Hari yang cukup cerah, sinar mentari yang menghangatkan suasana di pagi hari. Kedua langkah seorang gadis remaja yang usianya 16 tahun, pindahan dari kota Jogja. Dia memiliki mata yang begitu sangat cantik sekali, senyuman yang begitu sangat manis.
Gadis itu pun mulai melangkahkan kedua kakinya memasuki gerbang SMA Harapan Sejati. Dia melihat sekitar area sekolahan yang terlihat begitu sangat ramai sekali. Beberapa murid-murid menggunakan seragam putih abu-abu.
Gadis itu adalah Aruna Putri Esme. Dia mendapatkan beasiswa di Sekolah Harapan Sejati karena prestasinya di bidang akademi. Dia mulai menghirup udara yang begitu sangat segar. Sekolah Harapan Sejati adalah impian bagi beberapa siswa. Sekolahan itu memiliki standar internasional.
Aruna hanyalah seorang gadis sederhana yang memakai tas ransel di punggungnya. Dia berjalan perlahan-lahan. Dia juga melihat beberapa mobil mewah yang terparkir di area parkiran sekolah. Dia juga melihat beberapa siswa dan siswi yang lalu lalang di sana.
“Semangat Aruna! Kamu pasti bisa!”
Kemudian dia pun berjalan menyusuri koridor menuju ke ruang kepala sekolah. Dia merasa tidak sabar untuk bersekolah di SMA Harapan Sejati.
Tiga orang siswi itu menatap Aruna dengan penuh kejijikan. Dia melihat penampilan Aruna dari ujung kepala hingga ke kaki yang cukup lusuh dan kumal.
“Kayaknya itu siswi baru deh, tapi kok penampilannya kayak gembel!” Cibir siswi itu, menatap Aruna dari ujung kepala hingga ke kaki. “Ieuhhh!”
“Alena, Ya ampun, kata-kata kamu kok jadi jahat kayak gitu.”
“Tapi kok bisa ya gadis miskin seperti itu bersekolah di SMA elit seperti ini?”
“Iya bodo amat lah. Ngapain Kita mikirin siswi baru gembel itu. Lebih baik kita itu ke Aula lihat Raka latihan basket,” Alena menatap kedua temannya. Dia memberikan isyarat untuk mengikuti langkah kakinya menuju ke aula.
*
Aruna yang masih melangkahkan kedua kakinya. Keduanya matanya pun mulai mengedar mencari ruang kepala sekolah.
"Benar-benar ya, sekolahan ini adalah sekolahan impian bagi setiap siswa atau siswi. Gila! Ini sumpah sekolah paling mewah.” Aruna menggumam dalam hatinya. Kedua kakinya yang masih berjalan menyusuri koridor sekolah.
BRAK!
Aruna tidak sengaja menabrak seseorang yang memiliki tubuh bidang. Hingga dia pun tersungkur di atas lantai koridor sekolah. Dia merasa pantatnya begitu sangat sakit sekali karena mencium lantai koridor. Kemudian sebuah tangan pun mengulur ke arahnya.
"Terima kasih.” Aruna menerima uluran tangan itu dari seorang siswa yang memiliki paras yang begitu sangat tampan sekali. Dia merasa detak jantungnya berdebar begitu sangat kencang sekali ketika melihat siswa itu.
“Lain kali kalau jalan pakai mata," siswa itu pun langsung pergi begitu saja meninggalkan Aruna di tengah koridor sekolah.
Aruna hanya bisa menatap punggung belakang siswa itu. Namun dia merasa ada sesuatu hal yang mengikat antara dirinya dengan siswa itu. Dia merasa pernah bertemu dengan siswa itu. Dia mencoba untuk mengingat-ingat tentang masa lalunya.
“Mungkin hanya mirip saja,” gumamnya. Lalu dia segera melanjutkan berjalan kaki menyusuri koridor mencari ruang Kepala Sekolah.
*
"Alena!"
Alena pun menoleh ke belakang. Dia melihat siswa gemuk berkacamata sambil membawa bunga mawar merah.
“Oh, Sial!” Alena mendesis dengan kesal. Dia langsung saja kabur dari siswa itu. Dia mempercepat kedua langkah kakinya, namun siswa itu tetap mengejarnya. Dia berusaha untuk mencari tempat persembunyian agar tidak ditemukan oleh siswa itu.
Alena memasuki toilet sekolah. Namun dia mencium aroma tidak sedap di dalam toilet. Lalu dia pun mulai menoleh ke belakang.
"Ya ampun calon ayangku, kenapa sampai salah toilet?” Seorang siswa menunjukkan deretan gigi tonggosnya. Dia menatap Alena sambil senyum-senyum sendiri.
Alena segera keluar dari toilet laki-laki. Dia menepuk jidatnya sendiri. “Ya ampun Kenapa aku sampai salah masuk toilet? Kenapa harus ketemu sih tongos itu?!”
Alena pun mencari cara untuk bisa kabur dari beberapa fans di sekolah. Dia mulai celingukan dari kanan hingga ke kiri. Dia berharap tidak ditemukan sama sekali oleh dua cowok menyebalkan di sekolah itu.
“Aku harus bisa kabur dari mereka! Gila aja aku harus meladeni dua cowok gak jelas itu! Bisa-bisa pasaran ku ancur dong!”
*
Aruna tidak menemukan di mana ruang Kepala Sekolah. Hingga akhirnya dia berpapasan dengan seorang siswa berkacamata.
“Sorry, Apa kamu tahu ruang kepala sekolah di mana?”
“Biar aku antar aja. Kamu pasti siswi baru kan?"
Aruna menganggukkan kepalanya sambil tersenyum melihat siswa berkacamata itu.
"Oh ya, aku Arthur. Dan aku kebetulan ketua OSIS di SMA Harapan sejati ini.”
"Aku Aruna dari SMA Negeri 1 Jogja.”
Kemudian Arthur mengantar Aruna ke ruang Kepala Sekolah. Setelah itu mereka pun berpisah di depan ruang Kepala Sekolah.
"Ternyata masih ada juga siswa yang baik di sekolah ini. Aku mereka semua sombong,” gumam Aruna.
Aruna pun langsung mengetuk pintu ruang Kepala Sekolah. Dia merasa begitu sangat gugup sekali di hari pertamanya masuk ke sekolah.
*
Alena yang berusaha mempercepat kedua langkah kakinya menuju ke kelas.
Alena yang tampak begitu sangat ngos-ngosan sekali karena berusaha kabur dari kejaran dua cowok yang menjadi penggemarnya. Dia langsung duduk di bangkunya. Dia berusaha untuk mengontrol pernafasannya.
“Kamu kenapa, Len?”
Fransisca menatap Alena.
“Aku tebak pasti kamu dikejar sama si tongos sama si gembrot kan?”
“Kamu benar sekali, Sis. Sumpah dua spesies itu benar-benar bikin kepalaku makin mumet aja.” Alena yang berusaha untuk mengontrol pernapasannya kembali. Dia langsung meraih botol minumannya. Dia langsung menghabiskan sebotol minuman yang ada di atas meja bangkunya.
“Ya udahlah pilih salah satu aja, kenapa sih pakai repot segala,” ucap Ana yang sambil tersenyum sedikit mengejek.
Alena langsung melirik ke arah Anna. “Nggak usah ikut campur urusan orang! Urus aja urusan kamu sendiri! Bahkan aku nggak butuh saran dari cewek seperti kamu!”
“HUH!” Sewot kedua teman Alena kepada Ana.
Ana langsung bangkit dari bangku tempat duduknya. Lalu dia pun mulai menghampiri Alena. “Udahlah terima aja salah satu diantara mereka, daripada kamu ngejar-ngejar Raka yang belum tentu suka sama kamu. Dia bahkan terlihat begitu sangat jijik sekali melihat cewek kecentilan modelan kayak kamu Alena! Coba deh kamu ngaca!”
BRAK!
Ketika Alena ingin membalas ucapan dari anak, mendadak bel masuk pun mulai berbunyi. Hingga dia pun mengurungkan niatnya untuk membalas Ana.
Ana tersenyum kecut. "Cuma segitu doang nyali kamu!”
Ana kembali ke bangku tempat duduknya. Sementara Alena yang tampak kesal sekali dengan ucapan dari Ana yang menyebalkan.
[KRING!]
Beberapa siswa-siswi berhamburan masuk ke kelas masing-masing.
Kelas 2 IPA 1 sudah penuh dengan beberapa siswa-siswi yang duduk di bangku mereka masing-masing. Kemudian terdengar suara langkah kedua kaki bergemlatuk.
Seorang kepala sekolah pun memasuki ruang kelas 2 IPA 1. Tatapan kedua matanya yang begitu sangat tajam sekali.
‘Ehem!’
Seisi kelas 2 IPA 1 terdiam hingga suasana tampak menjadi begitu hening.
“Hari ini kalian kedatangan siswi pindahan baru dari SMA Negeri 1 Jogja,” ucap seorang kepala sekolah menatap beberapa siswa-siswi yang ada di kelas.
Sementara siswa-siswi yang ada di kelas hanya terdiam.
Alena yang tampak penasaran dengan siswi baru. Dia mulai cerlingukkan. "Semoga aja dia jelek!" Gumamnya sambil menyelipkan salah satu anak rambut di telinga kanannya.
"Aruna, Silakan masuk!”
Aruna yang berada di balik pintu kelas itu yang terlihat begitu sangat deg-degan memasuki kelas 2 IPA 1. Dia berjalan perlahan-lahan sambil menelan kedua salivanya. Lalu dia mulai memasuki ruangan kelas tersebut. Dia berdiri di depan kelas. Namun kedua matanya pun membidik ke salah satu sudut ruangan. Dia melihat cowok dingin yang tadi menolongnya saat terjatuh.
“Kenapa aku merasa sangat dekat sekali dengan cowok itu, apakah dia adalah bagian dari masa laluku yang dulu?” Batin Aruna.