Sepertinya semua manusia berpikir begini: kita adalah peran utama dari hidup kita sendiri. Yeah, mungkin kita hanyalah pemeran pembantu di kehidupan orang lain, namun di kehidupan kita sendiri, kitalah pemeran utamanya dan kitalah pemegang kendali atas kisah ini. Tapi, itu tidak berlaku untukku.
Hey, maksudku begini, aku tidak bodoh untuk tidak menyadari bahwa aku adalah pemeran utama di kehidupan banyak orang yang kukenal. Bukannya bermaksud menyombongkan diri, tapi bagi orang-orang yang kukenal, dunia ini berputar hanya untukku. Oke-oke, dunia tidak akan hancur hanya karena aku mati suatu hari nanti, itu terdengar mustahil. Tapi di mata mereka, aku adalah ratu, aku menginginkan sesuatu dan aku pasti akan mendapatkannya. Aku adalah pusat dunia mereka.
Dan yang perlu digaris bawahi, aku—Jung Na Eun—juga bukanlah cewek SMA bodoh yang tidak menyadari tatapan memuja dari banyak orang yang melihatku. Aku cantik, walau tidak terlalu pandai, namun aku memiliki karier yang bagus sebagai model dan Ibuku adalah aktris kondang yang masih aktif di atas panggung sandiwara. Dan wajar saja jika banyak orang yang iri dengan hidupku.
Kalian harusnya sadar, cewek cantik yang tidak sadar dengan kecantikkannya hanya ada di dalam film. Di kehidupan nyata, mereka adalah penindas yang keji.
Dan kisah ini akan dimulai dari hidupku yang begitu sempurna.
Awalnya begitu, awalnya begitu sempurna hingga akhirnya … Yeah kalian pasti tahu, semua orang punya cerita mereka sendiri dan tidak semua cerita berjalan dengan mulus.
.
.
.
Pagi itu berjalan seperti biasanya, lokerku penuh dengan surat-surat tidak jelas … ups, bukan maksudku. Itu hanya surat dari penggemarku dan sebenarnya isi surat itu tidaklah terlalu penting. Aku beberapa kali membacanya dan inti dari surat-surat itu hanya menjelaskan tentang betapa mengagumkannya diriku atau betapa mereka mencintaiku dan menuja-mujaku.
Astaga! Aku bukan Tuhan! Kuharap mereka berhenti melakukan hal-hal itu lagi. Aku hampir tidak lagi membaca semua surat itu, jika kalian ingin tahu.
“Menyenangkan sekali jadi dirimu,” kata Kim Yeon Jun yang muncul entah dari mana.
Aku tersenyum tipis, menutup lokerku setelah mengambil beberapa buku yang kubutuhkan untuk mata pelajaran hari ini. “Apanya?” tanyaku sambil menatapnya yang sedang bersandar pada loker di samping lokerku.
Yeon Jun angkat bahu. “Memiliki banyak penggemar, misalnya. Kau tidak ingin membalas surat-surat mereka?”
Aku mencondongkan tubuhku. “Jika kau ingin tahu,” membisikkan sesuatu di telinganya. “Hal itu sama sekali tidak menyenangkan. Tidak, tentu saja tidak.”
“Jahat sekali. Bagaimana itu bisa jadi tidak menyenangkan?” Yeon Jun selalu memiliki respons yang baik. Jika kau berbicara dengan serius, dia juga akan mengikutimu, walau jelas hanya pura-pura.
“Akan sangat memalukan jika mereka mengetahui kebiasaan burukmu. Misalnya-”
“Misalnya, kentut ketika buang air besar?” sambung cewek itu, kemudian cewek itu tertawa untuk alasan yang tidak jelas. “Astaga! Siapa yang tidak kentut ketika buang air besar?”
Aku angkat bahu. “Entahlah, mungkin ada, tapi hanya segelintir orang.”
“Lagi pula, orang bodoh mana yang berpikir seperti itu, secantik apapun dirimu, kau pasti buang air besar, mengupil, dan juga kentut. Itu bukan hal menjijikan, itu wajar.”
“Yeah, namun bagi mereka aku sangatlah sempurna sampai tidak bisa melakukan semua itu. Mungkin di pikiran mereka kotoranku berwarna emas.”
Kami tertawa pada sesuatu yang tidak lucu sama sekali. Lebih tepatnya aku tertawa palsu. Aku tidak mau mengakui, tapi pada dasarnya aku tidak menyukai Kim Yeon Jun. Oh yeah! Aku sadar bahwa aku sombong dan menyebalkan. Tapi, Kim Yeon Jun lebih buruk dari itu.
Dia cewek picik dan licik. Hah! Semua orang berpikir dia baik hati hanya karena mempunyai senyuman yang ramah. Harusnya kalian lihat betapa menyebalkannya dia saat menggembar-ngemborkan berita bahwa dirinya akan debut sebagai idol.
Yeah … yeah … Kim Yeon Jun memang mempunyai suara yang bagus dan tubuh yang lentur. Tapi, bukan rahasia umum lagi, kalau dirinya hanyalah seorang pembual!
Biar kuceritakan sedikit.
Aku dan Yeon Jun berteman sejak SMP. Ah, kita tidak benar-benar berteman. Apa ya sebutannya? Kim Yeon Jun hanyalah seorang pesuruh. Dia hanyalah cewek cupu dan miskin yang sering menempel padaku seperti benalu. Aku benar-benar membencinya. Dia bersikap seolah kami ini akrab dan mengatakan pada semua orang bahwa kami adalah teman dekat. Astaga! Aku bahkan hanya sekali mengajaknya berbicara saat mata pelajaran Penjaskes dan dia bersikap seolah kami berteman! Bukankah aneh?
Semenjak saat itu dia mulai banyak tingkah dan aku membiarkannya. Aku tidak bisa menatap sambil menghinanya seolah dia hama di saat semua mata tertuju padaku. Aku ini anak dari seorang artis terkenal dan aku tidak mau berita buruk tentang Ibuku muncul di beranda website gosip.
Aku tidak mau karier Ibu hancur, lagi pula aku sedang mempersiapkan debutku sebagai model majalah dan iklan. Dan bukankah itu bagus? Image-ku jadi terlihat baik karena mau berteman dengan si cupu Kim Yeon Jun? Yeah, memang seharusnya begitu.
Kami masuk ke dalam kelas dan semua mata tertuju pada kami, aku lebih tepatnya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman singkat yang terlihat ramah. Kebanyakan dari mereka membalas sambil menyapaku, sisanya buang muka acuh tak acuh.
Mereka membenciku, aku tahu itu. Aku juga sadar senyuman ramah yang mereka layangkan kebanyakan hanyalah palsu. Mereka berpura-pura bersikap baik padaku hanya karena aku anak seorang artis terkenal dan itu bukanlah rahasia umum.
Hah! Memuakkan! Lakukan saja sesuka kalian! Ingin sekali berteriak seperti itu, tapi sekali lagi, aku tidak bisa.
Aku langsung melenggang ke baris empat dari pintu masuk dan deret ke dua dari belakang, dekat dengan jendela yang memiliki pemandangan halaman sekolah. Halaman—yang tidak terlalu luas dan dikelilingi oleh pepohonan rindang—tempat berkumpulnya anak-anak populer di sekolah yang memisahkan gedung B dan gedung olahraga.
Kafetaria sekolah ini tidak buruk dan cukup luas untuk menampung murid-murid. Tapi halaman sekolah adalah tempat yang sempurna untuk makan siang. Harus digarisbawahi, hanya untuk musim semi. Karena halaman itu dikelilingi pepohonan cherry blossom yang indah. Sedangkan di musim gugur dan dingin, hey, orang bodoh mana yang mau makan di halaman sekolah saat udara hampir sama dinginnya dengan kulkas?
Dan saat musim panas, kau harus berpikir dua kali untuk makan siang di sana. Sebenarnya tidak terlalu buruk, tapi siapa yang mau makan di bawah sinar matahari yang mampu membuat kulitmu gosong dan kering layaknya daging babi panggang? Aku sih, tidak mau.
Hannyoung High School adalah sekolah yang sangat terkenal di wilayah timur. Reputasi sekolah ini begitu bagus sampai banyak murid dari wilayah lain di Seoul mati-matian ikut ujian masuk di sini. Ada rumor yang mengatakan, jika kau masuk ke sekolah ini akan dengan mudah pula masuk ke Universitas Seoul. Tentu saja, aku mati-matian masuk ke sini, walau dibantu dengan koneksi Ibuku.
Tapi, itu dulu. Yeah dulu, sebelum kasus Son Seung Hee muncul.
“Sial!” adalah kata pertama yang kuucapkan pagi itu—satu bulan yang lalu—ketika melihat berita ditemukannya mayat murid SMA yang menghilang tanpa jejak tiga tahun sebelumnya. Siapa yang tidak tahu dengan kasus pembunuhan Son Seung Hee? Yeah memang tidak seterkenal itu sampai seluruh dunia tahu. Pokoknya dulu kasus itu benar-benar menghebohkan wilayah timur.
Tentu saja, keluarga Son adalah orang paling berpengaruh di wilayah timur. Bisnisnya ada di mana-mana dan keluarga mereka adalah penguasa wilayah ini. Mungkin, keluarga mereka juga adalah salah satu orang terkaya di Korea Selatan, aku tidak benar-benar tahu di urutan keberapa. Dan kasus Son Seung Hee—yang ternyata lebih mudah dari teka-teki silang—menghancurkan segalanya.
Kabar terakhir yang kudengar, perusahaan mereka yang mengalami krisis dan hampir bangkrut itu diambil alih oleh Paman Seung Hee. Walau kehilangan banyak, mereka mampu bertahan sampai hari ini.
Seperti yang kubilang, aku masuk ke sekolah ini selain karena reputasi dan rumor itu, juga karena Son Seung Hoon. Cowok itu adalah kakak kelasku yang sekaligus adik dari Son Seung Hee. Dia begitu tampan sampai aku tidak bisa mengedipkan mataku saat melihatnya pertama kali di upacara pembukaan tahun ajaran baru tiga bulan lalu.
Aku pertama kali melihat foto Son Seung Hoon dari Jo Ha Seul eonni (sebutan yang digunakan oleh adik perempuan kepada kakak perempuan). Kami saling kenal karena Jo Ha Seul adalah mantan model dan iklan sewaktu kecil. Aku mengenalnya dari Ibuku ketika kami bertemu di acara makan malam yang di adakan oleh salah satu perusahaan majalah. Dari rumor yang beredar Jo Ha Seul akan memulai debutnya kembali sebagai model professional tahun depan.
Aku langsung jatuh hati pada Seung Hoon tentu saja. Dia bahkan lebih tampan dari beberapa idol dan model yang pernah kutemui. Beberapa dari mereka terlihat tampan dan mempunyai kulit bagus karena make up setebal lima senti, jika kau ingin tahu. Tapi, Son Seung Hoon berbeda, aku tahu itu.
Aku langsung mendaftar menjadi Son Seung Hoon fans club dan menjadi anggota yang ke 400 sekian-sekian—hey! Wajar saja, dia tampan!
Dan pagi itu, tepat tiga minggu setelah aku mendaftar, klub itu bubar dengan sendirinya. Aku merobek-robek kartu anggota dan membuangnya ke tempat sampah. Orang tertampan di sekolah ini seolah menghilang di telan bumi.
Yeah memang dia masih bersekolah di sini sampai sekarang. Tapi orang-orang tidak memandangnya seperti dulu. Setelah kasus pembunuhan itu, siapa yang masih mau memujanya? Lebih tepatnya orang-orang tidak mau berurusan dengannya. Untungnya cowok itu tidak mengalami bullying.
Tiga hari setelahnya, kabar burung beredar bahwa Son Seung Hoon berpacaran dengan Park Soo Yeon—cewek yang membantunya memecahkan kasus Son Seung Hee. Dan hari itu, menjadi hari patah hati bagi Son Seung Hoon fans club.
Oh yeah, aku juga melengserkan posisi cewek tercantik di sekolah ini—yang sebelumnya dipegang oleh Jo Ha Seul—dan naik ke posisi pertama. Memang tidak ada yang mengatakannya secara gamblang, tapi semua orang tahu hal itu.
.
.
.
Aku meletakkan kamus Bahasa Inggris di atas meja. Pelajaran pertama akan diisi dengan pelajaran yang paling tidak kusukai. Bahasa Inggris itu menyulitkan! Kenapa aku harus belajar bahasa yang bahkan sama sekali tidak kugunakan sehari-hari?
Lagi pula, kau sering lihat, kan? Banyak artis dan idol yang tidak bisa bahasa asing dan tanggapan orang-orang: mereka terlihat lucu. Bukan berarti aku mengatakan belajar bahasa asing itu buang-buang waktu dan tak ada gunanya. Hanya saja, tidak benar-benar berpengaruh untuk karierku.
Baik-baik, aku mengatakan ini hanya karena aku tidak suka pelajarannya dan aku malas mempelajarinya.
Pernah mendengar kalimat ini: jika kau cantik, tak perlu pandai dalam semua hal, tapi jika kau buruk rupa, setidaknya pintarlah, atau kalimat lain yang mirip seperti itu. Karena pendapat yang timbul dari orang-orang: aku terlihat lucu, bukannya bodoh.