Om Tampan Pilihan Mama

Om Tampan Pilihan Mama

AnaKayla

0

Diandra bersiul pulang sekolah masih pagi karena gurunya akan ada rapat. 


"Yes! Bisa ngebo sepuasnya," kata Dian semangat akhirnya cita-citanya selama ini tercapai. Bisa pulang pagi dan terus bertengger di atas tempat tidurnya sampai mama papa pulang. 


Setelah membayar ojek online dia segera masuk. Ceklek.


"Pintu kok tidak dikunci?" batin Dian bertanya-tanya. Mana mungkin mamanya jam segini ada di rumah apalagi papanya, itu sangat tidak mungkin. Mereka bahkan akan kembali pulang saat magrib. 


"Dian, kok tumben udah pulang?" tanya Mama Seli menutup majalah yang sedang dibacanya. 


"Loh, tumben Mama dirumah?" Dahinya berkerut. 


"Gak seneng kalau Mama dirumah?" Seli malah balik tanya kepada anak perempuannya. 


"Enggak, tumben aja gitu." Dian nyengir kuda.


"Kebetulan banget, kamu pulang cepet, Mama nanti akan kedatangan tamu spesial." 


"Tamu siapa, Ma?" Rasa ingin tahu Diandra begitu besar. 


"Gak usah banyak tanya, kamu sana ganti sana." Mama Seli melambaikan tangan kepada Diandra agar segera berganti baju rumahan.


Dian naik ke lantai atas. Mengganti seragam sekolah dengan baju santai. Memakai baju oversize dan hotpants di atas lutut kemudian hendak turun ke ruangan menyusul mamanya. 


"Astaga, Dian, kenapa pakai baju seperti itu!" pekik Mama Seli melengking mencegah Diandra turun. 


"Mama apaan sih? Emang dirumah gak boleh pakai baju beginian?" protes Dian merasa mamanya aneh. Biasanya saja sah saja dirumah pakai you can see asal keluar rumah pakaiannya harus sopan. 


"No, kamu masuk kamar dan ganti baju lagi." Seli menatap tajam anak perempuannya yang sudah tumbuh dewasa. Sudah kelas 3 SMA, sebentar lagi juga lulus hanya tinggal menunggu ijasahnya keluar. 


"Ma, di bawah itu siapa sih?" Diandra mulai penasaran. Mamanya mendorong tubuh mungil Diandra ke kamar lagi.


"Itu keluarga Om Bagaskara, calon mertua kamu." 


"What??" Diandra melempar baju yang hendak digunakan saking kaget mammaya menyebut calon mertua.


"Mama kebanyakan bercanda deh," gumam Diandra mendelik.


"Lah emang bener." Seli tidak mau kalah dari anak perempuannya. 


"Maksud Mama siapa yang mau nikah? Mama mau nikah lagi gitu? Astaga, Mama 'kan masih ada Papa," ucap Diandra menggelengkan kepala. 


"Emang Mama tadi bilang, Mama mau nikah? Ya nggak lah, begini juga Mama ini terlalu bucin sama Papa."


"Jadi maksud Mama yang mau nikah itu??" Tanpa menyadari, Diandra menunjuk dirinya sendiri.


"Yes, itu benar, Sayang. Kamu akan segera menikah." Mama mengecup kening Diandra yang masih kebingungan dengan jawaban mamanya.


"Mama ini jangan bikin kacau deh, ogahlah masak dijodohin sama Om Bagaskara, tua bangkotan bau tanah begitu." Jelas Diandra tidak mau, baginya Om Bagaskara sudah seperti bapaknya sendiri. 


"Ini anak lama-lama Mama jitak loh, mana mungkin juga Om Bagaskara mau sama kamu, tapi anaknya Om Bagaskara , mereka mau menjodohkan dengan kamu." 


Diandra mendengar akan dijodohkan anak Om Bagaskara, matanya melotot hampir jatuh.


"Mama jangan bercanda deh, anak Om Bagaskara itu kan Om Arya, udah tui. Mana mau Diandra dijodohin sama dia." Bibir Diandra jadi monyong lima senti tidak terima.



"Emang Diandra udah tahu kayak apa Kak Arya itu?" Diandra menggeleng. 


"Hus, udah cepetan ganti Mama tunggu di bawah kamu harus turun, oke," kata Seli penuh penekanan. 


"Ma, gimana kalau dia udah om-om?" 


"Emang om-om." Seli menutup pintu dan keluar dari kamar Diandra. 


Suasana ruang tamu di rumah Diandra riuh rendah. Ada keluarga Arya dan apa Diandra saling bercerita keadaan masing-masing. 


"Jadi sekarang Diandra seperti apa ya?"


"Tentu saja sudah besar, sudah hampir lulus sekolah." 


Diandra terpaksa mengikuti mamanya turun ke ruang tamu.


"Oh, jadi ini Diandra sekarang." Seorang wanita yang berusia setengah abad berdiri menyambut Diandra kemudian memeluknya erat. 


Setalah berbasa-basi, mereka mengatakan maksud sebenarnya. 


"Lebih cepat pasti akan lebih baik," kata Seli tidak peduli dikode memakai cubitan kecil oleh Diandra. Ia belum siap menikah, jangankan harus menikah diusia yang terbilang muda. Membayangkan saja masih ogah, ia ingin bersenang-senang dengan temannya dulu. 


"Ma, aku nggak mau nikah dulu," kata Diandra setelah tamunya pulang. Ia melipat tangannya ke dada, mulutnya manyun setengah meter.


"Mama sama Papa gak menerima alasan apapun dari kamu, ini semua demi kebaikan kamu juga, Di." Mama Seli meninggalkan Diandra sendirian di ruang tamu.


"Huh, menyebalkan. Emang seperti apa wajah Om Arya saat ini?" Dalam benak Dian penasaran juga bagaimana wajah Arya. Dari sekian banyak anak Om Bagaskara, hanya Arya saja yang Diandra belum pernah tahu bagaimana wajahnya m, doa selalu stay di luar negeri. Kenapa harus Arya?



*

Malam ini Diandra tidak bisa tidur. Hatinya gundah, harus menikah dalam waktu dekat ini padahal calon suaminya saja belum pernah bertemu. Ah, benar-benar kayak membawa kucing dalam karung kresek hitam tanpa jendela. 


"Diandra, bangun. Kamu besok harus sudah menikah." Diandra langsung terlonjak bangun dari ranjangnya.


"Ma, jangan bikin Diandra senam jantung deh, kok ceper banget," sungut Diandra. 


"Emangnya Mama ada hutang sama keluarga Om Bagaskara terus Diandra jadi jaminannya gitu?" tanya Diandra. Siapa tahu saja kisah hidupnya ini mirip di cerita novel maupun sinetron yang dia lihat beberapa waktu lalu.  


"Di, kamu kebanyakan halu, nonton sinetron, baca novel yang begitu jadinya. Sok tahu." 


"Ya terus alasannya apa, Ma?" Diandra menyingkap selimut yang sedari tadi masih menutupi setengah tubuhnya. 


"Alasannya ya Mama mau besanan sama Om Bagaskara gitu," kata Seli santai.


"Apa jangan-jangan Mama sama Om Bagaskara mantan pacar, karena gak jadi nikah maka anak-anaknya harus nikah gitu, jadi bisa terus berhubungan gitu?" 


Pluk…


Seli menimpuk tangan Diandra lemah. 


"Ini anak kalau ngomong sukanya asal. Ngawur poll. Terus kamu pikir Mama sama Om Bagaskara ada hubungan gelap gitu?" Diandra mengedikan bahunya.


"Amit-amit deh, besok kamu pokoknya harus nikah sama Arya."


"Gak bisa ditunda Ma, aku baru saja mau lulus SMA loh, ijasah saja belum jadi malah udah mau ijab sah?" Diandra mencoba negosiasi masalah pernikahannya. 


"Ini bukan mau beli cabe bisa ditawar. Gak ada yang melarang kamu terima ijab sah lebih dulu daripada ijasah." 


"Terus kuliah Dian gimana?"


"Ya tetep kuliah dong, mau embra- embro dirumah saja?" Diandra menggeleng. 


"Ma, gimana kalau Diandra menolak pernikahan ini?" tanya Diandra dengan mimik memelas. 


"Diandra jangan bebal ya, yang jelas Mama memberikan jalan yang terbaik buat kamu," sahut Seli cepat.


"Tapikan Diandra gak cinta." Seli berdecak kesal.


"Kamu ini masih kecil tahu apa tentang cinta." 


"Makanya masih kecil Ma, jangan paksa jadi manten, ini bukan jaman Siti Nurbaya." 


"Sekarang jamannya Siti Badriah, stop, Mama gak mau banyak komen, istirahat dan besok nikah." Seli menutup keras pintu kamar Dian.


"Mama gak asyik." Saking kesalnya Diandra menelungkupkan badannya di ranjang. 


*

Ruang tamu rumah Diandra didesain sedemikian rupa. Cukup sederhana sekali pernikahan Diandra dan Arya kali ini. Mungkin karena Dian juga belum resmi lulus sekolah. Jadi agar tidak menjadi bahan gunjingan bagi warga sekitar. 


 Hidup di lingkungan memang harus sedikit menutup telinga dari omongan tetangga. Sudah banyak yang menduga jika Diandra sudah hamil duluan jika dilihat nikahnya pun kilat dan mendadak. 


Diandra berdiri didepan cermin mematutkan dirinya mengenakan gaun pengantin milik mamanya dahulu. Maklum serba mendadak jadi tidak ada persiapan untuk mengurus pernikahan lebih megah dan mewah yang ada penting sah saja. Riasan Diandra pun juga tidak mencolok, cukup tampilan flawless. Bisa jadi Diandra mewarisi kecantikan alami dari Seli, tanpa dandan dan sentuhan make up sekalipun Diandra tetap cantik bahkan jadi primadona sekolah. 


Ijab qabul segera dilaksanakan. Diandra sudah siap duduk di kursi sedang calon mempelai pria belum datang. Besar harapan Dian, Arya tidak jadi datang. Biar pernikahan ini batal.

 Pengantin akhirnya datang. Diandra menoleh rombongan tersebut. Ia tidak bisa menebak seperti apa calon suaminya nanti. Hatinya berdesir.