Tidak lama setelahnya mereka yang sudah ada di lorong lantai dasar itu, melihat kerumunan anak kelas junior mereka yang memang baru sebulan saja sudah menjadi anak didik di SMP Negeri mereka. Tahun ajaran baru saja berjalan selama sebulan lamanya. Memang tidak terlalu lama dan inilah hari pertama mereka akan bertemu dalam ekskul jurnal.
Clarine sempat juga menelaah siapa saja yang ada di depan kelas IX-5 yang menjadi camp ekskul jurnal seperti adakalanya. Matanya memberi sinyal berbeda, saat dia mendapati salah satu anak lain yang dikenalnya. Dia adalah anak sekelas dengan dia waktu kelas VII tahun lalu. Dan dengan keberadaan dia yang sedang duduk di undakan menuju ke lantai lorong itu, Clarine yakin dia akan menjadi salah satu anggota baru untuk kelas jurnalistik. Mengetahui itu Clarine ingin saja merudal jika gadis teman sekelasnya setahun lalu itu benar akan masuk klub jurnalistik.
Ini semua karena memang Clarine dulunya punya cerita kesan yang menurutnya adalah kesan buruk akan perempuan ini. Bukannya karena dia anak nakal yang membuat gara-gara kepada Clarine. Akan tetapi, ini lebih kepada perasaan pribadi Clarine yang tidak ingin dia ungkapkan ke siapa saja temannya mengenai gadis yang dilihatnya itu. Lebih ke arah yang tertutup dan baginya masalah ini pasti juga dirasakan oleh kebanyakan anak di usianya di mana mereka sedang mengalami masa remaja. Sebagai gadis yang merasa keadaan seorang gadis lainnya yang dirasa dapat mengunggulinya. Apa ada yang pernah merasakannya?
Tidak banyak menerka hal yang membuat pikirannya terganggu. Karena Clarine tau dia harus segera menyapa adek-adek kelasnya itu, akhirnya dia mulai menyapa kerumunan yang ada di depan kelas itu. Yang adalah juniornya yang lucu-lucu untuk dia arahkan agar mereka semua masuk ke dalam ruangan kelas camp klub jurnalistik.
“Siangg semua, jadi kalian anak grup jurnalistik baru ya? Kalau gitu yuk masuk ke kelas dulu. Kita akan mulai kelas awal jurnalistiknya.” Nada tinggi Clarine terdengar sarat di kerumunan yang ada di sana. Setelah itu anak-anak di kerumunan itu menanggapi teriakan Clarine.
Mereka mengira jika Clarine adalah salah seorang pengurus jurnalistik atau ketua club jurnalistik. Setelahnya mereka masuk dan saling duduk di bangku yang tersedia, Clarine pun membuka kegiatan awal jurnal.
“Oke,, semuanya sudah duduk di kursi ya. Jadi, ada yang sudah tau tentang saya? Kakak mau kenalin ke semua anggota jurnal. Nama saya Clarine Yamanika. Saya adalah ketua dari club jurnalistik. Kak Clarine selama kegiatan jurnal, akan mengarahkan kalian semuanya juga memberi bimbingan dari kegiatan jurnal selama setahun kedepannya. Jadi, selamat kenal dengan Kak Clarine buat adek-adek manis anggota jurnal baru.”
Clarine sudah memperkenalkan dirinya begitu juga dengan semuanya yang saling menanggapi Clarine dengan beragam pertanyaan. Salah satunya mengatakan untuk saling memperkenalkan diri mereka masingnya di bangku masing-masing.
“Kak Clarine kita kenalan dulu yuk, biar jadi tambah dekat,” ujar anak berjilbab yang duduk paling depan saat itu.
Karena Clarine setuju dengan usulnya dia mengatakan untuk langsung saja mengadakan perkenalan satu per satu di bangku dengan berdiri.
“Oke. Perkenalan kita lakukan di bangku dan tempat masing-masing ya sama juga dengan semua kakak kelas jurnal yang lainnya yang nggak kebagian bangku di depan sini, mulai dari sudut paling kiri depan bergerak secara horizontal sampai bangku belakang. Mari si adek paling sudut kiri buat berdiri perkenalan,” balas Clarine dengan mengomando semua adik kelas anggota club baru dari jurnalistik.
Sebanyak anak sudah saling berkenalan secara runtut, semua adek kelas kesemuannya hampir selesai mengenalkan dirinya ke banyak anggota kakak kelas jurnalistik. Sehingga sekarang sisa kakak kelas saja yang berkenalan. Semua anggota jurnal kakak kelas yang sekiranya berjumlah dua puluh itu saling memperkenalkan ke semua anggota baru saat itu.
Namun, ada satu orang yang tertinggal dan tidak ikut memperkenalkan dirinya. Dia adalah Kanala Hikma. Salah seorang kakak kelas yang sebenarnya di tahun ini dia baru saja masuk sebagai anggota club jurnalistik.
Karena ada saja adek kelas yang merasa penasaran dengan seorang yang berada di paling ujung dekat dengan pintu keluar masuk kelas IX-5 sebagai camp club jurnalistik. Ada seorang adek kelas yang menanyakannya hingga kemudian membuat Clarine sedikit terkejut.
“Kakak, kok ada yang bekum perkenalan sih? Kakak kelas yang ada paling dekat dengan pintu masuk itu siapa sih?” tanya salah satu adek kelas yang membuat suasana sekiranya membungkam sebentar saja ketika kemudian Clarine mengatakan kepada si kakak kelas itu, bertanya apa Kana memang ingin ikut ke dalam club jurnalistik.
“Oh,, itu. Kanala apa kamu mau masuk club jurnal? Kalau iya, silahkan perkenalkan diri kamu sekarang,” suruh Clarine dengan nadanya yang profesional.
Kemudian seorang gadis yang bernama Kanala Hikma itu pun membenahi berdirinya bersiap memperkenalkan dirinya.
“Hai, saya Kak Kanala Hikma. Panggil saja Kak Kana. Saya baru saja masuk ke dalam club jurnal di tahun ini. Mohon bimbingan semuanya, dan salam berkenalan,” kata Kana saat itu berucap. Membuat semuanya yang ada di tempat itu langsung mengerti dan mengangguk paham dengan keberadaan Kana. Karena kegiatan perkenalan telah usai, kemudian tak lama Clarine pun langsung saja dicolek oleh teman bawahan dia yang adalah sekretaris club jurnal.
“Clar,, ini tadi Pak Graha kasih kita lembaran kompetensi kegiatan buat sebulan ini. Katanya Pak Graha harus sudah kasih materi awal dan tugas nulis sinopsis novel buat semuanya di minggu ini. Soalnya di pusat ada lomba nulis novel, tentu aja sekolah kita harus kasih sekiranya tiga kandidat terpilih,” kata Jannah, sekretaris dari club jurnalistik.
Pikiran Clarine langsung berputar begitu saja. Dia tau kemampuan menulis novel adalah keahliannya, namun dia sebenarnya tidak mau jika Kanala yang adalah anak baru di club ini bisa ikut ke dalam kegiatan ini. Dia ingat dengan cerita di masa lalu saat dia dan Kana ada di kelas yang sama. Tetapi dia harus berpikir profesional dengan membimbing semua kegiatan dengan benar. Sehingga mau tidak mau dia pun memulai kelas jurnalistik dengan hati yang berat.