March

March

Eugenia Aquea

0


Kavin menatap kosong sebuah undangan pernikahan ditangannya, entah apa yang ia rasakan ketika mengetahui kekasihnya tiba-tiba menikah dengan orang lain.

Kirania Belia Latisya & Leo Argantara

Ia terduduk di atas kursi kerjanya, kepalanya tiba-tiba pening. Jika saja ia tidak sedang di kantor mungkin Kavin akan menitihkan air matanya, bagaimana tidak jika orang yang paling ia cintai setelah ibunya itu tidak lagi bisa ia perjuangkan.

Dalam lamunannya, ponselnya berdering keras sehingga mampu mengalihkan atensinya. Kavin melirik nama yang muncul dilayar ponsel, Tata. Ia melemparkan undangan tersebut ke atas meja, lalu menjawab panggilan dari sahabatnya tersebut.

“Kau baik-baik saja, Vin?”

Kavin menghela napasnya dengan berat, terdengar nada penuh kekhawatiran dari pertanyaan Tata.

“Tidak ada orang yang baik-baik saja, ketika kekasihnya akan menikah dengan orang lain, Ta!” Kavin mengatakannya dengan penuh penekanan, seakan tengah memberitahu kepada Tata jika ia sangat hancur.

“Aku ke sana ya, kelasku sudah selesai!”

“Tidak perlu. Aku ingin menemui ibuku.”

Terdengar helaan napas dari seberang telepon, Nathasya Amourellia atau gadis yang lebih dikenal dengan Tata itu tampaknya kecewa dengan jawaban Kavin.

“Baiklah!” Setelahnya Kavin segera menutup panggilan dari Tata tanpa menjawab perkataannya.

Pria melemparkan asal ponselnya, lalu kembali berkutat dengan tumpukan dokumen yang harus ia periksa. Pikirannya berputar pada kenangan-kenangan indah bersama dengan Bee—kekasihnya—membuat Kavin sama sekali tidak bisa fokus dengan pekerjaannya.

Aarggghhh!!

Ia berteriak kesal sembari mendorong semua barang di atas meja kerjanya, membuat dokumennya jatuh berhamburan di lantai.

Kavin berbohong kepada Tata, kenyataannya ia sama sekali tidak beranjak keluar dari ruangannya. Tadinya ia ingin melupakan kenyataan menyakitkan itu dengan tetap bekerja, tetapi pikiran dan hatinya sama sekali tidak bisa terlepas dari Bee.

Kavin menyerah. Ia menangis.

Benar, Kavin menangis. Pria bertubuh tinggi dengan badan yang atletis itu menangis karena seorang perempuan, ia melupakan rasa malu dan tidak lagi peduli dengan pekerjaannya. Hatinya begitu sakit, ia pikir hatinya akan tetap tegar menerima kabar pernikahan kekasihnya. Benar kekasihnya, karena Bee terus memaksa agar Kavin tetap bersamanya meskipun ia telah menikah dengan orang lain.

“Brengsek!” kesal Kavin sembari membanting vas bunga ke lantai.

Pria itu mengacak-acak rambutnya frustrasi, Kavin tidak bisa berpikir dengan jernih untuk masalahnya saat ini. Ia bisa membantu orang lain menyelesaikan masalah apapun, tapi ia justru kalut dengan permasalahannya sendiri.

“Bee, aku harus bagaimana?” lirih Kavin sembari menangis.

“Ku pikir perjodohan ayahmu itu bukan hal yang seserius ini, ku kira aku bisa menghadapinya. Tapi, hatiku benar-benar hancur Bee.”

Hiks.

Seseorang di depan pintu ruangan kerja Kavin, menatap ruangan bak kapal pecah yang sangat kontras dengan hari sebelumnya dengan iba. Ia tahu bagaimana sahabatnya itu sangat bucin dengan kekasihnya, dan tiba-tiba takdir mengubah semuanya. Mereka sudah seharusnya berpisah karena keadaan, sekalipun keduanya masih tetap memaksa untuk bersama.

Hm! Nathan berdeham keras membuat Kavin segera mengangkat kepalanya yang sejak tadi ia telungkupkan di atas meja, pria itu menghapus air matanya.

Kavin menatap sahabatnya dengan mata merahnya lalu menggerakkan kepalanya seakan bertanya ada apa padanya.

“Tempat biasa? Yang lain sudah menunggu”

Nathan segera pergi mendahului Kavin, karena ia yakin jika Kavin pasti akan mengikutinya.

.

.

Stellar atau sebutan rumah berkumpul mereka yang artinya bintang. Rumah mewah berarsitektur modern dengan dinding-dinding batu alam yang sangat indah, jika saja Edgar tidak begitu mencintai kata aesthetic mungkin rumah ini tidak akan dibangun dengan kesan unik dan antik.

Nathan dan Kavin datang ketika dua anggota perkumpulan pewaris konglomerat lainnya tengah tenggelam dalam gawainya masing-masing.

Tata mengangkat kepalanya begitu sudut matanya menangkap seseorang yang berjalan lemas, pria itu seperti tidak memiliki jiwa.

Sedangkan, Edgar segera mengeluarkan Whisky dan wine yang mereka miliki di Stellar. Di antara mereka berempat Tata bukan seorang peminum selain karena ia seorang perempuan, ia hanya akan meminum wine jika sedang dalam perayaan atau pesta untuk menghormati pemilik pesta. Sementara ketiganya, merupakan pria pada umumnya yang senang menikmati minuman beralkohol.

Come on Vin, lupakan sejenak tentang Bee” Edgar menuangkan segelas whiskey untuk Kavin, tanpa berpikir panjang pria itu meminumnya dalam satu tegukan.

Nathan dan Edgar juga bergabung dengan gelas kecil masing-masing, mereka benar-benar akan menemani Kavin minum hari ini. Sementara Tata, gadis itu hanya diam. Kedua netra abu-abu miliknya menatap Kavin dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan.

Ia beranjak dari tempat duduknya di sudut ruangan, lalu bergabung dengan ketiga pria yang tengah menikmati minuman mereka. Tata duduk di samping Kavin, gadis itu mengelus lembut kepala Kavin yang tertunduk.

“Vin?” Panggil Tata dengan lembut.

Kavin meletakkan gelasnya yang sudah kosong kembali, dan menggenggam tangan Tata yang sejak tadi mengelus kepalanya.

“Sudah ku katakan, jika aku tidak baik-baik saja bukan?” lirih Kavin yang begitu rapuh.

Ini pertama kalinya mereka bertiga melihat Kavin serapuh itu, bahkan dulu ketika ibu kandungnya meninggal Kavin masih bisa menegakkan punggungnya dan tampak begitu tegar.

Tata ikut bersedih dengan nasib percintaan Kavin yang tidak beruntung, ingin sekali ia membantu Kavin untuk melupakan Bee, tetapi sepertinya perasaan Kavin untuk Bee begitu dalam.

“Menangislah lagi untuk hari ini, setelah hari ini kembalilah menjadi Kavin yang dulu.”

Kavin menatap lekat satu-satunya sahabat perempuannya, ia selalu menganggap Tata sebagai adiknya, kakaknya, dan juga ibunya. Karena perempuan itu, bisa menjadi siapapun yang Kavin butuhkan, kecuali menjadi kekasihnya. Kavin tak memiliki perasaan lebih untuk Tata.

.

.

Tata menatap puas hasil karyanya pagi ini, menu sarapan untuk ketiga sahabatnya sudah tertata rapi di atas meja.

“Kenapa selama ini aku tidak tahu kau bisa memasak?” Tata menoleh pada pria yang baru saja bergabung dengannya di meja makan.

“Memangnya kau tahu apa tentangku? Hei pria patah hati, sebaiknya kau mandi lebih dulu sebelum menyentuh makananku!” ujar Tata dengan sinis.

Jika diingat ini memang pertama kalinya Tata memasak untuk Kavin dan Edgar, tapi tidak untuk Nathan, pria itu mungkin jauh lebih beruntung karena selalu menjadi orang pertama yang dapat merasakan masakan Tata.

“Kavin!! Sungguh, kau jorok sekali!” teriak Tata dengan kesal, pasalnya pria itu sama sekali tidak menghiraukan ucapan Tata dan dengan santainya justru menikmati sarapannya.

“Hm! Apa yang kalian ributkan pagi-pagi?” Nathan datang dengan disusul oleh Edgar, penampilan Nathan seratus persen bertentangan dengan kedua sahabatnya. Nathan sudah mandi dan tampak segar, tidak seperti keduanya yang masih berbau alkohol membuat Tata kesal pagi ini.

Tata hanya menggerakkan kepalanya, menunjukkan wajah-wajah jelek para pewaris yang selama ini hanya terlihat ketampanannya. Nathan tersenyum lalu bergabung dengan mereka, ia memilih duduk di samping Tata.

“Masakanmu lumayan juga, sejak kapan kau pandai memasak?”

“Benar, aku setuju.”

Tata diam saja, asyik menikmati sarapannya yang berbeda dari mereka. Ia hanya memakan salad sayur pagi ini, setelah selesai dengan makanannya Tata segera membersihkan meja makan. Ia ada urusan penting dengan rencana magangnya.

“Jaga kesehatanmu, berhenti jadi pria menyedihkan! Berhenti memikirkan mantan kekasihmu itu!” ujar Tata sembari menghilang dari balik pintu Stellar.

 Nath 07.38

Kau juga, berhentilah mengomel. Telingaku sakit mendengarnya

Nathan tersenyum tipis setelah mengirimkan pesan untuk Tata, tapi tak ada yang menyadari senyumannya. Kavin dan Edgar nampaknya terlalu menikmati sarapannya.

“Aku pergi dulu!” ujarnya sembari beranjak dari kursinya.

“Pergilah!”