Legenda Gadis Tupai Dan Musim Kastanya

Legenda Gadis Tupai Dan Musim Kastanya

Astreila

0

Derit engsel tidak berminyak mengalun lirih begitu Kazuki membuka pintu rumah. Usai meletakkan sepatu pada rak di samping pintu, cowok itu melirik ke belakang dengan heran. Susana rumah cukup lenggang, tanpa bunyi vibrasi mesin jahit seperti biasanya.


"AKU PULANG! IBU? AKARI?"


Teriakannya tak lantas menuai jawaban. Kazuki melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri, dan waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Biasanya Ibu sedang memetik sayuran di belakang rumah, lalu Akari akan menanti kepulangannya sambil membaca buku di ruang tengah.


Apa mereka sedang pergi? Pintu belakang rumah tertutup rapat, tampaknya Ibu dan Akari memang sedang pergi keluar. Kazuki memutuskan masuk ke kamar untuk membersihkan diri, mengganti seragam sekolahnya dengan baju santai.


"Kakak! Kau sudah pulang?"


Bunyi ketukan pintu terdengar setelah Kazuki selesai mengganti baju. Cowok itu segera datang, lalu membukakan pintu. Rupanya Akari masih ada di rumah, dan kini sedang menatap penuh senyum padanya.


"Ada apa, Akari-chan?" Kazuki melebarkan senyum pada adiknya, Akari Satoshi. Rambutnya yang pendek lurus kini dikuncir dua, lebih mirip seperti tanduk kambing liar. Meskipun begitu, gadis berusia sebelas tahun itu malah semakin terlihat lucu di mata Kazuki.


"Tebak apa yang aku punya?"


Kazuki melirik kedua tangan Akari yang tersembunyi di belakang badan. Lalu tangannya mengetuk dagu, menimbang sejenak mengenai jawaban yang sekiranya tepat. Air muka Akari malah terlihat semakin bersemangat, menunggu jawaban dari Kakaknya.


"Eum mungkin ... boneka baru?"


Akari menggeleng mantap, senyum di bibirnya malah semakin lebar menanti jawaban Kazuki selanjutnya. Selama beberapa detik Kazuki masih berpikir, tapi tidak kunjung menemukan jawaban lain yang sekiranya tepat. Hingga akhirnya, ia menggeleng kecil.


"Entahlah, Kakak tidak tahu," ungkap Kazuki menyerah. "Kalau bukan boneka, lalu apa? Bukannya kau sangat menyukai boneka?"


"Masa sih Kakak lupa?" Perlahan Akari menarik tangan dari tempat persembunyian, lalu menunjukkan buku dengan cover cukup cerah di hadapan Kazuki. "Apa Kakak ingat sekarang?"


"Gadis Tupai Di Musim Kastanya." Kazuki manggut-manggut setelah mengingat buku cerita kesukaan Adiknya. "Apa sekarang sudah musim gugur?"


Akari mengangguk dengan semangat, sangat jarang bisa terlihat sebahagia ini. Kazuki tahu betul kalau Adiknya sangat menyukai kisah di dalam buku itu. Tentang kisah seekor gadis tupai yang selalu datang di musim gugur, lebih tepatnya untuk mencari biji kastanya.


Buku itu sudah memasuki jilid ke lima, semenjak Akari gemar membaca buku. Sayangnya si penulis—Smiling27— hanya akan menerbitkan buku ketika musim gugur tiba. Itulah sebabnya, Akari selalu menanti musim gugur segera tiba setiap tahunnya, demi melanjutkan kisah yang sering disebut sebagai legenda urban di pusat kota.


"Sebentar lagi akan memasuki musim gugur, apa Kakak tidak merasa ada angin berhembus beberapa hari ini? Untungnya aku sudah mencatat tanggalnya, biar tidak kehabisan stok di toko buku!"


Kazuki terkekeh, teringat bagaimana kegigihan adiknya untuk mendapatkan buku itu. Dalam beberapa hari belakangan, Akari tidak pernah absen mendatangi toko buku. Tidak peduli sekesal apa pemilik toko, saat melihatnya datang hanya untuk menanyakan buku tersebut.


"Jadi bagaimana ceritanya? Apa sebagus kisah sebelumnya?" Kazuki bertanya, seraya berjalan menuju dapur. Perutnya sudah keroncongan setelah seharian beraktivitas di sekolah.


"Sepertinya lebih bagus, tapi aku baru membaca beberapa bab saja." Akari menjatuhkan pantatnya di kursi meja makan, lalu kembali membuka buku.


"Kalau begitu selesaikan saja dulu." Tudung saji di meja makan tampak kosong ketika Kazuki membukanya. Sepertinya Ibu tidak sempat masak seharian ini, karena pesanan jahitan baju yang semakin hari semakin menumpuk. Ibu memang seorang penjahit yang handal dan dapat dipercaya. "Apa tidak ada makanan? Di mana Ibu?"


Akari mengalihkan pandangan dari buku. Sejak siang tadi Ibu memang belum pulang. Itulah sebabnya ia memutuskan membaca buku, untuk mengalihkan rasa lapar di perut. "Sedang membeli kain, pesanan baju pelanggan kekurangan bahan. Katanya sih tidak akan lama, mungkin sebentar lagi pulang."


Tidak lama menurut Ibu belum tentu sama seperti dugaan Kazuki, apalagi saat Ibu sedang belanja kain. Untuk memilih satu kain saja bisa memakan waktu setengah jam. Kalau hanya diam menunggu, bisa jadi Ibu baru akan sampai saat menjelang malam nanti.


"Apa kau sudah makan?" Kazuki kembali menutup tudung saji yang kosong itu, lalu mengambil air minum untuk sekedar mengganjal perut.


"Belum! Ibu saja belum sempat masak sejak pulang sekolah tadi." Akari menggeleng kecil, tanpa mengalihkan perhatiannya dari gambar di dalam buku. Sebelumnya ia sudah mengganjal perut dengan beberapa camilan dan susu kotak, selagi menunggu kepulangan Ibu.


"Bagaimana kalau kita makan tempura?" tawar Kazuki. Sisa uang saku kemarin dan siang tadi masih ada, setidaknya masih cukup untuk membeli tempura dua porsi.


"Suka, aku mau!" Akari beranjak mendekat, hingga mencampakkan buku di meja makan. Tangannya dengan manja bergelayut di lengan Kazuki, sebelum akhirnya tersadar akan sesuatu. "Tapi apa boleh? Ibu bilang mau buat sup misoshiru."


Akari tampak bimbang. Pilih tempura atau sup misoshiru buatan Ibu? Keduanya sama-sama makanan kesukaan. Jika memilih tempura, pasti Ibu tidak jadi membuat sup misoshiru. Sejak Ayah meninggal, Ibu semakin tidak suka membuang-buang makanan. Baginya cukup satu menu untuk satu kali makan.


Kazuki malah tersenyum melihat wajah Akari yang tengah kebingungan. Sikap kekanakan Akari mulai kembali seiring berjalannya waktu. Kesedihan setelah kepergian Ayah satu tahun yang lalu, tampaknya sudah semakin menghilang di makan waktu.


"Begini saja! Kita tetap makan tempura, tapi jangan beritahu Ibu. Kita makan di rumah makan saja, dan biarkan Ibu membuat sup misoshiru untuk makan malam." Kazuki berkata seraya melangkah menuju kamar.


"Benar, itu jauh lebih baik!!"


Setelah Kazuki mengambil uang, Akari dengan semangat menariknya keluar. Masing-masing mengambil sepeda yang tersimpan di samping rumah. Bagi mereka, lebih baik menggunakan sepeda daripada naik kendaraan umum. Selain menghemat sisa uang, jarak rumah makan juga tidak terlalu jauh dari rumah mereka.


Semilir angin berembus ringan, menerpa pepohonan di sepanjang jalan kota. Rambut hitam Akari tampak bergerak ke sana kemari, sebagai dampak dari kayuhan sepeda dan angin yang ikut membelai halus rambutnya. Kazuki sengaja menyamakan laju sepedanya, agar bisa menjaga Adiknya dari dekat.


"Ada apa, Kak? Kenapa tiba-tiba berhenti?"


Akari terheran ketika tiba-tiba Kazuki menghentikan laju sepedanya di pinggir jalan. Cowok itu tampak sedang menahan sesuatu yang mendesak dalam tubuhnya. Gerakannya terlampau buru-buru, bahkan hampir meninggalkan Akari yang sedang kebingungan melihat tingkahnya.


"Sial sshhh! Kau tunggu di sini sebentar, Kakak sudah tidak tahan!"


Kazuki segera berlari, sambil menahan isi kandung kemih yang tengah mendesak minta di keluarkan. Akari malah tertawa melihatnya berlari sambil membungkuk, padahal jarak toilet umum masih cukup jauh dari tempat mereka berhenti.


"Kenapa tidak dibawa langsung saja, sepedanya? Dasar Kakak ini," kata Akari tertawa.


Kazuki segera membuang hajatnya begitu sampai di toilet umum. Untungnya tidak ada siapapun di sana, sehingga ia tidak perlu mengantri seperti saat berada di pusat perbelanjaan. Toilet umum ini biasanya akan ramai ketika weekend, karena banyak orang yang datang untuk menikmati keindahan taman bersama keluarga.


"Argh sial!"


"Lari ke mana tupai sialan itu?"


Percakapan di belakang toilet seketika menghentikan tangan Kazuki yang hendak membuka pintu. Dari desas-desus yang terdengar, tampaknya ada dua orang yang tengah kelimpungan mencari sesuatu. Nada suaranya terengah, seperti habis lari maraton dalam jarak dua kilometer.


"Sekarang bagaimana? Kita bisa mati kalau Boss sampai tahu!"


"Tenanglah! Dia tidak mungkin pergi jauh, apalagi setelah terpisah dari kawanannya. Ayo cari lagi!"


Langkah kaki kedua orang itu perlahan menjauh. Kazuki masih menunggu di dalam toilet, sembari memikirkan sesuatu. Di zaman seperti ini rupanya masih ada orang mau repot-repot mencari seekor tupai. Padahal tupai liar termasuk hewan yang cukup sulit dijinakkan.


"Tidak bisa menangkap tupai saja sampai mengancam nyawa, atau mungkin mereka sedang menjalankan bisnis jual beli tupai?"


Di kota ini cukup jarang ada seseorang yang mau memelihara seekor tupai. Mereka lebih suka menyibukkan diri dengan pekerjaan dan keluarga. Daripada tupai, memelihara kucing atau anjing bahkan jauh lebih digemari kebanyakan orang.


Kazuki menggeleng heran, tapi tidak mau terlalu ambil pusing. Lebih baik segera kembali, agar Akari tidak menunggu semakin lama. Begitu sampai di temat pemberhentian sebelumnya, anehnya Kazuki malah tidak mendapati keberadaan Akari di sana.


"AKARI-CHAN?" Kazuki berteriak sambil mengedarkan pandangan. Tidak ada siapapun di sekitar taman, yang terlihat hanya ada dua sepeda yang terkapar di pinggir jalan. "Ke mana anak itu?"


Kazuki berlari mengelilingi taman dengan segala kekhawatiran, tidak peduli dengan sepeda yang masih berada di pinggir jalan. Meski Akari sudah cukup besar untuk menjaga diri, tapi tetap saja Kazuki merasa khawatir. Bagaimanapun juga, Akari hanyalah sosok gadis kecil yang masih membutuhkan perlindungan dari Kakaknya.


"KAKAAAAAAAAKKKKKKK!"


Kazuki menghentikan pergerakan ketika terdengar teriakan dari arah selatan. Sangat jelas itu suara jeritan dari adiknya. Segera cowok itu berlari, tampaknya suara itu berasal dari lapangan kecil yang ada di samping sebuah gedung.


"Akari-chan?"


Begitu sampai di samping gedung tak terpakai, Kazuki di buat terkejut ketika melihat Akari sudah tergeletak di tanah. Tatapan cowok itu seketika menajam, tertuju pada tiga cowok yang sedang berada di dekat Akari. Tangannya mengepal kuat, hingga memperlihatkan otot-ototnya.


"APA YANG KALIAN LAKUKAN?"


Kazuki berteriak marah seraya mendekat. Rahangnya mengeras ketika menyadari siapa ketiga cowok yang telah menganggu adiknya. Yoshihiro, Rent dan Cotun, tiga cowok yang terkenal dengan kebandelannya di sekolah. Kebetulan mereka teman satu sekolah dengan Kazuki.


"APA YANG KALIAN LAKUKAN PADA ADIKKU, HAH?" Cukup kasar ketika Kazuki mencengkeram kerah baju Yoshihiro. Selama ini, ia merasa tidak pernah membuat masalah dengan geng mereka. Lalu apa yang membuat Yoshihiro tertarik untuk mengganggu Adiknya?


"Apa kau berpikir kami yang melakukannya?" Yoshihiro dengan cepat menepis tangan Kazuki, lalu kembali merapikan pakaiannya.


"Kalau bukan kalian, lalu siapa lagi?" Kazuki masih menatap ketiganya dengan tajam, sarat akan kemarahan yang mulai menggunung. Bahkan kepalan tangannya sudah mendesak minta dilayangkan pada tiga cowok itu, ia tidak peduli walaupun kalah dalam segi jumlah.


"Mana aku tahu! Kau salah jika menuduh kami yang melakukannya!" Yoshihiro masih membela diri. Bagaimanapun juga, kemampuan bela diri Kazuki jauh lebih baik darinya. Itulah sebabnya selama ini ia tidak mau menganggu ketenangan Kazuki, dan sialnya ia justru terjebak di posisi penuh kesalahpahaman ini.


"Kami tidak sengaja mendengar teriakan dari arah sini, itulah sebabnya kami datang. Adikmu sudah tidak sadarkan diri saat kami datang! Terserah kau mau percaya atau tidak!" Yoshihiro segera menarik kedua sahabatnya pergi, meninggalkan Kazuki sebelum mengamuk dan menghancurkan segalanya.


"Akari-chan! Sadarlah!"


Kazuki menatap heran tubuh Akari-chan yang sudah tidak sadarkan diri. Kelopak mata gadis itu tampak membengkak dan sedikit kemerahan. Apa yang terjadi pada Akari? Tidak terlihat adanya luka luar di seluruh tubuhnya. Namun, Kazuki dapat mencium bau asam yang cukup menyengat, tersisa di tubuh adiknya itu.


🐿️🐿️🐿️


Note :

Di Indonesia sendiri, chestnut atau kacang kastanya ini lebih dikenal dengan kacang kastanye yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu kastanje. Sementara kata baku yang tercatat adalah Kastanya, jadi bebas mau menyebut Kastanya atau Kastanye, itu sama saja ya pren.


Sampai bertemu di cerita GTDMK selanjutnya 👋🏻