--menjual tubuh kepada ceo arogan- ch1-
Tiara menarik napas panjang sebelum membuka pintu.
Pintu besar kokoh yang terlihat begitu mewah dan berkuasa itu seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya.
Sambil menenangkan debar jantungnya dibukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat.
"Hah......" Tiara menghela nafas panjang,
'Tenang ra, kaya mau di hukum mati aja lo.' desisnya dalam hati.
Ketika masuk Tiara menyadari ruangan itu sangat luas.
Suasana didalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari desainer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus dipesan untuk ruangan ini.
Temperaturnya diatur senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma cendana yang menenangkan.
'Semua yang ada diruangan ini bikin gue nyaman... ups!! salah, semua menyenangkan kecuali satu hal.' Pikir tiara.
Sosok dingin yang duduk dibalik meja dengan angkuh, sedang menatapnya tajam. Matanya yang berwarna biru, menambah tekanan yang di berikan kepada tiara.
Tiara membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu sosok tersebut berbicara.
Tetapi pria itu hanya diam menatapnya, mempertahankan keheningan di antara mereka.
Tiara mengangkat dagunya lalu menatap pria itu dengan berani.
"well aku sudah disini, sekarang apalagi?." Tiara.
Pria bermata biru mengerutkan alis, lalu tersenyum tipis.
"Saya dengar Anda menyebabkan kekacauan di proyek kali ini." - .....
Tiara menghembuskan napas setengah lega setengah panik mendengar kalimat pembuka pria itu.
"Saya hanya mencoba menyelamatkan keadaan." - jawab tiara dengan lantang.
Sebenarnya tiara tidak ingin bersikap kurang ajar, tapi tatapan meremehkan laki-laki itu memunculkan sisi defensif dari dirinya.
"Menyelamatkan keadaan??." Pria itu tampak begitu murka mendengar jawabannya.
"Dengan mengusir klien penting perusahaan, dan mempermalukannya di depan umum ??." Lanjutnya.
Tiara membalas tatapan garang Pria itu dengan tak kalah garang, "Orang yang anda bilang klien penting itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut, apakah menurut anda, saya, sebagai supervisor yang bertugas dilapangan akan diam saja dan tidak membelanya ?."
Tatapan mata meremehkan dari mata biru pria itu benar benar membuat tiara tidak bisa mengendalikan emosinya.
"Anda bekerja disini sebagai supervisor dan seorang supervisor bertugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukan mengusirnya." Jawab Pria itu dengan tenang.
"Jadi menurut anda, saya harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?." - Tiara.
"Moralitas selamanya tidak akan dapat memberikan keuntungan, dalam hal apapun." pria bermata biru mengangkat bahu dengan bosan.
"Cukup!." Tiara menarik napas dalam-dalam. "Kalau begitu saya tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral, paling cepat nanti siang, anda akan menerima surat pengunduran diri dari saya!."
Sejenak suasana menjadi begitu hening, pria bermata biru itu terkejut dengan keputusan impulsifnya.
Namun dia berhasil menyembunyikannya dengan baik karena ekspresinya tidak dapat di tebak.
Suasana terasa semakin hening.
Ketegangan terasa bagaikan senar yang ditarik kencang, siap untuk putus.
Lalu, sebuah senyum muncul disudut bibir pria itu, walaupun begitu, sinar matanya tampak begitu kejam.
"Tidak semudah itu nona tiara, mungkin saya adalah pemimpin tertinggi sekaligus pemilik perusahaan ini, tetapi bukan berarti saya tidak mengetahui setiap detail terkecil pegawai di sini." Pria itu menatapnya dengan tajam.
"Anda memiliki pinjaman pada perusahaan ini senilai 1 juta dolar. Apakah kau bisa melunasi pinjaman itu dengan tunai sekarang juga? Kalau ya, saya akan dengan senang hati meluluskan permohonan pengunduran diri anda."
Wajah Tiara benar-benar pucat pasi, dalam kemarahannya tadi, sama sekali tidak terpikirkan mengenai pinjaman itu.
Tanpa sadar tiara mengernyitkan alisnya seolah kesakitan. 'Ya Tuhan, itu tidak mungkin.... bahkan sekarang gue sedang dalam kekalutan besar dan membutuhkan lebih banyak uang untuk....' cepat-cepat dihapusnya pikiran itu sebelum melayang lebih jauh.
Pria bermata biru mendengus dingin melihat reaksinya. "Oke saya asumsikan anda tidak dapat membayar tunai pinjaman itu, meskipun saya sedikit bertanya-tanya kenapa wanita lajang seperti anda bisa menghabiskan uang sebanyak itu, tapi toh itu bukan urusan saya." Senyum di sudut bibir Pria itu langsung menghilang dan tatapannya berubah menjadi dingin.
"Jadi, selama anda masih berhutang pada perusahaan ini dan belum menyelesaikan kewajiban, jangan seenaknya mengundurkan diri dari perusahaan. Hanya saya, yang bisa memutuskan apakah kau layak dipertahankan atau disingkirkan, jadi kembalilah bekerja dan singkirkan moralitas yang munafik itu !."
Tiara menatap Pria itu dengan kebencian yang meluap-luap. "Hanya pinjaman itu yang menahan saya disini, dan jika saya berhasil melunasi pinjaman itu, saya akan langsung angkat kaki dari perusahaan ini!."
"Permisi, saya akan kembali bekerja!" Tiara langsung pergi.
Gio menatap pintu yang tertutup dengan agak keras di depannya.
Dia menunggu beberapa saat, lalu mendesah sambil melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik, dengan letih dia bersandar di kursi sambil memejamkan mata.
"Sial, jalang itu membuat suasana terasa panas. Tidak! Tubuh gue terbakar."
"Cyntiara alona!." Gio menggumamkan nama itu bagaikan mantra.
Lalu matanya tiba tiba terbuka.
"Well, jangan harap bisa semudah itu. Karena gue gak akan membiarkan lo pergi, Tiara." gumamnya dalam hati.
Gio mengingat saat dia pertama kali melihat tiara, dia tak pernah memperhatikan wanita.
Wanitalah yang biasanya mengejar-ngejar dirinya.
Meski suka berganti ganti wanita, gio dikenal sebagai kekasih yang sangat dingin.
Dia selalu menjaga jarak dan tak pernah mengijinkan siapapun terlalu dekat, baginya wanita hanyalah tempat meyalurkan gairah.
Gio membayar itu dengan perhiasan mahal, pakaian mewah dan hadiah-hadiah lainnya.
Hal itu sudah cukup memuaskan bagi dirinya dan wanita-wanita itu.
Tapi tiara sudah 2 tahun bekerja sebagai supervisor lapangan di perusahaannya.
Gio bahkan tak pernah bertemu langsung dengannya.
"Yah tentu saja!." Gio mendengus.
Seorang CEO tidak memiliki urusan dengan supervisor lapangan.
Entah nasib sial apa yang menghinggapinya ketika pertama kali dia bertemu dengan Tiara, ketika itu dia sedang menjamu tamu penting dilokasi yang berdekatan dengan proyek pameran pemasaran yang sedang berlangsung, maka secara impulsif diputuskannya untuk mampir.
Manajer pameran langsung tergopoh-gopoh menyambutnya.
Lalu tiara muncul dengan tubuh mungil, pakaian kerja yang efisien dan make up sederhana.
Tiara jelas kalah jika dibandingkan dengan pacar-pacarnya yang selalu seksi dan spektakuler serta berasal dari kelas atas.
Tapi tubuh gio seperti terbakar ketika melihat tiara.
Ketika mereka bersalaman, tangannya bagaikan disengat listrik, gairah langsung meletup dari ujung kepala sampai ke kakinya begitu menggebu-gebu sampai membuat kepalanya pening.
Kenyataan bahwa tiara sama sekali tidak memperhatikannya kecuali sebagai bos sama sekali tidak membantu.
Gio menyadari ia mulai terobsesi pada tubuh tiara, dimanapun ia berada, kapanpun ia ada, ia selalu mencari gadis itu.
Dia tidak mau seharipun dilewatinya tanpa menyempatkan diri melihat tiara, hingga seolah-olah gadis itu merupakan eksistensi kehidupannya.
Bahkan demi hal itu, sekarang ia mendapati dirinya mulai memanipulasi beberapa proyek yang sedapat mungkin melibatkan divisi tiara semata-mata agar dia bisa sering melihatnya.
Mungkin ini kegilaan sesaat, atau mungkin alamiah.
Gio pernah membaca bahwa ada orang-orang tertentu yang memang dapat membuat pria atau wanita sangat bergairah, entah karena hormon, aroma atau yang lainnya, mungkin tiara salah satu diantaranya.
"Cih... Ini hanyalah masalah nafsu, dan akan segera hilang begitu nafsu ini dipuaskan." gumam gio dalam hati, berusaha menenangkan dirinya.
Dengan dahi berkerut dipandanginya laporan pinjaman karyawan dimejanya.
"Yah sepertinya ini akan sangat mudah, melihat besarnya pinjaman tiara, kelihatannya gadis ini sangat konsumtif dan menyukai uang, dengan sedikit pengeluaran ekstra pasti akan sangat mudah menarik gadis itu ke ranjangnya, dan setelah dia terpuaskan, pasti akan lega sekali bisa terlepas dari obsesi yang menyiksa ini."
######
"Bagaimana kondisinya suster?."
Tiara baru saja sampai, setelah menerobos hujan deras, air menetes ke lantai dari pakaiannya yang basah kuyup.
Perawat itu memandangnya dengan penuh kasih, sudah 2 tahun dia mengenalnya. Semenjak tiara masih gadis polos yang kebingungan, sampai ahkirnya dia berubah menjadi gadis tegar yang penuh semangat dan mengambil alih semua tanggung jawab berat di pundaknya.
'Kasihan sekali kau nak.' gumamnya dalam hati.
"Kondisinya cukup baik, tekanan darahnya normal dan detak jantungnya stabil. Dia cukup tenang hari ini, dan tidak mengalami serangan, jadi tidak perlu khawatir."
"Dia tidak mengalami serangan?.", mata tiara melebar bahagia.
"Terimakasih suster Riana kalau begitu aku akan melihatnya dulu", Tiara memasuki ruangan putih sederhana itu, dipandangnya ranjang yang menjadi pusat ruangan itu.