Tik tik tik...
Suara jarum jam terdengar jelas di dalam sebuah ruang kamar. Layar tablet menyala menampilkan ilustrasi sebuah komik yang belum selesai. Padahal jam sudah menunjukan pukul 00:25, tapi seorang gadis masih sibuk menggambar disana. Wajahnya terlihat lelah, lingkar matanya yang hitam menunjukan seberapa banyak ia bergadang. Kaca mata bertengger di hidungnya yang kecil. Mencegah matanya agar tidak lebih rusak lagi. Jari jemarinya dengan lihai meliuk diatas tablet, sambil terus menggambar. Kiara Hafa Noelani. Dia lah gadis yang sudah berjam jam duduk di depan meja kerjanya dan belum selesai juga hingga sekarang. Rambutnya yang di ikat asal asalan, pakaiannya yang lusuh memperparah penampilannya. Ia tengah bergelut mengerjakan series buatannya yang sudah terbit di aplikasi portal penerbit komik yang terkenal. Kiara membuat komik misteri yang sering berada di posisi teratas dalam hal kepopulerannya. Deadline nya dua hari lagi dan ia baru selesai setengah bagian. Maka hari ini ia memaksa matanya terbuka sampai jam segini untuk menyelesaikan setengah bagiannya lagi.
Tok tok tok
Suara pintu kamarnya di ketuk dari luar. Kiara sedikit terkejut. Pasti ibu pikirnya.
"Iya?"
"Ibu masuk yah Ayaaa." ucap ibu dari luar pintu.
"Iya bu." jawabnya keras, agar ibunya dengar.
Ibu membuka pelan pintu kamar puterinya. Ia lihat anak wanitanya yang sudah seperti lap lusuh di sudut dapur. Menyedihkan sekali. Bagaimana ia bisa dapat jodoh jika terus seperti ini batin sang ibu. Ia masuk ke dalam kamar, membawakan secangkir cokelat hangat untuk Kiara. Meletakannya pelan di meja kerja
"Ibu kok belum tidur?"
"Kamu tuh yang kok belum tidur, ibu lihat dari tadi sore udah sibuk bikin komik sampai sekarang nggak selesai juga deh perasaan."
"Hehe lusa deadline bu makanya aku harus kelarin sekarang biar bisa bobo tenang besok. Ini tinggal dikit kok bu." jawab Kiara.
Ibu menatap dalam anak gadisnya itu. Usianya sekarang 25 tahun. Sama sekali tidak pernah mengenalkan teman laki laki padanya seumur hidup. Tidak suka keluar rumah, bisa di bilang Kiara itu anti sosial, ibu nya bahkan ragu apakah anaknya ini menyukai manusia atau tidak. Meskipun ibu paham sebabnya Kiara begitu tapi ia tetap sedih. Ia ingin anaknya mempunyai kehidupan sosial yang baik. Di keluarganya ini hanya ada mereka berdua, ayah sudah lama pergi meninggalkan mereka menghadap yang Kuasa. Ibu ingin jika suatu hari ternyata ia pergi lebih dulu Kiara tak sendirian disini. Ada seseorang yang bisa menemani dan tidak membiarkannya kesepian. Ibu menarik kursi lain dan mendudukinya. Ia pijat pelan bahu anaknya, Kiara tersenyum sambil terus mengerjakan projeknya.
"Ayaa. Ibu mau tanya deh sama kamu."
"Tanya apa bu? Aku sambil nyelesaikan ini yaa" Kiara berucap tanpa menatap ibunya. Meskipun begitu Kiara tetap menyimak dengan baik apa yang di katakan ibunya.
"Aya nggak mau coba kerja di tempat lain? Yang di luar rumah gitu? Mungkin Aya bisa coba kerja di lab. Aya waktu kuliah dulu suka bantuin dosen penelitian di lab kan. Mau coba sekali lagi?" tanya ibu.
Kiara menghentikan kegiatannya. Ia bergerak menghadap ibunya yang menatapnya dengan tatapan berbinar dan penuh harap. Tengah malam memang bisa membawa dua orang pada rasa jujur dan pengharapan. Kiara paham sekali mengapa ibunya meminta hal seperti itu. Kiara mengerti, hanya saja ia belum siap. Ia senang ada di rumah bersama ibu setiap hari. Membantu beliau memasak, bermain dengan Mochi dan Mocha dua ekor kucing peliharaannya, berkebun di atap rumah, atau menonton anime kesukaanya. Tidak pernah Kiara merasa itu membosankan. Sesekali Kiara keluar untuk konsultasi dengan psikolog dan psikiater. Ia tak masalah dengan itu. Kiara tenang saat ada di rumah bersama dengan segala hal yang ia cintai. Ia tidak suka bertemu banyak orang.
"Ibu, aku senang ada di rumah kok. Disini aku ngerasa tenang dan aman."
"Iya ibu tahu sayang, ibu hanya kepikiran kalau nanti ibu ternyata pergi lebih dulu dan kamu nggak punya siapa siapa disini."
"Ih ibu kok ngomong gitu sih? Ibu mau ninggalin aku?" Kiara menanyakan pertanyaan retoris. Seperti anak kecil saja.
"Hahaha ya nggak dong nak, kalau bisa milih ibu pengen ada selamanya sama Kiara. Tapi umur nggak ada yang tahu sayang. Ibu hanya ingin lebih tenang aja kalau Aya ada yang jagain selain ibu" jawabnya pelan sambil mengelus bahu puterinya.
"Ada Mocha sama Mochi."
"Kamu berharap apa sama majikanmu itu Ya?" tanya ibu lagi.
"Ih ibu." Kiara cemberut mendengar perkataan ibunya. Yang sayangnya ia pun menyadari bahwa itu seratus persen benar.
"Yasudah ibu mau tidur dulu, diminum cokelatnya ya. Kalau udah selesai langsung tidur. Jangan malah main hp lagi. Jangan terlalu dipikir yah omongan ibu." ucap ibu menenangkan Kiara. Sejujurnya Kiara merasa bersalah karena sering membuat ibu merasa khawatir, meskipun jarang sekali ibu menunjukannya. Ibu selalu menyediakan dukungan dan kepercayaan penuh pada Kiara. Maka malam ini keluarlah dari bibir mungilnya kata kata yang membawanya pada hal besar dengan banyak warna dan rasa. Hal besar yang membuat hidup Kiara tak lagi hanya hitam, putih, dan abu abu. Rasanya tak lagi hanya pahit dan manis.
"Ibu mau lihat Kiara nikah?" ia bertanya. Tentu saja pertanyaan itu membuat ibu terkejut. Jelas ia menginginkan puterinya ini menikah dan melanjutkan hidup. Tapi berharap saja ia tak berani karena tahu sendiri bagaimana keadaan puterinya ini. Kiara bukan orang yang mudah di cintai. Luka di hatinya yang besar sampai saat ini membuatnya menarik diri dari banyak orang. Siapapun yang tak paham akan menganggap puterinya aneh, meskipun memang jika dibandingkan dengan kondisinya yang dulu Kiara kini sudah lebih baik. Memangnya siapa yang bisa mencintai Kiara dengan segala luka yang membuatnya sering terlihat suram itu selain dia dan mendiang suaminya. Tapi sedikit pertanyaan itu memantik keberanian di hati ibu untuk berharap, apakah Kiara mau membuka hatinya.
"Kenapa memangnya nak? Kamu mau menikah?"
"Boleh." jawabnya lagi.
"Sama siapa?" ibu terlanjur berharap jawaban baik dari Kiara
"Nggak tahu. Ibu mau carikan?"
"Haah?"
"Kalau ibu mau bantu carikan Kiara jodoh, Kiara akan menikah. Aya nggak pintar bicara dengan orang baru bu. Aya juga takut di tempat ramai. Orang macam Aya sulit untuk di cintai, dan Aya tahu diri bu. Tapi kalau ibu bisa bantu Aya temukan dia, Aya akan belajar jadi istri yang baik buat dia. Ibu nggak perlu khawatir lagi soal Aya." jawab Kiara setelah itu ia kembali sibuk dengan tabletnya.
Ibu termanggu mendengar perkataan puterinya. Lalu tersenyum lembut. Dalam hatinya ia berkata, kalaupun Kiara melakukan itu karena permintaannya, akan ia pastikan Kiara mendapat suami terbaik yang menemani dan menerima puterinya itu apa adanya.
Hai hai aku Mggladiol, kebetulan aku ada ide cerita baru jadi langsung aja kutuliskan disini. Cerita kali ini akan lebih banyak fun nya kok, pahitnya dikiiiit aja. Semoga kalian suka yaah. jangan lupa like, komen, dan follow aku yaa. Terima kasih banyak