Mist of Dreams

Mist of Dreams

lourxhy

0

Melangkah dan terus melangkah mencoba mengunjungi setiap toko yang ada di sepanjang jalan membuat seorang gadis berambut coklat, berkuncir kuda, dan berponi merasakan letih. Ia terus mencoba bertanya tentang lowongan kerja yang bisa ia tempati apapun bagiannya. 

Keadaannya lah yang membuatnya harus mencari uang. Biaya sewa apartemen, makan sehari-hari, dan kebutuhan lainnya yang membutuhkan kertas bernilai tersebut. Tidak jarang ia berpikiran untuk mencari 'om-om' yang bisa memberinya uang kapan pun. Namun, ia masih sayang dengan dirinya sendiri dan segera menepis ide mendesak itu.

Ella memilih menepi terlebih dahulu pada sebuah tempat makan tradisional yang terlihat ramah di dompetnya sembari mengisi perut kosongnya. Ia memesan makanan yang paling murah dalam menu dengan segelas air putih dan menempati meja kosong di sudut ruangan.

Suara piring pecah terdengar dari arah dapur yang membuat para pelanggan menoleh di tengah kesibukan mereka dengan kegiatannya.

"Sial! Kalau aja kita punya tukang cuci piring, tangan gue gak bakal ngabisin piring-piring ini setiap harinya."

Seorang pemuda bertubuh mungil yang baru saja keluar dari suatu ruangan menggerutu dengan tangan mengenggam plastik yang sepertinya berisi pecahan piring.

"Ya, tinggal pasang di kaca depan. Apa susahnya?" balas rekan kerjanya yang berada di bagian kasir.

"Malu, anjir. Baru tau gue orang butuh tukang cuci piring sampai dipasang lokernya."

Ella yang melihat ada kesempatan untuknya pun segera mendekati kedua pemuda tersebut, "Maaf. Tadi saya gak sengaja denger obrolan kalian sedikit, kalau kalian lagi butuh tukang cuci piring. Saya bisa kok ngerjain bagian itu, dan kalau boleh saya mau kerja di bagian cuci piring."

Mereka terdiam dan saling berbalas pandang beberapa saat. Berpikir, 'gak usah capek-capek nyari ini mah, langsung ada yang nawarin diri di depan mata'

"Kamu beneran mau di bagian cuci piring?" tanya si pemuda mungil.

Ella pun mengangguk antusias dan menatap dengan penuh harap. Apapun akan ia lakukan demi bisa menghidupi dirinya sendiri.

"Oke! Kamu bisa coba nunjukin skill nyuci piring kamu—"

"Apaan sih?! Kesel banget gue dengernya, nyuci piring aja diliat skillnya dulu." Pemuda tinggi dengan hidung yang bangir melayangkan protesnya.

"Kenalin, gue Rino. Lo bisa langsung ke belakang aja buat ngelanjutin kerjaan Farhan." Sambung si pemuda berhidung bangir yang berjaga di balik kasir.

Ella mengangguk. "Terima kasih banyak!"

Ia tersenyum kepada dua lekaki yang mulai saat ini menjadi rekan kerjanya dan berjalan ke dalam dapur untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan Farhan sebelumnya.

                                     ●●●

Gadis itu kembali ke apartemennya dengan perasaaan yang tentu saja sangat bahagia. Akhirnya ia bisa mendapat pekerjaan walaupun hanya menjadi tukang cuci piring. Hal tersebut tidak menjadi masalah untuk seorang Ella Kirania. Karena untuknya, lebih baik memiliki pekerjaan daripada tidak sama sekali.

Hari pertamanya bekerja sangatlah menyenangkan. Rino dan Farhan merupakan rekan kerja yang sangat baik walaupun Rino sewaktu-waktu terlihat lebih dingin dan jutek dibanding Farhan.

Mereka terus menawarkan bantuan padanya dan berakhir ditolak karena Ella merasa pekerjaannya cukup mudah untuk dilakukan sendiri. Bahkan, jika sedang tidak ada piring kotor, ia dengan suka rela menggantikan tugas Rino untuk sementara menyajikan makanan ke meja pelanggan.

Farhan adalah seorang koki sekaligus pemilik tempat makan tersebut. Rino yang merupakan sahabat sekolahnya Farhan, diajak untuk menjadi bagian dari tokonya dan disetujuinya. Tempat makan tersebut lumayan ramai pada sore hingga malam hari yang membuat Ella mengerti kenapa Farhan kesulitan untuk memegang dua posisi di dapur.

Ella mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur dan mengambil handphone-nya untuk melihat info sebelum ia tidur. Matanya mendapati sebuah pesan dari Farhan yang berisi ucapan terima kasih atas kerja kerasnya hari ini. Gadis itu terkekeh melihat keramahan seorang Farhan dan segera membalas pesan tersebut.

Setelah ia mengirim balasan untuk Farhan, Ella meletakkan handphone-nya diatas laci dan memejamkan matanya menunggu bunga tidur menjemputnya.

                                    ●●●

Aroma roti panggang memenuhi setiap sudut ruangan yang ada di apartemen Ella. Ia mendudukan dirinya di depan TV dan mulai memakan roti yang sudah ada di hadapannya. TV itu menayangkan berita-berita yang hot belakangan ini. Namun, gadis itu tidak memperhatikan apa yang ditayangkan di TV. Pikirannya pergi kembali ke ingatan mimpinya yang baru ia alami semalam.

Ella terus saja bermimpi sosok yang sama tiga hari belakangan ini. Awalnya ia tidak ada mengambil pusing tentang mimpinya. Ya, karena itu 'kan hanya mimpi? Hal-hal aneh sekalipun bisa saja terjadi di dalam mimpi. Namun, sosok di mimpi tersebut terus saja bertanya "Lo udah inget gue belum?

Saat di mimpi, jelas ia tidak mengingat siapa sosok tersebut. Setelah ia bangun, ia baru bisa mengingat sosok lelaki yang terus berada dalam mimpinya belakangan ini. Lelaki tinggi dengan rambut bergelombang dan dengan lesung pipi yang khas di wajahnya ketika tersenyum.

Ia terus mengunyah rotinya dengan pikiran tetap kepada sosok lelaki yang ada di mimpinya sampai ia sedikit terlonjak dari duduknya akibat dari handphone-nya yang berdering. 

Nama Rino tertera di layar handphone-nya. Kemarin, Rino sempat meminta bertukar kontak padanya dan Farhan yang melihatnya pun ikut-ikutan melakukan hal yang sama dengan Rino.

"Halo, El? Lo dimana?"

"Gue masih di apart, No. Kenapa?"

"Lo hari ini gak masuk? Soalnya sekarang udah jam setengah sembilan."

Ella dengan spontan menoleh ke arah jam dinding. Benar saja, jam sudah menunjukkan jam setengah sembilan. Ia mulai gelagapan merespon pertanyaan dari Rino.

"Emm... g-gue masuk kok. Ini gue mau jalan. Udah dulu ya, maaf, No. Tolong bilangin maaf ke Farhan juga kalo gue telat. Makasih."

Gadis itu langsung memutuskan sambungan teleponnya dan bergegas membereskan piring makannya. Jujur, ia ingat tadi saat membawa piring berisi roti, jam masih menunjukkan pukul 7. Ella tidak menyangka kalau ia sendiri dapat menghabiskan waktu untuk melamun memikirkan sosok di mimpinya tersebut.

Bekas makan dan minumnya hanya ia letakkan di wastafel karena itu bisa dicuci setelah ia pulang kerja. Yang paling penting sekarang adalah ia harus segera tiba disana secepat mungkin.

Ella sebenarnya sekarang sangat takut kalau ia akan langsung di berhentikan oleh Farhan dari pekerjaannya. Oh, tidak. Itu akan menjadi mimpi buruk. Dirinya baru saja memulai hari keduanya bekerja, ia malah melakukan kesalahan yang bisa dibilang fatal untuk bekerja di hari kedua.

Ella segera mengenakan sepatu dan membanting pintunya karena panik, namun tidak lupa ia mengunci pintunya terlebih dahulu. Ia berlari menuruni anak tangga karena tak sabar jika harus menunggu lift naik ke lantai tempat ia berada. Tanpa henti ia berlari dan melihat ke arah jam tangan tiap 10 detik sambil merapalkan doa agar Farhan tidak memecatnya setibanya ia nanti.

                                     ●●●