"Anak-Anak! Kita kedatangan teman baru! Namanya Leo Aditya! Leo sangat lucu, kan?"
Dari sekian banyak murid yang sibuk sendiri, hanya ada satu yang mengangguk semangat. Erisha Yasmine. Gadis berkuncir dua yang rambutnya sependek bahu. Erisha selalu tersenyum tiap kedua mata mereka bertemu. Itu membuat Leo cukup gugup. Apakah ia melakukan sesuatu yang salah pada orang itu?
"Adi!"
"Adi!" panggilnya lagi, namun ditambah dengan colekan di lengan. Leo akhirnya menoleh. Jelas sekali ekspresi anak kecil itu bingung. Mengapa Erisha memanggilnya Adi padahal nama panggilannya di sekolah Leo? Leo, nama itu sudah ia tetapkan sebagai nama panggilan disekolah saat pertama kali masuk paud.
"Kenapa kamu manggil aku Adi?"
Erisha hanya tersenyum lebar. Kebahagiaan gadis itu menggebu-gebu. Sejak hari pertama Adi pindah ke Taman Kanak-Kanak ini, Erisha merasa seperti ada teman. Alasannya?
"Karena kita sama-sama pakai kaca mata!" serunya dengan senyuman sampai matanya menyipit. "Akhirnya ada yang sama sepertiku! Aku berpikir mataku aneh sampai membuatku memakai kaca mata. Tapi setelah melihatmu aku jadi tidak merasa aneh!"
Erisha duduk di hadapan Adi. "Kamu pakai kaca mata terus ya! Harus!" perintahnya. Biasanya, kalau soal perintah-memerintah seperti ini, Adi akan membangkang. Persis seperti kemarin. Ibu menyuruh Adi untuk tidak lagi memotong tanaman pemberian kakek di kebun, tapi Adi tetap melakukannya. Karena sebenarnya, melanggar itu menyenangkan, bagi Adi. Justru itu yang membuat Adi bisa sampai pindah ke sekolah berulang kali.
Adi nakal.
Namun, kala di tawari janji kelingking, Adi terdiam cukup lama. Matanya menatap jari itu sambil mengerjapkan matanya.
"Ah, kamu lama." Erisha bangkit dari duduknya, menarik tangan Adi dan menautkan kelingkingnya. Hore, janji kelingking sudah dibuat.
"Kalau kamu mengingkari janjinya, katanya jari kelingking kamu besoknya akan hilang!" bisik Erisha yang membuat Adi mendelik. Apa anak didepannya sedang mengancamnya.
"Janji, ya, Adi!"
Adi terpaku ditempat. Kedua matanya masih sentiasa menatap kedua bola mata yang terkejut melihat eksistensinya yang mendadak. Gadis itu buru-buru memakai kacamatanya, mengucek matanya, seolah memastikan bahwa apa yang dilihatnya adalah benar. Adi terkekeh pelan menyaksikan itu.
"Wah! Ris. Kemaja aja gue sampai tidak menyadari ada anak band yang gantengnya kebangetan itu?" gumam Cika. Sementara itu, Erisha masih bengong. Tidak mempercayai realita yang sedang terjadi.
Tidak. Sepertinya beda orang. Apa Adi punya saudara kembar?
Erisha menepuk kedua pipinya cukup keras. Ternyata itu bukan mimpi.
"Yang di bawah sana. Ini bukan mimpi jadi jangan tampar pipi kamu. Sini aku cubitin aja,"
Suara itu bergema lewat speaker. Merasa dipanggil, Erisha menatap ke atas panggung. Ternyata yang berkata seperti itu adalah Adi! Pemuda itu menatapnya intens dari atas sana sembari memegang microphone. Tidak peduli dengan siapa yang dimaksud, semua siswi disekitar lapangan langsung berteriak salah tingkah.
"Ih, apa-apaan sih," gumam Cika merasa geli tapi disatu sisi dia juga merasa salah tingkah. Siapa juga yang tidak salah tingkah jika di gombalin oleh seseorang yang wajahnya tampan seperti itu?
Erisha langsung menutup kedua pipinya sebelum berlari keluar dari area lapangan.
"Ris! Mau kemana?"
Sementara di atas panggung, Adi tidak bisa menahan kedua sudut bibirnya menaik. Pemuda itu meletakkan kembali microphone pada tempatnya sebelum mengalungi gitar di tubuhnya. Pesona anak band memang susah dihindari, ya?