Jalan takdir yang dilalui setiap orang tentu berbeda. Tapi harapannya sama. Ingin menjalani hidup bahagia bersama orang-orang yang kita cintai.
Namun apakah semua orang sanggup menahan ujian menuju kebahagiaan itu. Ahhh ..entahlah memangnya harus melalui ujian dulu baru bisa bahagia yaa. Aku termenung lama menatap jalanan kosong yang tak pernah dilalui siapapun. "Kau sama denganku" ucapku pada jalan tak berguna itu. Tapi rasanya sudah tenang dengan hanya menyendiri di pinggir jalan seperti ini. Tak ada teman, tak ada ibu yang hanya akan menambah benang kusut dalam pikiranku.
Rumit, memang.. pikiran ku selalu saja rumit. Apalagi hidupku. Tapi aku yakin akan menemukan titik terang dimana aku bisa memulai hidup dengan bahagia.
"Kanaaa..dimana kamu?" Suara teriakkan mengagetkan lamunanku. Ohh..itu ibu. Aku lupa kalo ibu menyuruh ku membersihkan halaman belakang. Tamatlah aku. Ibuku pasti marah. Bergegas aku pergi menemui ibuku yang sudah berada di halaman belakang rumah. Tak jauh dari tempatku sekarang. Belum juga aku sampai, Omelan ibu sudah meluas melebihi dedaunan jatuh yang mengotori semua halaman ini. Aku hanya bisa menunduk tak berani menyangkal kata kata ibu. "Habis dari mana kamu? Ibukan menyuruhmu membersihkan halaman belakang rumah." Tatapan itu. Seolah langsung menusuk ke dalam jantungku. Sambil terbata bata aku jawab lu-pa-bu. Rasanya cape sekali melewati hari yang penuh dengan Omelan ibu ku ini. Tapi mau bagaimana lagi. Aku tak bisa mengutarakan pendapat hanya ibu yang memutuskan semua nya. Nampaknya kau akan mengataiku seorang perempuan seperti boneka kayu yang dimainkan dalang.
Setelah semuanya tampak bersih, tak ada daun yang berserakan. Yakin ibu tak akan memarahiku lagi. Tenang jika semua sudah beres bersih rapi aku sudah bisa bersantai dikamar. Yaa.. kamar adalah tempat ternyaman selama hidupku. Aku banyak menghabiskan waktu bersama buku dan gadgetku untuk belajar. Apalagi karena sebentar lagi akan masuk ajaran baru. Aku harus menyiapkannya dengan baik diawal. Walaupun aku tau masa pengenalan sekolah tak akan langsung berkutat dengan mata pelajaran. Tapi sungguh aku hanya menyukai aktifitas belajar . Belajar apapun.. karena hidup sejatinya jatah untuk belajar dan menyelesaikan ujian menuju kebahagiaan yang sebenarnya. Maka ibu adalah ujian pertamaku, untuk bisa mengolah emosi menjadi sabar dan penyayang tanpa syarat. Menyayangi ibu yang pemarah dan tak punya kasih sayang adalah hal yang berat. "Benarkah begitu?" Penaku menggoreskan tintanya pada buku yang kosong. Sekali lagi aku bertanya pada diriku sendiri. Benarkah begitu? Ohh tidak, mungkin ada yang salah dengan otakku. Memangnya ibu ujian untukku atau aku lah sebenarnya ujian untuknya. Ibu memang akan selalu mudah marah jika perintahnya tidak segera dikerjakan. Aku pun pelupa dan sering tak memedulikan ucapan ibu. Karena jika tidak bersifat apatis, selamanya aku akan terkurung dalam dunia ibu yang diktator.
Aghhh..sungguh ini sangat melelahkan, aku ingin segera pergi dari rumah dan belajar banyak hal, pasti itu akan lebih menyenangkan dan bahagia daripada terkurung disini seperti boneka.
Baiklah, aku mulai menyalahkan ibu. Capek dengan semua Omelan ibu sampai membuatku berfikir aku ini hanyalah boneka yang tak punya pendapat dan tak bisa membuat keputusan sendiri. Begitu tidak beruntungnya diriku. Terlahir dari rahim yang pemarah, tidak penyayang dan diktator. Pikiran jahatku mulai meronta. Kehidupan ku tak pernah adil. Aku membenci takdirku. Seperti berada dalam labirin. Mungkin tak akan pernah bisa menemukan jalan keluar.