Sejak saat itu, hari-hari yang ku lalui menjadi semakin kosong. Kecewa ku kepada dirinya yang dulu selalu menjadi manusia favoriteku, ternyata mampu mengubah hatiku menjadi sedingin es. Aku tidak ingin lagi mengenal tentang apa yang mereka sebut dengan, cinta. Memulai sesuatu yang hanya akan berujung menyakitkan.
Cinta?
Bagiku kata cinta hanyalah sebuah omong kosong yang akan menjadi sebuah awal hancurnya perasaan seseorang. Tidak jarang orang sampai rela mengakhiri hidupnya hanya karena sebuah rasa yang di sebut dengan, cinta. Miris sekali bukan? Saat orang yang dicintai sedang bahagia dengan pilihannya, ada hati yang harus terluka dan lebih parahnya, ada yang sampai memilih jalan untuk mengakhiri hidupnya hanya demi, cinta. Bodoh! Dunia tidak akan berhenti hanya karena putus cinta, bukan?
Memang dunia tidak akan berhenti hanya karena putus cinta, tapi duniaku berubah hanya karena sebuah rasa yang ku sebut dengan, cinta.
Angin malam berhembus membelai wajahku dengan lembut. Aku menikmati suasana malam dari balkon kamarku, tempat favorite ku untuk menenangkan diri dari penatnya masalah dunia yang membebani hati dan pikiranku. Aku menyesap secangkir cokelat hangat yang sejak tadi menemani malam sepiku. Tidak ada bintang dan rembulan malam ini karena rintik hujan sedang menyapa bumi. Mungkin saat ini langit sedang bersedih saat ini hingga tangisnya membasahi bumi dan menambah rasa dingin malam ini.
Aku melangkahkan kakiku masuk kedalam kamar setelah aku menghabiskan secangkir cokelat hangatku. Udara malam yang dingin juga semakin menusuk hingga ke tulang dan membuat tubuhku mulai menggigil.
Aku melangkah menuju ranjangku dan menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhku yang terasa dingin sebelum aku merebahkan tubuh lelahku. Aku menatap langit-langit kamarku dan perlahan aku mulai memejamkan mataku yang langsung membawaku memasuki dunia mimpi.
Aku berjalan menyusuri sebuah koridor. Aku terus melangkah masuk ke dalam hingga mataku menangkap sosok yang sangat ku rindukan selama ini. Tapi sungguh, aku tidak ingin menemuinya kembali karena rasa benciku padanya yang sudah terlalu besar.
Setelah sekian lama aku dan dia berpisah, untuk pertama kalinya aku kembali melihat sosok yang dulu sangat ku cinta. Namun saat ini bukan lagi bahagia yang kini aku rasakan, tapi perasaan yang sangat menyakitkan dan sangat menyesakkan dada.
Aku diam mematung di tempat saat melihatnya tersenyum padaku. Mata itu kembali menatapku, namun itu semua benar-benar membuat hati ku terasa semakin hancur.
Rasanya enggan untuk menatap kembali mata itu. Mata yang dulu selalu menyejukkan hatiku tapi kini, pancaran matanya hanya akan memperdalam luka di hatiku.
“Hey pengecut, lama tak jumpa“ sapaku dengan senyum meremehkan padanya.
Aku bisa melihat bagaimana raut wajahnya memancarkan kekecewaan dan rasa sakit saat mendengar kalimat yang ku ucapkan. Tapi itulah kenyataannya, karena dimataku dia hanyalah seorang pengecut yang melukai perasaan orang lain karena keegoisannya. Aku bisa melihat jelas air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya, menunjukkan bahwa dia memang sangat terluka karena sikapku.
Aku benci melihat itu, aku benci melihatnya menangis karena air mata itu selalu meluluhkanku. Sungguh, aku tidak tahan melihatnya menangis seperti ini. Tapi kali ini, aku tidak akan luluh hanya karena air matanya.
Aku berjalan semakin mendekat padanya dengan mata yang terus menatap pada wajah cantik yang masih dibanjiri air mata. Wajah yang dulu selalu menjadi favoriteku, wajah yang selalu bisa menenangkanku dan wajah yang selalu aku rindukan.
“Cih,, sungguh memuakkan“ batinku berkata saat melangkahkan kakiku semakin mendekat padanya
Didekatnya aku hanya terdiam melihatnya menangis dengan air mata kepalsuan yang selalu dia keluarkan disaat seperti ini.
“Maaf“ ucapnya sambil menangis tersedu seolah dirinya yang sangat terluka disini.
Aku semakin tajam menatap kepadanya, berusaha menahan segala gejolak yang membuat dadaku sesak. Apa dia berfikir dengan kata maaf semuanya bisa kembali seperti semula? Apa dia berfikir dengan kata maaf darinya mampu mengembalikan hati yang sudah hancur berkeping-keping?
Cih,, pikiran bodoh macam apa itu?
Aku hanya mampu tersenyum miris setelah mendengar kata maaf darinya.
“Maaf ? Apa kamu pikir kamu layak?“
Segera aku berlalu meninggalkannya setelah mengatakan itu. Aku tidak peduli lagi dengan dia yang sedang menangis sendu saat ini. Hatiku sudah terlalu sakit karena dia sudah membuatku sangat kecewa dengan apa yang dia lakukan padaku di masa lalu dan saat ini yang aku rasa hanya kebencian.