Siang ini Marzuki mengantar isteri dan anaknya ke terminal Rajekwesi, Bojonegoro. Dengan mengendarai motor GL-Max tahun 2000, mereka melintasi jalan perbukitan beraspal yang ditambal sana-sini. Mereka menyebut daerah itu dengan nama Menilo. Seolah nama kota di negara tetangga. Jalanan itu asing bagi para penduduk sekitar sungai Bengawan Solo. Lantaran sering digunakan untuk memangkas waktu perjalanan dari Kecamatan Soko menuju Bojonegoro. Kususnya dari desa Cekalang ke Kota Bojonegoro. Jarak tempuh perjalanan tidak terlalu lama, kurang lebih dalam 20 menit akan sampai ditempat tujuan. Kalau saja ingin sedikit ngebut, 10-15 menit akan sampai di Bojonegoro.
Siang ini cukup terik, dan cukuplah untuk menghitamkan dahi orang-orang yang keluyuran siang hari. Namun, seperti biasa, lalu lalang kendaraan dari Menilo ke Bojonegoro cukup ramai.
Pukul 2 siang, Marzuki dan Isterinya sudah sampai di tempat tujuan, yaitu terminal. Marzuki menurunkan isteri dan anaknya di sisi seberang jalan, tepat di depan gerbang keluar bus. Supaya tak terlalu lama menunggu bus yang ngetam didalam terminal. Memang lebih baik menunggu diluar meskipun panas-panasan.
Depan terminal ramai siang ini, tentu karena hari Sabtu ini adalah awal libur semester genap. Mela dan ibunya, Sumirah, berencana berkunjung ke rumah kakek dan nenek di Jombang, Bapak dan Ibu kandung Sumirah. Panggil saja Mbah Kung dan Mbah Yah.
Sejurus kemudian, bus Puspa Indah berwarna biru muda merangkak keluar dari parkiran. Bergerak menuju gerbang keluar, pelan sekali. Entah hati-hati atau si sopir tengah melihat-lihat adakah calon penumpang atau tidak. Memang sudah jadi kebiasaan para supir bus di sini. Ngetam berjam-jam menunggu penumpang memenuhi kursi. Bus mulai menyeberangi jalan, lalu parkir di tepi timur jalan Raya. Setelah ditengok ternyata masih banyak kursi kosong didalam bus. Pantas saja.
"buk, hati-hati ya." pesan Marzuki pada isterinya. "Mela juga," tambahnya.
"iya pak, berangkat dulu," sahut Sumirah.
Ibu dan anak itu melangkah memasuki bus. Sambil menenteng sebuah tas yang isinya hanya mereka yang tahu. Sumirah menggandeng tangan kanan Mela. Melirik sana sini dan memilih deret kursi ketiga belakang supir bus.
Mereka menata barang-barang bawaan dengan cermat supaya tidak terlalu sumpek. Sumirah membuka tas nya, dan merapikan isi tas berwarna coklat itu. Setelah itu ia menutup tas pelan, memastikan supaya barang bawaan tidak terjepit resleting. Kemudian Sumirah menginjak tas itu, memastikan tasnya tak terlalu tinggi supaya bisa masuk ke kolong tempat duduk penumpang. Lalu didorong kearah belakang ke bawah kursi.
Mela duduk didekat jendela dan Sumirah duduk dibagian dalam kursi. Lantaran Mela mudah mabuk perjalanan, akhirnya mencari angin di lubang-lubang cendela ini menjadi salah satu antisipasinya.
Para penumpang lain mulai masuk. Berdesak-desakan berebut tempat duduk. Tak perlu menunggu begitu lama, semua tempat duduk telah penuh. Namun di luar Bus masih banyak calon penumpang tengah berusaha masuk, mungkin 5 lima orang, bahkan lebih.
Ada ibu-ibu paruh baya membawa karung, entah berisi apa. Ada pula laki-laki tua menggendong anak kecil, disusul perempuan agak muda membawa gendongan kosong. Sepertinya, itu ibu dari anak yang di gendong pak tua. Ada pula pengamen ikut berdesakan, menyanyikan lagu Galang Rambu Anarki. Lagu yang tidak menarik sama sekali bagi para penumpang ini. Ramai penumpang didalam bus, dan posisi bus yang tak juga beranjak dari tempat ngetam membuat suasana semakin panas. Oksigen semakin menipis.
Sejurus kemudian Bus berangkat, karena memang harapan pak supir sudah terpenuhi. Hampir semua kursi penuh oleh penumpang. Mungkin setoran untuk hari ini bisa closing. Pikir si sopir. "Buk, Ibuk bawa kembang di depan rumah kah?" tanya Mela di tengah perjalanan.
"Hah? Enggak," sahut Sumirah keheranan. Apa pula maksud pertanyaan Mela, padahal dia juga tahu barang-barang yang dipersiapkan sebelum perjalanan di mulai dari desa Cekalang tadi. "Melati?" tambah Sumirah menanya.
Mela mengangguk sambil menggaruk-garuk kepalanya. Matanya membulat, seolah kebingungan. Tanpa pikir panjang, Mela kembali melihat-lihat pemandangan hamparan sawah di balik jendela. Jalanan setelah terminal Rajekwesi Bojonegoro didominasi oleh hamparn sawah di kiri-kanan. Bagi mela pemandangan diluar cukup menghibur, lantaran melihat tanaman padi yang terkesan berwarna hijau sehijaunya. Meskipun, sesekali pandangannya terganggu lantaran lubang jalan yang mengganggu putaran roda Bus. Sampai-sampai Mela lupa akan bau khas bus kota yang sering membuat mual.
Akhirnya setelah melewati perbatasan Bojonegoro, berhentilah Bus di sebuah pasar. Kami menyebutnya Pasar Babat. Bus dengan misi serupa yaitu ngetam. Entah si sopir berencana mendiamkan Bus dengan mesin yang menderu berapa lama lagi. Si sopir itu terlihat turun dari tempat duduk nya. Entah kemana, mungkin sedang mencari minum atau rokok barangkali.
Sekejab, penjual tahu Sumedang memasuki bus, menambah kesesakan tentunya. Penjual tahu sumedang ini gigih sekali, sekalipun kondisi bus sedang sesak dia masih bisa mengusakan untuk masuk dan menawarkan dagangannya. Sayangnya ketika ia berjalan dari pintu depan hingga pintu belakang taka da satupun penumpang yang membelinya. Mungkin penumpang lebih membutuhkan minuman segar.
"Untung dapet tempat duduk," gumam Sumirah lantaran melihat penumpang yang baru masuk dan harus berdiri, berdesakan dengan penumpang lain. Harus pula bersedia agak merapatkan kaki supaya barang bawaan penumpang lain bisa di letakkan di bawah. Jika barang bawaan tidak terlalu besar terlebih bentuknya berupa tas, lebih baik tasnya dikenakan saja.
Mela meraih lengan baju Sumirah, "Buk, haus," gerutunya singkat. Benar saja, sudah terlalu lama si sopir tak juga naik ke posisinya, keberadaannya pun taka da yang mengetahui begitu pula dengan pak kondektur. Akhirnya atmosfer di dalam bus kacau, oksigen menipis, karbondioksida mendominasi dan suhu panas menjadi. Solusinya yang paling nampak adalah berkipas ria, membuka jendela bus dan mengabaikan jika sanggup.
Kedua tangan Sumirah meraih tas dibawah kolong tempat duduk lalu menariknya keluar. Diulurnya resleting tas yang pegangannya sudah diganti dengan rafia berwarna merah muda. Tangannya menjelajah isi tas meraih sebuah botol. Harga barang-barang semakin naik. Membawa bekal menjadi langkah visioner untuk menghemat pengeluaran. Sebotol air mineral berlabel Aqua di dapatnya dari dalam tas, lalu di ulurkan kepada Mela. Sambil tersenyum ia meraihnya, meneguk air itu dengan semangat, seolah benar-benar kehausan.
"Buk, bau lagi," gumam Mela pada Sumirah setalah menuntaskan rasa hausnya. Sumirah hanya tersenyum menanggapi Mela. Namun, sepersekian detik kemudian mata Sumirah tampak menjelajah para penumpang. Dahi nya mengerut. Seolah berpikir keras.
Saat itu sudah tidak ada penumpang yang naik lagi, juga tak ada penumpang yang berniat turun di pasar Babat. Lalu si sopir yang kehadirannya sudah ditunggu akhirnya naik. Disusul oleh si kondektur yang masuk bus dari pintu yang berlawanan. Si kondektur itu berteriak “Jombang,” memberitahukan ke orang-orang sekitar bahwa busnya akan melakukan perjalanan ke tempat itu. Padahal Bus sudah sesak. Akhirnya si sopir mulai menginjak pedal, dan melajulah Bus Puspa Indah berwarna biru itu. Seolah berhenti di pasar hanya sebuah sarat saja.
Mesin Bus meraung-raung, seakan memberitahu jika sedang kewalahan. Asap hitam mengepul dari pantat bus, bak kentut beracun. Para pengendara motor di belakangnya sesegera mungkin menghindari serangan pantat bus. Pengendara motor dibelakang langsung mengelak ke-arah kanan menjauhi kentut kenalpot bus. Terlihat ada pengendara motor yang terganggu dengan serangan asap hitam dari pentat Bus. Kemudian di pacunya motor Shogun berwarna biru, berniat menyalip Bus.
"Bruaaak!!!" para penumpang bus kaget. Kepala mereka menoleh ke kanan-kiri, lalu melihat belakang mencari sumber suara. Sumirah pun berdiri, menoleh kebelakang, kemudian menjinjit, hendak melihat apa yang terjadi di belakang. Tapi semua orang berdiri juga, akhirnya tak banyak yang bisa dilihat Sumirah. Ternyata ada pengendara motor yang terjatuh, entah apa penyebabnya. Di-lihatnya dari dalam bus, orang-orang beramai-ramai mengerubungi pengendara motor itu.
"Alhamdulillah," gumam Sumirah, sembari meletakkan badannya, mencari posisi nyaman. Tangannya mengelus kepala Mela. Dia seolah menenangkan diri dan memberitahu Mela untuk juga tenang.
"Apa buk?" Tanya Mela. "ada kecelakaan di belakang, nduk," jawab Sumirah.
"kok Alhamdulillah? sahutnya polos.
Sumirah tersenyum, "Bus kita sehat, busnya baik-baik aja nduk." sambil melanjutkan senyumnya, dan hembusan nafas lega. Ia mengelus kepala Mela.