Malaikat Pencatat

Malaikat Pencatat

edi prasetyo

0

Hah.

Untuk melepaskan penat, aku biasanya masturbasi. Entah itu menonton film atau membaca komik dewasa. Biasanya aku mengikuti cerita itu berjam-jam dan masturbasi beberapa kali.

Sebuah kenikmatan yang tidak mungkin aku tinggalkan.

Saat seperti ini, aku tidak perlu memikirkan kehidupanku yang menyedihkan.

Saat seperti ini, semua masalahku seolah hilang.

Saat seperti ini, hanya ada kenikmatan yang membuatku merasa bisa menjalani hidup beberapa hari ke depan.

Hah.

Tetapi, tiba-tiba, saat aku masih menggerakan tanganku pada alat kelaminku …

Tiba-tiba sebuah sinar muncul di depanku.

Aku tidak percaya pada pemandangan yang aneh di depanku, namun masih tetap melanjutkan gerakan tanganku.

Seorang gadis muncul. Dia sangat cantik. Dia melayang.

“Tunggu, kenapa, ada apa?”

Aku masih menatap tidak percaya makhluk di depanku.

Makhluk itu akhirnya memperhatikanku dengan seksama.

“Apa…,” aku sampai tidak bisa berkata-kata melihat kejadian di depanku. Aku melihat sekelilingku. “Ini mimpi kan?”

Sebelum memikirkan apa yang sedang terjadi, aku menarik selimut dan menutupi tubuhku yang telanjang sebagian, kali ini aku menghentikan gerakan tanganku.

Aku masih tidak percaya pada mataku yang tetap melihat makhluk yang masih di depanku, melayang.

Aku merapatkan bibir, memutar-mutar bola mataku, tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Akhirnya makhluk itu mengangguk pelan, seolah memutuskan sesuatu. “Bagaimana mulainya ya?”

“Siapa kamu?”

“Kamu benar, siapa aku kan? Hmm, biar aku pikirkan. Hmm, kamu boleh menyebutku malaikat pencatat.”

“Tunggu, malaikat pencatat?” jawabku masih belum mengerti apa yang dikatakan makhluk di depanku.

“Kamu tahu, kan, setiap manusia memiliki malaikat pencatat yang selalu mengawasi semua perbuatan manusia selama hidup di dunia ini.”

“Aku tidak tahu, tapi seharusnya mereka tidak terlihat kan?”

“Kamu benar, tapi, dengan izin Tuhan, aku dapat menampakkan wujudku.”

“Kenapa bisa?”

“Aku tidak tahu, mungkin kamu manusia yang beruntung?”

Aku memperhatikan sekali lagi makhluk di depanku, dia memiliki wujud seorang gadis cantik dan memakai baju serba putih. Dia juga masih melayang, dan jika aku perhatikan lebih teliti dia sedikit tembus pandang?

“Tapi aku tidak percaya malaikat mempunyai wujud seperti manusia?”

Makhluk itu tertawa pelan. “Tentu saja ini bukan bentuk asliku, wujud ini juga sama sekali bukan diriku yang asli, bisa dibilang, wujud ini hanya sebuah bayangan dari wujud asliku. Seperti bayangan milikmu yang akan terlihat oleh makhluk dua dimensi dalam bentuk yang berbeda.”

Aku membulatkan mataku, aku pernah mendengar teori bahwa malaikat makhluk yang hidup di dimensi yang lebih tinggi. “Jadi kalian hidup di dunia empat dimensi?”

“Yang jelas, kami hidup di dunia lebih tinggi dari dunia tiga dimensi.”

Aku selalu penasaran dengan dunia empat dimensi, melihat kesempatan ini, mungkin dia bisa menjawab semua rasa penasaranku. “Jadi bolehkah aku bertanya-tanya tentang dunia empat dimensi?”

“Walaupun kamu bertanya padaku, sejujurnya semua pengetahuan yang aku miliki tidak jauh berbeda dengan pengetahuan milikmu. Bahkan jika aku memiliki pengetahuan dari dunia empat dimensi, sampai kapan pun kamu tidak akan mengerti. Seperti jika kamu menjelaskan tentang dunia tiga dimensi ke makhluk dua dimensi, apakah mereka akan mengerti?”

Aku mencoba memahami setiap kata-katanya dan mulai memikirkan jika ada makhluk dua dimensi dan menjelaskan tentang dunia tiga dimensi, apakah mungkin mereka bisa paham? Atau tidak mungkin?

Aku berpikir beberapa saat.

“Jadi apa tujuanmu datang ke sini?”

“Seperti yang aku bilang sebelumnya, kamu manusia yang beruntung dan aku ke sini untuk membantumu menjadi seorang manusia yang lebih berguna?”

“Maksudnya aku yang sekarang, tidak berguna?”

“Sepertinya kamu bisa menjawabnya sendiri, kegiatanmu sehari-hari, cuma makan, tidur, main game, sama masturbasi. Bahkan aku yang bertugas mencatat semua perbuatan yang kamu lakukan di dunia ini, sampai bosan melihatnya.”

Aku tidak bisa berkata-kata mendengar penjelasannya, lalu memalingkan pandanganku mengamati keadaan kamar yang berantakan. Banyak sampah yang bertebaran dimana-mana, ditambah lagi saat ini aku masih telanjang dan belum mencapai klimaks, apakah aku boleh melanjutkannya?

“Kamu benar-benar orang yang hina jika berpikir untuk melanjutkannya.”

“Eh, kamu bisa membaca pikiranku?”

“Tentu saja.”

Berarti aku tidak boleh berpikiran aneh-aneh?

“Iya, aku akan mencatat semua pemikiran busukmu.”

Aku mendesah pelan, aku tidak tahu harus berbuat apa, mungkin lebih baik aku tidur, mungkin setelah aku bangun, semua yang terjadi saat ini hanya sebuah mimpi.

“Kamu boleh melakukan apapun yang kamu inginkan, aku disini hanya sekadar mengingatkan, ngomong-ngomong sekarang sudah jam setengah tujuh, kamu yakin tidak mau berangkat sekolah?”

Aku mendesah pelan, menghidupkan layar ponselku yang masih menampilkan video pasangan yang sedang berhubungan badan, lalu segera menutupnya. Saat aku lihat jam sudah menunjukkan angka 06:35. Apakah hari ini aku berangkat sekolah? Walaupun sebenarnya aku sudah memutuskan hari ini untuk membolos.

Aku memperhatikan makhluk itu sekali lagi, dia masih di sana. “Boleh aku bertanya, apakah surga dan neraka benar-benar nyata?”

Makhluk itu mengangguk. “Dunia setelah manusia meninggal itu ada, di sana konsep waktu tidak ada, jadi kenikmatan dan siksaan akan berlangsung selamanya.”

Aku mendesah pelan. Walaupun aku belum benar-benar paham, namun sebaiknya aku segera bangun berdiri, lalu setelah mengumpulkan niat, aku segera berjalan ke kamar mandi.

***

Setelah mandi dan memakai seragam sekolah, aku segera berjalan menuju sekolah.

Beberapa hal yang aku ketahui, makhluk itu bisa menghilang dan menampakkan wujudnya sesuka hatinya. Bahkan tidak jarang dia menujukan dengan tubuh sangat kecil, mungkin seukuran 10 cm. Itu semua sangat tidak masuk akal kan?

Kamu yakin hanya aku yang bisa melihat wujudmu?

Agar tidak terlihat aneh, aku bertanya dalam hati saat berjalan menuju tempatku bersekolah. Pagi hari memang selalu ramai, namun sepertinya memang tidak ada yang menyadari ada makhluk aneh yang terbang di sisiku.

“Tidak perlu khawatir.”

Makhluk itu berbicara dengan suara keras tanpa ragu, namun sepertinya hanya aku yang bisa mendengarnya.

Aku menguap lebar, walaupun hampir setiap hari aku berjalan menuju sekolah, namun aku tetap tidak terbiasa terkena sinar matahari yang menyilaukan. Hanya karena kejadian aneh seperti ini, pagi ini aku memaksakan tubuhku untuk berangkat sekolah.

Masih ada banyak pertanyaan, namun aku tidak tahu harus mulai dari mana.

“Tidak perlu terburu-buru, aku akan selalu di sisimu mencatat semua yang kamu lakukan, entah sampai kapan, mungkin sampai kamu meninggal?”

Pertama-tama boleh aku tahu namamu?

“Hmm, kalau nama asliku sepertinya tidak mungkin, tapi kamu boleh memanggil aku siapa aja, lagi pula aku hanya bayangan dari diriku yang asli.”

Bayangan? Benar, kamu sebelumnya mengatakan kamu hanyalah bayangan. Tapi aku masih tidak mempercayainya bahkan bayangan sepertimu bisa secantik ini.

“Hah, maksudmu ini?”

Tiba-tiba wajah yang sebelumnya sangat cantik berubah menjadi sangat menyeramkan. Seperti hantu yang di film-film. Wajah berlubang dan mengeluarkan belatung-belatung dari wajah itu.

Tanpa diduga, perutku terasa mual saat melihat makhluk di depanku. Tapi berhubung aku belum makan apa pun sejak siang kemarin, sebanyak aku muntah tetap tidak keluar apa pun.

Namun setelah perutku mulai agak mendingan, aku merasa sangat lelah sekali. Aku memilih untuk duduk di pinggir jalan.

Makhluk itu tertawa keras melihatku seperti ini. “Wajah cantik dan buruk rupa hanya ada di dunia ini, semua itu tidak berarti apa-apa di dunia kami.”

Aku mendesah pelan, mengatur lagi nafasku yang sempat tidak beraturan. Aku memperhatikannya sekali lagi, dia masih memakai wajah buruk rupa. Bahkan saking buruk rupanya, seolah aku bisa mencium bau busuk dari wajahnya.

Lalu kenapa kamu memakai wajah cantik sebelumnya?

“Kenapa? Tentu saja agar kamu tidak kaget melihatku.”

Kamu benar.

Jika aku tidak siap, mungkin aku akan segera pingsan.

Jadi semua wajah cantik atau pun buruk rupa juga hanya sebuah bayangan?

“Benar, bahkan semua yang ada di dunia ini, termasuk bintang dan galaksi-galaksi seperti yang kamu pelajari, hanya sebuah bayangan bagi dunia kami. Seperti kamu melihat dunia dua dimensi, kami melihat dunia ini hanya sebuah bayangan, tidak ada yang spesial.”

Hmm, begitu ya. Hanya sebuah bayangan? Meski pun bagi kami dunia ini sudah sangat indah?

“Indah karena kamu hanya pernah melihat dunia ini, jika kamu melihat dunia lebih tinggi dari dunia ini, dunia ini tidak berarti apa-apa, hanya sebuah bayangan.”

Jadi kenapa kami harus hidup di dunia ini?

“Tentu saja untuk menyembah kepada Tuhan yang kamu percayai, kan? Bahkan aku pun selalu menyembah kepada Tuhan.”

Aku menghembuskan nafas panjang. Jadi begitu, bahkan aku tidak ingat terakhir kali aku berdoa kepada Tuhan. Tunggu, apakah aku sekarang percaya adanya Tuhan? Tapi entah mengapa, aku tidak mau memikirkannya, namun hanya dengan melihat makhluk di sampingku saja, mungkin sekarang aku percaya adanya Tuhan.

Apakah tidak apa-apa jika aku berdoa mulai sekarang?

“Tentu saja tidak apa-apa. Itu permulaan yang bagus kan?”

Tapi ngomong-ngomong bagaimana aku harus berdoa?

“Apa pun yang kamu ucapkan asalkan bisa mengingatnya. Seperti, aku menjalani hidup hari ini untuk mendapatkan belas kasih Tuhan.”

Baiklah, aku menjalani hidup hari ini untuk mendapatkan belas kasih Tuhan.

Setelah berdoa, meski pun aku belum benar-benar paham apa yang aku ucapkan, namun mengesampingkan semua itu untuk saat ini, aku melanjutkan berjalan menuju sekolah.

***

Setelah sampai di kelas, aku segera duduk di bangku milikku. Meja pojok dan paling belakang. Meski pun awalnya tiap meja di isi dua anak, namun karena ada satu anak di kelasku yang pindah sekolah, akhirnya aku duduk sendiri dan itu lebih baik, karena aku memang sudah terbiasa sendiri.

Aku melihat ponselku, kurang beberapa menit lagi hingga jam pelajaran pertama dimulai.

Makhluk itu masih melayang di sisiku dan sekarang sudah kembali menjadi wajah yang cantik namun dengan ukuran tubuh anak kecil. Tunggu aku belum tahu namanya.

“Kamu boleh memanggilku apa aja.”

Nama ya? Apa ya?

Tunggu, kamu akan selalu memakai wajah ini kan?

“Tentu tidak dong,” ucapnya lalu dengan mudah menjadi wajah yang sangat tampan, seperti seorang pangeran. Aku membulatkan mataku melihat dia membuat pose melebarkan telunjuk dan ibu jari lalu menempelkan ke dagunya.

Bahkan aku sampai terpana melihat ketampanannya.

Kalau begini aku tidak tahu harus memakai nama yang mana.

“Tapi agar kamu tetap normal, aku akan memakai wajah ini,” lanjutnya memakai wajah gadis yang cantik sebelumnya. “Aku takut jika aku memakai wajah tampan, kamu akan lebih suka pada pria.”

Aku juga masih normal, tentu saja aku lebih suka melihatnya memakai wajah cantik.

Berarti nama perempuan ya, siapa ya, putri?

“Terlalu biasa.”

Eh, kamu yakin berkata seperti itu? Baiklah gimana kalau Nur?

“Oke kalau itu.”

Oke sudah diputuskan, Nur.

Tidak lama kemudian Pak Rizal akhirnya datang, guru mata pelajaran matematika. Seketika para murid menjadi tenang dan pelajaran pun dimulai.

Aku menguap begitu pelajaran dimulai, hari ini mempelajari limit trigonometri. Pelajaran yang sangat aku tidak sukai. Kenapa juga kita harus mempelajari materi seperti ini, materi seperti ini tidak akan digunakan di dunia nyata kan?

“Kamu benar, materi ini tidak akan digunakan di dunia nyata dan bagi kami sama sekali tidak penting. Bahkan semua ilmu pengetahuan di dunia ini juga tidak penting kecuali ilmu dari kitab yang turun atas kekuasaan Tuhan. Tapi tujuan utama dari belajar ilmu seperti ini adalah untuk kalian berpikir. Jika kalian bisa menyelesaikan soal seperti ini dengan mudah, soal di dunia nyata yang lebih mudah seharusnya juga bisa diselesaikan dengan mudah, kan? Sayangnya banyak dari kalian tidak paham proses berpikir seperti itu dan tidak dapat menerapkannya di dunia nyata.”

Aku mengangguk beberapa kali sedikit paham penjelasan Nur. Aku rasa penjelasannya lebih menarik daripada Pak Rizal yang hanya fokus mempelajari sebuah soal.

Mungkin kamu lebih cocok menjadi guru daripada pak Rizal?

Nur tertawa keras.

Sekali lagi aku memperhatikan penjelasan dari Pak Rizal. Sesekali aku memperhatikan Nur ikut mendengarkan penjelasan Pak Rizal. Walaupun dia tidak menapak lantai, tapi dia tidak bergerak sedikit pun, seolah dia duduk di udara.

Aku penasaran, kalau kamu mau, kamu bisa menyentuh benda di dunia ini gak sih?

Nur mengalihkan pandangannya menatapku lalu menggeleng.

“Tubuh yang kamu lihat sekarang tidaklah nyata. Hanya sebuah bayangan dan bisa menghilang kapan saja. Namun atas izin Tuhan, aku diberikan akal. Tentu saja akal sepertimu agar kamu mudah paham. Jadi meski pun aku menjadi seperti ini,” tiba-tiba Nur menjadi bola kecil yang bersinar. “Aku masih bisa berbicara, melihat dan mendengar, tapi tetap tidak bisa disentuh atau pun menyentuh apa pun di dunia ini.”

Lalu kenapa kamu memakai wujud seorang gadis cantik?

“Hmm kenapa ya? Biar kamu lebih memperhatikanku? Kalau seperti bola kecil ini, aku yakin kamu lebih sering mengabaikanku.”

Kamu benar.

Tiba-tiba dia berubah menjadi gadis cantik seperti sebelumnya lalu tersenyum sangat manis. “Gimana? Dengan wujud ini pasti kamu terpana kan?”

Aku mengangguk pelan lalu memalingkan pandanganku memperhatikan Pak Rizal yang masih menjelaskan.

Nur sekali lagi tertawa dengan keras. “Manusia memang mudah diperdaya ya.”

***