Aku tahu ada yang salah dengan tatapannya sekarang. Orang itu sejak tadi menatapku lekat-lekat, tidak ... Sepertinya tidak tampak fokus ke arahku, hanya saja, disaat semuanya hening menikmati aktivitasnya, aku yang seharusnya tampak serius dan membaca buku, seakan ada yang menarik daguku untuk tegak. Agar tatapan itu bisa aku tangkap.
"Ada yang mengganggunya kah?" Suaraku lirih.
Tidak salah lagi.
Tidak seperti biasanya, Yudis secara terang-terangan menyatakan ketidaksukaan lewat tatapannya. Kami memang sering berdebat, mempermasalahkan hal kecil, walau aku tahu dia yang sering membuatku tersulut emosi terlebih dahulu—tidak pernah sekalipun tersirat bahwa seseorang itu menyimpan dendamnya. Entahlah, apakah ia baru saja berani melakukannya?
"Lana!"
"Sepertinya kamu bosan ya?" Dia tersenyum kikuk. Aku sadar sesuatu, "Apa saya banyak bicara?" Sekali lagi ia menampakkan raut bersalahnya.
Sekali lagi aku sadar sesuatu. Ada tokoh asing di depanku. Matanya yang sipit menatapku lekat, menopang dagu dan gigi kelincinya sungguh sangat menggangguku.
"Ya." Aku berucap spontan.
Astaga Lana! Zayan tetiba tertegun, lalu menaikan satu alisnya. "Zayan, mungkin suasananya sangat tidak pas. Tugas dari Pak Hans sama sekali belum saya sentuh. Seharusnya saya tidak membuatmu merasa tidak nyaman dan terjebak di sini, maaf." Dari lubuk hati yang paling dalam, aku menyesal. Ini sungguhan, laki-laki ini baik untukku. Saking baiknya, tidak melihat kondisiku yang mencoba terilhami kata-kata dari buku tebal itu.
Zayan tertawa ringan, lalu kedua matanya melirikku. Seperti seseorang yang ragu-ragu, aku bisa menangkap gelagat itu.
"Sangat bijaksana. Kamu memang teman yang pengertian Lana." Pemikiran yang sedikit melenceng Zayan!
"Sungguh? Terima kasih," Aku tahu percakapan yang dimulainya tidak akan menyelesaikan tugasku. Segera kulirik jam tangan hitam di lengan kiriku, sudah jam 13.00, ada kelas lagi.
"Saya sangat menyesal, sepertinya kelas Bu Ariana akan segera di mulai. Saya pamit duluan, dah Zayan ..." Dia tersenyum lebar, suasana hatinya membaik sepertinya. Tipikal laki-laki yang tidak konsisten, mood-nya cepat berubah dan ... Sedikit membosankan.
Aku yakin keterlambatan ini tidak bisa ditoleransi oleh dosen setengah baya itu. Ini kesalahanku, tidakkah seharusnya aku lebih fokus dengan apa yang aku kerjakan ketimbang meladeni ngengat-ngengat yang hinggap begitu saja di menu makan siangku?
Sedikit kulirik aktivitas di dalam sana. Ruangan seperempat luas auditorium sekolah menengah elit ibu kota itu cukup senyap. Sepertinya mereka sedang sibuk dengan gadget pribadi. Sedikit melirik ke arah depan ruangan, Bu Ariana tidak ada?!
Kulirik sekali lagi jam tanganku, ini sudah lebih dari sebelas menit dan beliau belum datang? Apa ada kesalahan sistem input data jadwal? Atau beliau sedang ada urusan mendadak?
"Sopankah seorang siswi mengabaikan kelas seseorang?"
Sedikit tersentak. Juga sedikit familiar dengan suaranya.
"Tidak masuk, Nona Alana Ghiaz?"
Ck, aku tahu apa yang dia mau. Ku alihkan pandanganku ke arahnya. Cukup harus mendongak karena tingginya yang jauh di atasku. Kulihat bibirnya yang sedikit tebal itu tersenyum mengejek. Sorot mata cokelatnya yang tepat ke mataku. Lesung pipi di pipi kiri dan tiga karang di dekat mata, bibir kanan dan ujung rahang atas yang menghiasi wajah congkaknya.
Sekali lagi aku paham dengan tindak tanduknya yang menyebalkan itu. Fathur Yudis Pradipta putra dosen setengah baya yang kini tidak hadir yang entah karena alasan apa.
Ini sedikit menyalahi aturan, tapi aku merasa ini pantas diberikan penghargaan besar, untukku tentunya. Aku akan memberikan sedikit ilham untuknya.
Pak Yudis, sebelumnya saya izin. Ya ... Saya cukup sembrono, Alana si perempuan tidak masuk akal ini akan menurunkan sedikit mentalitas sombongmu Pak.
Bugh
"Sepertinya ada ngengat yang tampaknya selalu ingin mengusik saya, maaf ... Lain kali saya akan bersikap lembut ya Bapak Yudis."
Rasakan itu Kudis.
"Uhuk ... uhuk ... , Alan sialan!" Yudis sedikit membungkuk memegang perutnya. Sambil terbatuk dan sebelah tangannya memegang dinding ruangan, semua orang yang hanya bisa membisu tersihir dengan aksi nekadku.
Lagian macam-macam saja denganku Dis?! Atau hidangan penutup makan siangnya ingin ku tambah agar semakin terasa kenyang?