Undangan itu datang saat Olivia sedang mengambil waktu istirahat dari pekerjaannya. Dia sudah tahu jauh sebelumnya bahawa sahabat masa kuliahnya akan menikah 2 bulan lagi. Dia membantu beberapa persiapannya dari jauh, karena pekerjaannya yang menumpuk, dia tidak bisa datang langsung untung membantu Jessi mengurus pernikahannya. Namun sebagai sahabat yang baik, Ollie membantu semampunya. Memilih bunga, dekorasi, makanan, warna taplak sampai hal serius seperti undangan dan gaun yang akan Jessi kenakan di hari H.
Jessica dan Olivia saling mengenal sejak masa kuliah. Mereka bertemu karena mereka tinggal di pemondokan yang sama, bertetangga. Olivia yang lebih tua satu tahun daripada Jessi menjadi sosok sahabat yang menyenangkan. Meskipun mereka berbeda jurusan dan angkatan, namun kedekatan mereka melebihi sahabat dekat. Olivia yang lulus lebih awal daripada Jessi melanjutkan S2-nya di Universitas yang sama, membuat mereka masih sering bertemu.
Pemberitahuan Jessi perihal pernikahannya, sejujurnya mengejutkan Ollie. Terlebih karena Jessi memintanya untuk membantu persiapannya. Namun Ollie tetap membantu Jessi meskipun dari kejauhan.
Dan hari ini adalah hari dimana Ollie akan terbang ke tempat Jessi untuk membantu persiapan menit-menit terakhir. Seminggu sebelum pernikahan, Jessi membuatnya berjanji untuk datang dan menemaninya.
Dan disinilah Ollie, di penerbangan menuju Surabaya, ke persiapan pernikahan sahabatnya.
Ini hanya satu acara. Pernikahan seorang teman lama. Tak akan ada yang salah.
###
Jessi lelah melihat kakaknya berjalan mondar-mandir di depannya, di ruang tamu rumah orang tua mereka. Sudah 1 jam kakaknya, Jordan, melakukan hal itu. Karena persiapan pernikahan, Jessi tinggal di rumah orang tuanya sampai urusan beres dan dia resmi menjadi Nyonya Banyu Primara.
“So, she’s your senior?” pertanyaan yang sama selalu di lontarkan Jordan sejak dia tahu Jessi mengundang Ollie dan menjadikannya tamu kehormatan dan dimintai opini atau pendapat saat Jessi hendak membuat keputusan.
“Yes. Kenapa sih Bang? Abang kan sudah tahu aku undang dia dari jauh-jauh hari. Dan aku juga udah jelasin kenapa aku undang dia dan siapa dia. Mama juga sudah ngobrol sama dia, Banyu juga sudah pernah ketemu dia. Apa masalahnya sih aku undang Ollie?” jawab Jessi dengan alis berkerut.
Jessi duduk di salah satu sofa tunggal di ruang tamu rumah orang tua mereka. Dan ibunya ada di sofa panjang di depan meja kopi.
“Iya, Jo. Mama udah ngobrol sama Ollie. Dan dia orangnya baik. Ramah. Pinter lagi. Apa sih masalahnya? Kita udah bahas ini loh, dan kamu tetep aja antipati sama dia. Apa masalahnya sih? Kamu bahkan belum pernah ketemu dia.” sanggah Ny. Bertha, ibu Jordan dan Jessie.
“Ma, bukannya aku antipati sama dia. Cuma dia itu aneh. Berapa kali coba kita undang dia buat datang ke acara keluarga, dia selalu punya alasan buat gak datang. Tapi selalu kirim hadiah mahal. Jess, kamu bahkan gak punya alamat rumahnya. You send the invitation through mail, for crying out loud!”
“Bang, itu haknya dia kalau dia mau rahasiain alamatnya, toh aku punya nomer hp-nya dan alamat e-mailnya. Itu juga udah cukup buat komunikasi. Dan soal dia gak pernah datang ke undangan kita sebelum-sebelumnya, dia punya alasan bagus. Kerja. You’re a workaholic. You must know about it. Lagi pula dia datang ke pernikahanku, aku. Dia tamuku. Jadi, bersikap sopanlah. Dia temanku.”