Motor rusak, duit nggak punya. Sementara harus ngampus pake tuh motor. Ya, gimana kalau tiap gerak beberapa meter motornya langsung mogok! Belum lagi tangki bensinnya bocor! Gini amat punya motor tua :') Andai kupunya duit, uda2h masuk rumah sakit lu, Motor!
Kukirimkan keluh kesah itu ke cerita Instagram. Bukannya mau mengumbar kesusahan, tapi rasanya agak mengganjal di hati untuk terus memendam gundah gulanaku karena motor butut itu. Tampilan luarnya memang bagus, sebagus cewek yang pakai mekap. Tapi, nggak tahu tampilan dalam. Pokoknya si motor kepengin mogok terus kalau kubawa pergi.
Seharusnya aku bisa sampai ke kampus cuma lima belas menit. Karena masalah ini bisa jadi sampai setengah jam atau lebih. Tergantung berapa banyak motornya mogok.
Sudah kuceritakan masalah ini sama Mama dan Abang, tapi mereka belum bisa memberikan solusi apa pun. Nggak punya uang, itu alasan kami.
Kurebahkan diri ke ranjang setelah membuang napas panjang. Selain melelahkan, aku juga merasa kalau hidup nggak punya duit pastilah sangat susah, contohnya yang dialami sekarang.
Kalau aku orang kaya, nggak akan sepanjang ini napas yang dibuang. Sekali bernapas, mungkin motornya bisa langsung datang. Ini yang kunamakan the power of money, bukan netizen. Karena aku bukan artis yang bisa punya duit karena diserang netizen, endorse gitu.
Nggak lama, ada bunyi notifikasi yang masuk ke ponsel yang kubeli untuk seumur hidup ini. Lagi-lagi, alasannya karena nggak punya duit. Jadi, aku harus berhati-hati menggunakan ponsel supaya nggak cepat rusak sebelum lulus kuliah. Kalau sudah lulus, mungkin aku bisa membelinya dengan gaji dari hasil kerja nanti.
Setelah menghidupkan kembali layar ponsel, betapa terkejutnya aku melihat kotak DM dari dosenku itu. Aku langsung buru-buru membukanya agar bisa melihat isi dari pesan yang membalas cerita Instagram-ku barusan.
@zayan.aidan16
Adira, kamu mau motor baru? Saya bisa belikan kalau kamu mau bantu saya.
Dengan jantung yang masih berdetak kencang, aku semakin melototkan mata ketika membaca pesannya. Terlebih lagi kalimat terakhirnya membuatku langsung berkeringat dingin sekaligus penasaran.
Dengan tangan yang gemetar, kubalas pesannya dengan penuh tanda tanya.
@adiraza12
Maksud Bapak apa, ya?
Kuembuskan napas setelah mengirim pesan itu. Kulihat Pak Aidan masih online. Dia juga langsung membaca pesanku tanpa berlama-lama. Apakah itu artinya Pak Aidan juga menunggu pesan balasanku?
@zayan.aidan16
Saya bisa belikan kamu motor, Adira. Tapi, saya butuh bantuan kamu untuk jadi pacar pura-pura saya. Kamu mau?
Aku langsung membulatkan mata setelah membaca pesannya. Seketika ponsel yang kupegang jatuh ke wajah dengan keras. Jantungku berpacu dengan kencang—lebih kencang dari sebelumnya yang membuatku merasa cukup sakit.
Aku kembali mengetikan balasan pesannya. Selain penasaran, aku juga butuh tawaran yang Pak Aidan berikan. Tahu sendiri bagaimana motorku itu.
@adiraza12
Pacar pura-pura gimana, Pak?
Aku menunggu pesannya. Seperti sebelumnya, dia langsung membaca pesanku dan sedang mengetik.
@zayan.aidan16
Kamu harus pura-pura jadi pacar saya di depan keluarga saya. Cuma itu, kok. Sebagai gantinya, saya bakal belikan kamu motor baru. Saya cuma butuh cewek untuk jadi pacar pura-pura. Murni cuma pacar, tidak lebih, Adira.
Aku membaca pesan itu dengan kerutan di dahi, sedikit menimbang kalimat terakhirnya.
@zayan.aidan16
Gimana? Kamu mau?
@adiraza12
Cuma di depan keluarga Bapak, kan? Berapa lama, tuh? Jangan lama-lama, Pak. Entar saya diikat perjanjian gini nggak enak!
Aku mengirimkan pesan itu tanpa sadar kalimat dan tanda seru yang kuketik. Tapi, itu benar juga, kan? Kalau perjanjian kami terlalu lama, gimana kalau ada cowok yang suka samaku? Eh, kok, aku mikirnya terlalu jauh, sih!
@zayan.aidan16
Cuma sebentar, Adira. Tidak akan sampai berminggu-minggu. Yang penting Mama saya percaya kalau kamu pacar saya, setelah itu selesai.
@zayan.aidan16
Kamu mau?
Belum lagi selesai membaca pesan pertamanya, Pak Aidan sudah mengirimkan pesan kedua untuk kepastian. Apa sebegitu terburu-burunya dia mencari pacar pura-pura?
@adiraza12
Boleh, Pak. Tapi, motor baru, kan?
Kurang ajar nggak, sih, bertanya kayak begini sama dosen sendiri? Walau ini hasil dari perjanjian kami, tapi rasanya kayak aku dibayar atas jasa apa gitu.
@zayan.aidan16
Benar. Saya belikan motor baru sebagai imbalannya. Ini saya kirimkan nomor pribadi saya, tolong kontak ke WA saya segera, ya.
@zayan.aidan16
0813 xxxx xxxx
Aku mengirimkan emotikon jempol untuk menanggapi pesannya. Buru-buru kusimpan nomor teleponnya di ponsel agar mudah bertukar informasi lewat WhatsApp.
@zayan.aidan16
Setelah motornya sampai ke kamu, itu artinya kamu resmi jadi pacar pura-pura saya, Adira. Kamu ngerti, kan?
Aku langsung membalas pesannya tanpa berlama-lama sebelum mematikan sambungan internet ponsel.
@adiraza12
Ngerti, Pak.
Setelah pesan itu, Pak Aidan nggak ada mengirimkan pesan apa pun. Dia cuma melihat pesanku saja, kemudian keterangan online-nya hilang. Mungkin dia sudah keluar dari Instagram.
Aku meletakkan ponsel di sisi kanan, kemudian menyampingkan tubuh ke kiri menghadap jendela kamar yang silau.
Aku terpikir dengan perjanjian tadi, apakah itu baik? Bagaimana caraku menjalankannya? Imbalan motor itu, apa nggak terlalu berlebihan?
Aku cuma jadi pacar pura-pura. Tapi, Pak Aidan membelikanku motor baru, itu terdengar nggak mungkin. Keputusanku, apa itu nggak akan bermasalah nantinya?