Kenangan Dalam Sepotong Kue

Kenangan Dalam Sepotong Kue

Irumi_

5

Yasmin mengeluarkan papan promo yang sudah ia tulis dengan menu diskon untuk satu minggu ke depan. Senyumnya mengembang saat memandang benda itu, tulisan di papan itu tidak terlalu buruk walau berbeda dengan buatan Rino—pegawainya—tetapi pria itu hari ini tidak masuk kerja karena harus mengurus sesuatu.

Sejenak, Yasmin menghirup udara pagi yang menyegarkan. Ia menengadah menatap langit yang cerah tanpa halangan awan sedikit pun.

Perhatiannya teralihkan saat melihat sebuah sepeda motor hendak berbelok menuju toko kuenya. 

Senyumnya kembali tersungging saat melihat anak gadis berpakaian seragam TK turun dari motor tersebut. 

"Pagi, Tante Yasmin," sapa anak gadis itu dengan senyum cerahnya. 

"Pagi, Kaila." Yasmin membalas sapaan anak bernama Kaila itu dengan senyum yang tak kalah cerah. "Sebentar, ya. Tante bawain dulu pesanan kamu." 

Kaila mengangguk, lalu duduk di kursi yang tersedia di halaman toko kue itu. Tak lama kemudian, Yasmin keluar membawa food paper berukuran kecil. Lalu, ia duduk di kursi samping Kaila.

"Ini pesanan Kaila, Tante kasih bonus makaron buat kamu."

Kaila berbinar-binar. "Wah, makasih, Tante." Kaila mengambil food paper dari tangan Yasmin dengan antusias. "Tante, Kaila boleh pesan lagi roti ini gak buat nanti siang? Kaila mau kasih roti ini buat Papa." 

Yasmin tersenyum. "Boleh banget, pulang sekolah nanti, kamu ke sini buat ambil rotinya, ya."

Kaila mengangguk antusias. Lalu, anak itu turun dari kursi. "Kalau gitu, Kaila berangkat sekolah dulu, ya, Tante. Dadah!" Yasmin melambaikan tangan seraya berjalan menuju seorang wanita yang menunggunya tanpa turun dari motor. Yasmin membalas lambaian tangannya tanpa melepas senyuman sedikit pun. Ia merasa seperti melepas anaknya yang hendak pergi sekolah. Mungkin begini rasanya suatu hari nanti. 

Wanita itu memakaikan helm bergambar karakter kuda poni pada Kaila. Setelah itu, wanita itu berpamitan pada Yasmin dengan menganggukkan kepala dan tersenyum ramah. 

Sejak dua bulan yang lalu, Kaila rutin mengunjungi toko kuenya di pagi hari sebelum berangkat sekolah. Cinnamon roll adalah makanan yang selalu dipesan oleh anak gadis itu. Baby sitter-nya bilang, Kaila tergila-gila pada roti gulung dari toko kue Yasmin. Yasmin senang mendengarnya. Semenjak itu, Yasmin selalu menyiapkan roti gulung yang fresh from the oven jika Kaila yang memesan. Ia tidak ingin mengecewakan pelanggan walaupun hanya satu orang. Tidak hanya pada Kaila, pada semua pelanggannya, Yasmin selalu berusaha memberikan yang terbaik. 

***

"Pesanan buat Bu Nadia dikirim kapan, ya?" tanya Yasmin pada gadis berjilbab di sebelahnya yang sedang memindahkan bolen pisang dari loyang. 

"Sekitar jam duaan, tapi katanya bakalan ada yang pick up ke sini, kok," jawab gadis itu. 

"Oh, oke. Soalnya saya gak bisa antar. Siang nanti mau ngambil baju buat acara lamaran nanti." Senyum Yasmin mengembang mengingat hari lamarannya yang tinggal satu minggu lagi. 

"Cie, udah gak sabar kayaknya, Mbak." Gadis itu menggoda tanpa menghentikan pekerjaannya. "Saya kalau lihat Mbak Yasmin sama Mas Bayu tuh perfect gitu loh. Couple goal, saya juga jadi pengen punya pasangan kayak Mas Bayu." Logat jawanya yang kental membuat Yasmin tersenyum mendengar kosa kata bahasa inggris yang diucapkan gadis itu.

Yasmin merasa ingin melayang ketika mendengar kata-kata dari salah satu pegawainya itu. Ribuan kupu-kupu rasanya memenuhi perut dan akan membawanya terbang. Ah, terlalu berlebihan, tetapi memang itu yang ia rasakan. Bayu selalu membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Bahkan hanya mendengar namanya saja bisa membuat Yasmin tersenyum lebar.

Kota Bandung siang ini terasa terik. Namun, di sekitar toko Cinnamon tetap teduh karena beberapa meter dari halaman terdapat pohon cassia yang cukup rimbun. Di bulan Oktober, pohon itu akan berbunga dan membuat pemandangan depan toko terlihat indah. Banyak yang menikmatinya jika musim berbunga tiba. 

Yasmin mengenakan helm dan bersiap mengendarai motor matic kesayangannya. Yasmin sangat antusias hari ini setelah mendapat pesan dari temannya jika pakaian yang dipesan dua minggu lalu sudah jadi. 

Yasmin memarkirkan motornya di depan sebuah butik. Senyumnya mengembang begitu masuk dan disambut oleh seorang wanita di sana. 

"Gue kira gak jadi ke sini," ujar Kiara—sahabat Yasmin. 

"Jadi, dong. Ini hari yang gue tunggu-tunggu. Masa iya ditunda-tunda." 

Kiara tersenyum. "Bajunya udah gue siapin di atas. Tinggal lo coba aja." 

Yasmin mengangguk antusias. Kemudian, ia dan Kiara melangkah menuju lantai dua butik itu. 

Yasmin menatap takjub kebaya brokat yang diberi payet di beberapa bagian. Rasanya seperti mimpi jika sebentar lagi ia akan dilamar oleh pria yang sudah menjadi kekasihnya selama tiga tahun itu. Ya, meski baru dilamar, ia sudah tahu hubungannya akan dibawa ke mana. 

"Ini lebih dari ekspektasi gue, Ki. Thanks, ya. Baju hasil desain lo emang gak pernah gagal." Yasmin menyentuh kebaya berwarna cokelat susu itu. 

"Gue gak mungkin asal-asalan bikinnya, apalagi ini buat hari spesial lo yang udah ditunggu-tunggu sejak lama." 

Yasmin terkekeh pelan. "Iya, gue udah nungguin momen ini sejak tahun lalu, akhirnya tinggal satu minggu lagi gue dilamar sama Bayu." 

"Semoga lancar sampai hari H nanti, ya. Lo harus kuat sama godaan juga." Kiara duduk di kursi meja kerjanya. "Dulu, gue sama Rayan juga begitu. Setelah kita lamaran, ada aja godaannya yang bikin kita hampir putus." 

Yasmin menoleh ke arah Kiara setelah puas memandangi kebayanya. "Setelah nikah, godaannya masih ada?" 

Kiara terkekeh. "Makin banyak." 

Yasmin meringis saat mendengar kata-kata itu dari Kiara. 

"Menikah itu, awal dari kehidupan kita yang sebenarnya, tapi lo tenang aja, gak setiap hari cobaan dan godaan itu datang." Kiara kembali terkekeh. 

"Gue udah persiapin mental gue buat menghadapi kehidupan rumah tangga nanti," ujar Yasmin. "Gue udah baca buku tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga."

Kiara geleng-geleng kepala. Sampai seperti itu Yasmin mempersiapkan segalanya, tetapi ia rasa itu sesuatu yang bagus. Setidaknya, Yasmin sudah siap menjadi seorang istri dan menghadapi kehidupan rumah tangga suatu saat nanti. 

Yasmin memanfaatkan kesempatan bertemu dengan sahabatnya itu. Mereka sudah jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Terlebih lagi, Kiara sudah mempunyai suami dan dan seorang anak berusia dua tahun. 

Di tengah percakapan mereka, ponsel Yasmin berdering. Wanita itu segera merogoh ponselnya dalam tas. Senyumnya tersungging saat melihat panggilan dari Bayu. 

"Halo, Sayang. Tumben kamu telepon jam segini." 

"Aku di toko kamu sekarang. Kamu di mana?"

Yasmin mengernyit. "Kok gak bilang kalau kamu mau ke toko? Aku di butiknya Kiara." 

"Kamu bisa pulang sekarang? Ada sesuatu yang mau aku bicarain."

"Oh, oke. Aku pulang sekarang." 

"Oke, aku tunggu."

Telepon ditutup.

"Kenapa?" Kiara segera bertanya setelah Yasmin menyimpan ponselnya. 

"Bayu ada di toko. Kayaknya gue harus pulang sekarang, deh."

"Oke, by the way semoga lancar ya acaranya nanti." 

Yasmin mengangguk seraya tersenyum. Lalu, mereka saling cipika-cipiki sebelum Yasmin pulang. 

Sepanjang perjalanan menuju tokonya, Yasmin terus memikirkan apa yang ingin dibicarakan oleh Bayu. Perasaannya tiba-tiba merasa tidak enak. 

Bayu sudah duduk di luar begitu Yasmin sampai. Yasmin turun dari motornya dan melangkah menghampiri Bayu.

"Nisa gak bikinin kamu minum?" tanya Yasmin ketika melihat di mejanya masih kosong. "Aku buatin dulu—"

"Enggak usah," cegah Bayu dengan menahan tangan wanita itu. "Aku gak akan lama, kok." 

Yasmin tertegun sesaat, lalu ia menarik kursi dan duduk di hadapan pria itu. 

"Apa yang mau kamu bicarain?" 

Bayu meremas tangan tangannya sendiri saat Yasmin bertanya ke intinya.

"Yasmin, aku …." Bayu menggantungkan kalimatnya.

"Kenapa?" Yasmin tidak sabar mendengar kata selanjutnya dari pria itu. Jantungnya berdebar kencang karena melihat raut wajah Bayu yang tampak gelisah. 

"Aku gak bisa lanjutin hubungan kita lagi."