Monolog Penyintas Panic Disorder

Monolog Penyintas Panic Disorder

Jiejie

0

Pepatah pernah bilang ‘tak kenal maka tak sayang’ jadi, mari kita kenalan supaya saling sayang. Tolong jangan salah paham. Sayang sebagai saudara saja jangan lawan jenis atau sebagainya. Aku tidak ingin mengakhiri masa singleku. Tetapi, jika ada yang menyatakan perasaan kepadaku aku akan menerimanya.

Namaku Eka Gahari Amara, terserah kamu mau manggil aku pakai nama depan, tengah atau belakang. Yang pasti aku tidak akan menoleh jika kamu memanggilku dengan nama Siti. Eh, tapi, mayoritas temanku yang sudah lama mengenalku akan memanggilku Ega, itu singkatan dari namaku. Kamu tentu saja boleh memanggilku demikian juga. Kita akan menjadi teman dekat juga.

Aku Eka, anak pertama dari lima bersaudara. Adik pertamaku bernama Beno, ia suka sekali dengan makanan bernama rawon ditambah segelas es teh kesukaannya. Adik keduaku bernama Lala, dia tidak banyak bercerita dan tidak pula rewel, bagiku Lala terlalu pendiam untuk anak seusianya. Dan yang terakhir si kembar Galuh dan Galeh, anak bungsu yang suka sekali berganti peran, aku saja sampai bingung. Ini keluarga yang aku sayangi. Jangan tanya nama ayah dan ibuku nanti kamu jadikan bahan olokan lagi.

Aku anak yang tidak pandai di sekolah, tidak pula aktif di kegiatan organisasi. Aku biasa saja, tetapi bisa aku pastikan setiap orang yang mengobrol denganku akan selalu mengingatku, sebab aku unik. Aku tidak mahir menulis dengan tangan kanan maka dari itu aku menggunakan tangan kiri, unik bukan?

Selesai perkenalan mari masuk ke masa lalu, pada saat usiaku hampir menginjak tujuh belas tahun dan jika dihitung dari sekarang itu sudah tujuh tahun yang lalu.

Apakah kamu melihat aku tampak baik-baik saja? Seharusnya tidak, aku memiliki gangguan mental. Di sini aku ingin berbagi kisahku kepada kamu, bagaimana gejala awalnya, bagaimana cara menanganinya dan yang terpenting bagaimana aku bisa sembuh di usiaku sekarang dua puluh tiga tahun.

Beruntung saat itu aku tidak mati ketika melakukan percobaan bunuh diri. Sering aku melakukan hal demikian tetapi sampai sekarang aku masih diberi kesempatan untuk hidup. Dulu, bagiku ini seperti lelucon takdir yang lebih senang melihatku tersiksa daripada membebaskanku dengan memberikan hadiah kematian. Tetapi, sekarang berbeda, jika aku mati waktu itu, kita tidak akan bisa berkenalan sekarang.

Mungkin butuh waktu lama untuk sembuh, tapi itu sepadan dengan stabilnya diriku. Aku memiliki diagnose anxiety, panic attack, depresi berat dan kepribadian ambang. Cukup banyak bukan? Aku akan menceritakan satu per satu mengenai diagnosa tersebut dan cara supaya sembuh.

Pst, akan aku bocorkan endingnya kepada kamu. Ya, aku sembuh sekarang. Mungkin. Aku tidak terlalu mengerti apa arti sesungguhnya dari kata ‘sembuh’ tetapi aku terus merapalkan kepada diriku bahwasanya ‘aku baik-baik saja’. Aku suka bacaan yang berakhir happy ending, maka dari itu akan aku pastikan bahwa kehidupanku akan berakhir seperti itu juga.

Ini bukan akhir dari segalanya. Bisa saja aku kembali ‘sakit’ ataupun ‘rusak’ di masa mendatang. Tapi, satu yang aku yakini bahwasanya hidup tidak selamanya berjalan mulus sesuai ekspetasimu, dan aku di masa mendatang akan jauh lebih kuat sebab aku sudah melewati masa-masa yang lebih gelap.

Aku mengajakmu bertamasyah dalam kehidupanku yang ya … sedikit ada luka dan lara, kuharap kamu bisa mengambil banyak hikmah di dalamnya.

Semangat ya, untuk terus bertahan hidup.

To be continued