"Pulang sekolah jadi kan?" Tanya seorang siswa pada kedua temannya.
Teman yang ada di sebelahnya dan yang duduk di depannya mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari siswa lelaki tadi.
"Lo udah izin ke Pak Reno?" Pertanyaan datang dari teman yang duduk di sebelahnya, ia bernama Naufal, tapi teman-temannya biasa memanggilnya Opal.
Siswa yang mendapat pertanyaan tersebut langsung mengangguk, ia bernama lengkap Varian Rangga Bakriano, teman-temannya biasa memanggilnya Rian.
Rian adalah salah satu siswa yang cukup terkenal di sekolahnya.
Tidak terlalu terkenal hingga ia dicap sebagai most wanted, ia hanya seorang vokalis yang juga berperan sebagai gitaris di band sekolahnya. Suaranya yang lembut ketika bernyanyi adalah ciri serta faktor utama kenapa ia terkenal di sekolahnya.
Untuk wajah, Rian bisa dibilang tampan, ralat, mungkin sangat tampan. Mata hitam tajam dan bibir merah muda yang selalu tersenyum, alis tebal dan rambut yang melawan gravitasi. Cukup tampan jika dibayangkan.
Lelaki tampan dengan suara merdu serta memiliki kemampuan untuk bermain gitar, perempuan mana yang bisa menolak pesona Rian?
"Nanti istirahat ke Dino, kasih tau dia." ucap Kevin, teman Rian yang duduk persis di depan Rian.
Obrolan singkat mereka bertiga terhenti ketika Ibu Fika selaku guru fisika mereka sudah masuk untuk mengajar.
•••
"Akhirnya!" sorak Kevin ketika Ibu Fika baru saja keluar dari kelasnya, lelaki dengan rambut bergaya edgar cut itu sedang bersyukur karena pelajaran yang sedari 90 menit tadi membuatnya pusing, kini sudah selesai.
"Ayo, laper gue." ucap Naufal sambil berdiri lalu merentangkan tubuhnya yang sedikit kelelahan karena sudah terlalu lama duduk.
"Bukannya kita ke Dino dulu?"
Pertanyaan dari Rian membuat Naufal terdiam sebentar karena tersadar tentang apa yang perlu dia lakukan "Oh iya, yaudah ayo cepat, gue laper."
Mereka bertiga akhirnya pergi ke kelas Dino.
Rian, Naufal, Kevin dan juga Dino berada dalam satu band, dengan masing-masing memiliki posisi yang sesuai dengan kelebihan yang dimiliki.
Naufal Putra Aganta, teman sebangku Rian, yang biasa dipanggil Opal, memegang alih dunia drum. Bisa dibilang, Naufal itu yang paling dewasa diantara ke-empat kawannya, ia selalu bisa memberi ketenangan atau bahkan solusi pada temannya yang sedang ada masalah.
Kevin Fanzien, dia bertugas memegang alih dunia bass. Sulit untuk menjelaskan karakter Kevin, tapi intinya, kamu akan merasa sepi jika tidak ada dirinya, dan kamu bisa tertawa sampai tak terhitung jika kamu sedang bersamanya.
Dan terakhir ada Randino Tanio, yang biasa dipanggil Dino memegang alih dunia piano. Si paling tanggap memahami kondisi yang ada.
Dalam urusan sekolah, mereka pun memiliki jurusan yang sama, yaitu IPA. Namun sayangnya Dino berada di kelas yang berbeda dengan Rian, Kevin serta Naufal.
Itulah mengapa diskusi mengenai latihan pulang sekolah hanya diisi oleh Rian, Naufal dan Kevin.
Sesampainya di kelas Dino, mereka langsung masuk tanpa permisi dulu, terlihat hanya ada lima orang yang ada di kelas, diantaranya ada Dino, teman sebangku Dino, dua laki-laki di pojok sebelah kanan, dan satu perempuan yang duduk di kursi depan loncat satu dari Dino.
"Din din no no." panggil Kevin sambil menghampiri Dino, Rian dan Naufal hanya menggelengkan kepala mendengar panggilan dari Kevin untuk Dino.
Panggilan sayang, katanya.
Dino yang tadi memainkan ponselnya, kini mengangkat kepalanya, "Tumben pada kesini?"
"Ga boleh? Yaudah kita balik lagi, ayo guys" ucap Kevin yang kini membalikkan tubuhnya hendak pergi dari kelas Dino.
"Yaelah, baperan banget lo."
Kevin terkekeh lalu menyenderkan pantat mulusnya pada ujung meja yang ada di sebelah kanan Dino, Naufal duduk di kursi yang mejanya mendapat sandaran dari pantat Kevin. Dan Rian mendapat posisi untuk duduk di kursi yang ada di depan meja Dino.
"Pulang sekolah latihan." ucap Naufal yang membuat Dino langsung mengerutkan keningnya.
"Dadakan banget?"
"Kan kemarin gue udah usulin, no." bela Rian.
"Lo kan baru usul, Yan. Belum fix kan kemarin?"
"Jadi, lo ga bisa?" tanya Naufal untuk mencoba menengahi.
Dino menggeleng, "Gue ada janji sama nyokap."
Tiba-tiba Kevin menggebrak meja Dino, "Yaelah no, kita udah susah-susah minta izin ke Pak Reno." ucap Kevin dengan lemas, begitu juga tubuhnya yang tadi sempat tegap kini mulai lunglai.
"Kita?" ucap Rian, meminta Kevin meralat perkataannya tadi. Karena jelas-jelas yang meminta izin pada Pak Reno itu hanya dirinya, tidak ditemani oleh Naufal atau Kevin. Iya, Rian memang pelit perihal kontribusi.
"Elo maksudnya." ucap Kevin sambil memamerkan deretan gigi putihnya.
"Gue beneran ga bisa, sorry."
"Lo mau kemana sih? Nemenin nyokap lo belanja? Kok lo mau? Biasanya ogah-ogahan." tanya Naufal.
"Aslinya gue ga mau, tapi ancaman nyokap gue yang bikin gue akhirnya terpaksa ikut."
"Memang ancamannya apa?"
"Masa nyokap gue bilang kalau gue ga ikut sekarang, nanti lego gue mau dibuang?" ucap Dino sambil menggebrak meja, menunjukkan bahwa ia sangat kesal. Teringat jelas ancaman ibunya tadi pagi saat Dino sudah melancarkan 1001 alasan untuk menolak ajakan ibunya tersebut.
"Gitu doang? Yaudah ga papa nyokap lo buang lego lo, nanti kan bisa beli lagi, ya ga, Yan?" ucap Kevin sambil menaik turunkan alisnya ke arah Rian.
"Serius lo mau beliin gue lego yan?" Tanya Dino dengan semangat setelah memahami kode yang dilakukan oleh Kevin.
"Eh, engga, enak aja. Lu punya Lego ga cuma 1 atau 2 doang ya, No."
"Kalau gitu, beliin gue juga yan, lo harus adil." ucap Naufal tak mau kalah, kini ia sudah berdiri dari tempatnya. Berusaha ikut andil dalam menjahili Rian.
"Gue juga dong, kan sebagai pencetusnya ini." Kevin kini sudah mencondongkan tubuhnya ke Ryan.
"Heh! Enak aja gue yang beli, lo kira gue siapanya lo? Emak lo? Lagian lo yang cetusin berarti lo yang beliin legonya." Ucap Rian yang kini sudah sedikit menaikkan nada bicaranya.
Rian tidak marah, ia hanya meladeni kejahilan Kevin ini.
"Kok gue? Lo lah yan, secara lo kan ketua, lo juga yang punya banyak uang." Ucap Kevin.
"Lo juga banyak uang ya, Vin" Bela Rian.
"Ya tapi kan-" ucapan Kevin terpotong oleh suara seorang siswi yang sedari tadi duduk di belakang Rian.
Dia adalah siswi yang sedari tadi duduk di depan loncat satu dari meja Dino. Karena posisi Rian duduk menghadap ke arah Dino, maka gadis itu kini berada di belakangnya.
"Maaf."
Semua menengok ke arah belakang Rian, termasuk juga Rian yang ikut membalikkan tubuhnya.
"Bisa tolong jangan ribut? Atau setidaknya turunin suara kalian, saya merasa terganggu." Siswi itu berkata dengan lembut dan sopan, tak lupa juga sedikit menundukkan kepalanya.
Siswi berambut panjang berwarna cokelat kehitaman itu nampak sangat manis, tidak banyak orang yang mengenalnya, karena ia siswi yang jarang bersosialisasi.
Setelah Rian membalikkan tubuhnya, ia sempat bertatapan sepersekian detik dengan siswi itu, satu kata terbesit dalam benak Rian ketika melihat wajahnya,
Manis.
"Eh iya sorry, kita ke kantin aja yuk, laper." ucap Dino sambil berdiri agar teman-temannya ini segera keluar dari kelasnya dan tidak mengganggu penghuni kelas lain dengan ributnya suara mereka.
"Eh iya, gue juga tadi niatnya mau ke kantin, laper." ucap Naufal yang memahami ajakan Dino. Ia tidak tersinggung dengan teguran siswi tadi. Karena dirinya pun bukan anak kelas sini, jadi mereka tidak bisa sembarangan ribut-ribut.
Naufal langsung berdiri dan berjalan sambil mendorong tubuh Kevin agar ia bisa lewat.
"Ayo yan." Ucap Dino menyadarkan Rian yang sedari tadi masih diam di tempat duduknya, seperti tidak ingin pergi dari kelas ini.
Rian kemudian mengangguk lalu berjalan mengikuti tiga temannya.
Saat melewati bangku siswi tadi, mata Rian menangkap suatu tulisan di cover buku yang ada di atas meja siswi itu, itu sebuah nama.
Artinya, nama siswi itu adalah,
Flowy Alderaldo.
•••
"No, cewe tadi, anak baru?" tanya Rian yang sedari tadi diam dan memakan baksonya dengan khidmat.
Dino menggeleng lalu memasukkan bakso ke mulutnya.
Kini mereka berempat sedang istirahat bersama di kantin, setelah kejadian tadi, mereka benar-benar pergi ke kantin.
"Kenapa? Lo suka?" tebak Kevin. Namun tebakan Kevin tidak hanya tebakan asal tanpa dasar, ia mengetahui tadi Rian sempat terlihat enggan meninggalkan kelas Dino tepat setelah bersitatap dengan gadis yang menegur mereka tadi.
Rian menggeleng, "Kok gue baru lihat?"
"Dia jarang ke kantin, kalau istirahat, pasti ke perpustakaan sama temen sebangkunya. Tapi, tadi temennya ga masuk, jadi dia diem di kelas."
Rian hanya menganggukkan kepalanya. Jadi, gadis tadi seorang kutu buku? Rian sedikit tidak percaya dengan kenyataan itu. Gadis itu terlalu cantik dan manis untuk menjadi kutu buku.
Tidak, ini tidak rasis atau lainnya. Hanya saja, kalian juga sama bukan, jika berfikir tentang 'kutu buku' kalian pasti akan membayangkan sosok polos, rambut ikat dua dan kacamata minus yang menghiasi wajahnya.
"Eh, yan, pulang sekolah jangan lupa kembaliin kunci ruang seni ke pak Reno." ucap Naufal mengingatkan.
Namun niat baik Naufal dalam mengingatkan itu mendapat tatapan sinis dari Rian. "Gue doang?"
"Iyalah, kan lo yang pinjem, jadi lo yang kembaliin."
"Gue aja, kan karena gue kita ga jadi latihan." Dino menawarkan diri, jujur ia sedikit merasa bersalah dengan teman-temannya, karena dirinyalah mereka semua tidak jadi untuk latihan.
"Ga papa, No. Gue aja, cuma kasih kunci kok." ucap Rian akhirnya.
Tiba-tiba seorang siswi menghampiri mereka, sebelum siswi tersebut sampai di meja mereka, ia memanggil Dino, membuat mereka berempat menengok.
"Eh, Flo, ada apa?" tanya Dino ketika Flo sudah ada di dekatnya. Siswi yang memanggil Dino tadi adalah Flowy, gadis yang juga tadi sempat menjadi topik perbincangan mereka.
"Lo dipanggil Bu Rani," Bu Rani adalah guru matematika wajib di kelas Dino.
"Kenapa?"
Flo menggeleng dan menaik turunkan bahunya menandakan dirinya juga tidak mengetahui alasan khusus mengapa Bu Rani memanggil DIno, "Beliau manggil ketua kelas."
Sekadar informasi, Dino adalah ketua kelas di kelasnya.
"Oh, makasih infonya, nanti gue ke Bu Rina."
Flo mengangguk lalu dengan cepat pergi dari kantin, ia tidak suka keramaian.
Tanpa sadar, Rian sedari tadi terus menatap Flo, dari awal gadis itu datang hingga keluar dari kantin, bahkan Rian masih memandangi pintu keluar kantin, padahal Flo sudah tidak terlihat.
Pukulan pelan di tengkuk Rian membuat Rian tersadar lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya.
"Beneran suka ternyata." Ucap Kevin setelah ia menepuk tengkuk Rian dan mendapati Rian salah tingkah.
"Suka? Suka apa?"
Dino dan Naufal hanya terkekeh melihat kebingungan di wajah Rian, tidak biasanya Rian bersikap seperti ini.
"Gue duluan ya, tugas negara." Ucap Dino sambil berdiri. Setelah Rian, Naufal dan Kevin mengangguk, Dino pun pergi.
"Cantik sih lumayan, manis lagi." Ucap Kevin sambil mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan.
Naufal mengangguk, "Keliatannya juga baik"
"Ya cocoklah sama lo, Yan" Kevin mencoba menahan tawanya melihat wajah bingung Rian.
"Lo berdua lagi bicarain apa sih?" Tanya Rian kesal, ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dibahas oleh kedua temannya ini.
"Yan, yan, liatin cewek sampe segitunya. Dari awal dateng sampe orangnya udah ga ada masih aja tetap dilihatin." Ucap Naufal akhirnya.
"Gu-gue ga liatin Flowy kok" ucap Rian gugup, jelas sekali bahwa lelaki ini sedang menahan rasa gugup dan salah tingkahnya.
"Memang ada yang bilang lo lihatin Flowy?" Tanya Kevin yang langsung membuat Rian bungkam.
Kevin dan Naufal menahan tawanya melihat wajah Rian yang sudha terlihat masam dan kesal karena ketahuan tertarik dengan perempuan.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan itu, hanya saja teman-temannya ini tidak bisa tenang dan diam saja ketika Rian suka dengan seorang perempuan, mereka selalu heboh dan terkadang menjahilinya.
"Resek lo berdua" Ucap Rian lalu pergi dari kantin.
Perginya Rian, membuat Naufal dan Kevin kembali mengeluarkan tawanya. Ekspresi gugup serta kesal milik Rian tadi berhasil menggelitik perut Naufal dan Kevin.
•••
Seperti yang sudah direncanakan tadi di kantin, kini Rian berjalan menuju ruang guru untuk menemui Pak Reno dan mengembalikan kunci ruang seni.
Rian memasuki ruang guru setelah sebelumnya mengetuk pintu dan mengucapkan salam, ia kemudian langsung pergi menuju meja Pak Reno, yang kini sedang berbicara dengan Ibu Gina, guru Bahasa Indonesia.
"Permisi pak, saya mau mengembalikan kunci ruang seni." Ucap Rian dengan sopan setelah ia sudah di dekat Pak Reno.
"Loh? Tidak jadi?" Pak Reno mengambil kunci yang tadi diserahkan Rian.
"Iya pak, Dinonya mau ada acara."
"Ah, Flowy, sini." Ucap Ibu Gina tiba-tiba, Rian langsung menengok lalu ikut mengikuti pandangan Bu Gina.
Di situ ada seorang siswi dengan tas punggung berwarna biru muda terpasang di punggungnya, itu Flo!
Flo kemudian menghampiri Ibu Gina.
"Ini puisi kamu, sudah ibu cek, sudah bagus, tapi ibu sudah menggaris bawahi kata-kata yang mungkin bisa diganti dengan kata yang lebih bermajas." Ucap Bu Gina sambil menyerahkan suatu buku.
"Ada lagi Rian?" pertanyaan Pak Reno membuat Rian tersentak.
"Tidak ada, pak. Kalau begitu, saya permisi pak." Ucap Rian sambil menyalami tangan Pak Reno lalu pergi keluar dari ruang guru.
Baru saja Rian keluar, pintu ruang guru kembali terbuka menampilkan Flowy.
Gadis itu duduk di kursi yang ada di depan ruang guru, ia memasukkan buku yang tadi diberi oleh Bu Gina ke dalam tasnya.
Rian memandangi gerak-gerik Flowy, entah kenapa ia seperti tertarik dengannya. Rian mengambil nafasnya dengan berat, mencoba memutuskan untuk memberikan sapaan kepada gadis di depannya.
"Flowy kan?" Tanya Rian akhirnya, setelah sebelumnya ia mengumpulkan segala keberaniannya.
Flo mengangkat kepalanya untuk melihat Rian, matanya sedikit menyipit untuk mencoba mengingat siapa lelaki di depannya ini. Oh, dia adalah teman Dino yang tadi siang sempat mampir ke kelasnya.
Flo kemudian mengangguk pada Rian, "Panggil aja Flo."
"Nama lo bagus."
"Makasih, permisi." Flo mengangguk lalu memutuskan pergi dari situ, ayahnya sudah sebentar lagi akan datang, jadi ia harus buru-buru untuk pergi ke arah luar gerbang.
Rian langsung menyusul Flo dan berjalan sejajar dengan Flo.
"Rumah lo di mana?"
"Kenapa?"
"Gapapa, barangkali aja rumah kita deket atau sejalan mungkin, biar lo bisa nebeng sama gue." Tawar Rian, sedetik kemudian Rian langsung merutuki dirinya sendiri dalam hati, kenapa ia berkata seperti itu? Memalukan.
Rian dan Flo baru saja berkenalan tadi, tapi Rian malah langsung menawarkan gadis di sebelahnya ini tumpangan untuk pulang, ini bisa membuat pandangan Flo terhadap Rian menjadi jelek.
Dasar Rian bodoh!
"Gausah, makasih. Gue udah dijemput, duluan."
Flowy tersenyum lalu berlari menghampiri mobil sedan warna hitam, terlihat seorang lelaki tua berjas duduk di kursi kemudi. Mobil Flo pergi dengan Rian yang menatapnya sambil masih coba tersenyum ke arah mobil tersebut.
Tepat setelah mobil Flo keluar dari gerbang sekolah, Rian langsung menepuk dahinya beberapa kali.
"Bego, bego, bego."
Rian menghela nafasnya lalu mulai berjalan ke parkiran, "Kenapa gue bilang gitu? Iya arti kata-katanya itu baik tapi kan kita baru kenal Yan, ya kali langsung ajak pulang bareng? Pasti Flo ilfeel sama gue, bego sih lo Yan." Ucap Rian pada dirinya sendiri sambil berjalan ke arah parkir untuk mengambil motornya dan pulang.
•••
"Tadi itu pacar kamu?" Tanya lelaki yang berada di kursi kemudia, dia adalah ayah dari Flowy, yaitu Reyhan.
"Bukan." Ucap Flo tanpa melihat ke Reyhan, ia masih asik memandangi jalan lewat jendela mobil di sampingnya. Sepertinya pemandangan manusia yang berlalu lalang menggunakan kendarannya lebih menarik dibanding berbincang dengan pria di sebelahnya.
"Kamu bisa cerita ke Ayah kalau ada apa-apa, Flo. Ayah itu sahabat kamu, ingat?" Reyhan melirik anak tunggalnya sesekali sambil masih fokus pada jalan.
Flo diam tidak menanggapi ucapan ayahnya, bahkan kini ia sudah tersenyum miris. Sahabat katanya?
Jika kata itu diucapkan beberapa tahun yang lalu, mungkin Flo masih bisa setuju, tapi untuk sekarang, sudah tidak lagi.
"Flo, maaf-"
"Udahlah yah, semuanya udah terjadi, bagaimanapun juga ini udah terjadi, lebih tepatnya, terlanjur terjadi" ucap Flo akhirnya. Ia sudah tidak tahan dengan perasaannya ketika mengobrol dengan ayahnya, rasa kesal dan sedih seperti tercampur membuat air mata terus dipaksa turun.
Reyhan akhirnya terdiam hingga mereka sampai pada sebuah rumah minimalis yang masih terlihat megah. Sesampainya di sana, Flo turun terlebih dahulu dibandingkan Reyhan.
"Hai sayang, udah pulang?" sapa seorang wanita ketika Flo membuka pintu rumah.
Flo menghampiri wanita itu yang tadi sedang ada di ruang keluarga sedang menonton televisi, ia lalu mencium tangan wanita itu dan langsung pergi ke kamarnya di lantai atas.
Wanita itu adalah Nia, ibu tiri Flo. Nia dan Flo memang tidak akrab, tapi Nia bukan ibu tiri yang biasa anak kecil bayangkan, jahat, kejam, dan suka menyiksa. Nia baik dan sangat penyayang, hanya saja, Flo masih belum bisa menerimanya.
"Flo kenapa? Masih belum bisa menerima?" tanya Nia saat suaminya masuk ke rumahnya. Ia lalu mengambil tas kerja Reyhan dan mencium punggung tangan suaminya tersebut.
Reyhan tersenyum miris lalu mengangguk.
"Maklum, dia masih baru di sini, lama-lama juga dia akan terbiasa."
---
To be continued.