Kelahiran Kera Sakti ALKISAH cerita ini berawal di Tong-sin Sin-ciu atau Benua Timur.
Adalah sebuah negara yang disebut Go-lay-kok yang pantainya sangat panjang karena berhadapan dengan samudra luas.
Nun di tengah samudra luas itu terdapat sebuah pulau yang semula merupakan sebuah gunung api dengan puncaknya yang menyembul ke permukaan aIr Pulau gunung api ini dinamai Hoako-san.
Konon pulau ini merupakan pusat dari alam di sekitarnya, karena ketika ujungnya muncul ke permukaan air laut, hawa bersih sedang naik dan hawa kotor sedang turun, dan dunia menjadi terang benderang.
Kemudian pulau ini tumbuh menjadi tempat nan indah permai, seolah taman surgawi yang turun ke Bumi.
Namanya secara harfiah berarti Gunung Buah dan Bunga.
Di pulau ini tumbuh puncak-puncak yang menjulang tinggi langsing, lembah-lembah subur dan jurang-jurang curam, batu-batu aneh yang berkilauan, pohonpohon luar biasa, semak-semak bunga indah, serta unggas dan beragam binatang yang tidak buas.
Tepat di puncak tertinggi Hoa-ko-san bertengger sebuah batu pualam besar yang aneh; bentuknya bulat lonjong persis telur raksasa yang licin permukaannya.
Tingginya tiga tombak enam kaki dan lima dim; lingkarannya dua tombak lima kaki.
Di sekitar batu ajaib ini tiada pohon-pohon tinggi untuk menaunginya, namun di sekelilingnya tumbuh subur semak-semak perdu dengan kembang yang silih berganti mekar dan merebakkan aroma harum.
Sejak terciptanya dunia, setiap saat batu ajaib ini mendapat hawa bersih dari langit dan Bumi; setiap hari disorot sinar mentari, dan cahaya rembulan pada malam harinya.
Pada suatu pagi, telur batu itu retak.
Retakannya melebar dan melebar sampai pecah, terbelah.
Muncullah dari dalamnya sebuah janin batu sebesar bola yang berkilauan.
Berbareng dengan berkesiurnya angin sejuk yang seperti membelai-belai, mendadak janin batu itu bergerak dan merayap bangun menjadi seekor bayi kera batu yang lengkap semua anggota tubuhnya.
Bayi kera batu berbulu putih ajaib ini hidup dan mempunyai jiwa layaknya makhluk hidup.
Ia merayap lalu merangkak dengan keempat kakinya.
Awalnya agak terhuyung-huyung mencoba berdiri dengan dua kaki belakangnya, lalu dia mulai belajar berjalan sebagaimana laiknya anak kera.
Belaian sang bayu bagaikan elusan tangan seorang ibu, membuat bayi kera batu itu cepat sekali bertumbuh menjadi seekor anak kera.
Ketika matanya memandang ke empat penjuru, sepasang matanya telah tersorot oleh sinar matahari pagi yang kuning keemasan dan menimbulkan pantulan yang menembus langit, hingga mengejutkan Thian yang Maha mulia yakni Kho-thian Sian-seng Tay-khojin-cia Giok-hong Tay-thian-cun Guan-Kiong Kho Siang Tee atau biasa disingkat dengan sebutan Giok Tee, Kaisar Kumala.
Lazimnya Thian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Tuhan, namun menurut penggubah lebih tepat disebut sebagai Maharaja Dewata, setara dengan Batara Guru dalam cerita pewayangan dari agama Hindu.
Kebetulan pada saat itu beliau sedang bermusyawarah di pendopo Leng-siau Po-thian di dalam Kim-kwat In-kiong atau Istana Mega Emas, yang merupakan tempat bersidangnya para menteri dewa.
Melihat pantulan sinar yang menyilaukan itu Giok Tee menitahkan dua malaikat Cian-li-gan dan Sun-hong-ji untuk memeriksa asal-usulnya.
Malaikat Cian-li-gan mempunyai mata yang dapat melihat sampai sejauh sepuluh ribu li (satu li sama dengan 500 meter atau setengah kilometer), sedangkan kelebihan Sun-hong-ji mampu mendengar dalam jarak yang sangat jauh.
Karena kemampuan mereka itu, mereka tidak perlu turun ke Bumi untuk mencari, cukup dengan keluar dari pendopo untuk mengawasi dan mendengar apa yang terjadi di Bumi.
Karena itu, tidak lama kedua malaikat itu telah kembali dengan membawa laporan, perihal seekor kera batu yang baru menjelma di puncak Hoa-ko-san, Negara Go-lay-kok, Benua Timur.
Sementara itu, sinar mata mencorong kera batu itu sudah tak terlihat lagi, karena ia sudah masuk ke hutan untuk mencari buahbuahan sebagai sarapannya.
Berbeda dengan kera biasa yang berbulu kelabu, anak kera batu itu berbulu putih bersih.
"Jikalau begitu, itu bukanlah seekor monster atau iblis yang berbahaya,"
Sabda Giok Tee yang tidak menitahkan untuk menindaklanjuti laporan kedua malaikat tersebut.
Nun jauh di bawah, dalam hutan permai Hoa-ko-san, si anak kera batu sambil belajar berjalan dengan kedua kaki belakangnya serta melompat-lompat, memetik bebuahan yang matang di pohon, lalu minum dari kali yang mengalirkan air jernih.
Tidak berapa lama ia telah bergabung dengan sekawanan kera yang memang menghuni hutan itu.