Kafe Impian

Kafe Impian

Rinai Senja

0

        Hari ini adalah hari ulang tahun Natalie Blassom yang ke 10 tahun. Setiap dirinya ulang tahun Santi ibunya membuat nasi kuning untuk seluruh keluarga. Nat sejak pagi sudah bersemangat membantu Santi, ditambah hari ini ayahnya akan pulang untuk merayakan ulang tahun bersama-sama. Muklis ayahnya bekerja di salah satu perusahaan batu bara yang ada di Jakarta. Setiap hari sabtu dan minggu Muklis pulang ke Bandung. Namun, sebulan ini ia tidak kunjung pulang ke rumah karena ada masalah di kantornya. Nat sangat senang di hari ulang tahunnya Muklis bisa menyempatkan untuk pulang.

      “Ibu, Ayah sudah sampai mana?” tanya Nat begitu melihat ibunya menutup panggilan telepon.

    “Ayah sebentar lagi sampai. Nat sebaiknya bersiap, begitu Ayah pulang Nat sudah terlihat cantik,” ucap Santi begitu lembut sambil mengusap kepala putrinya.

    “Baik, Ibu. Nat mau mandi dulu, Nat mau terlihat cantik di depan Ayah.” Nat dengan gembira langsung pergi meninggalkan Santi yang masih sibuk di dapur.

    Selesai mandi, gadis kecil itu sibuk mencari-cari gaun yang tepat untuk ia gunakan. Kamarnya sudah dipenuhi oleh gaun-gaun yang Nat keluarkan dari dalam lemari.

     “Gaun merah sudah pernah aku pakai, pink juga baru dipakai ke ulang tahun Kia. Semua gaun yang aku punya sudah pernah dipakai. Aku sudah tidak punya gaun untuk dipakai!” rengek Nat dengan kesal.

    Santi yang melihat Nat kebingungan memilih baju, masuk dan memberikan sebuah kotak kepada putri kecilnya itu.

    “Ibu ini apa?” tanya Nat begitu melihat kotak berwarna merah muda ditangan Santi.

      “Hadiah buat Nat,” jawab Santi sambil tersenyum. “Selamat ulang tahun, putri kecil ibu.”

     Nat dengan gembira membuka kotak itu dan ia begitu senang melihat isinya adalah gaun berwarna biru muda mirip gaun Cinderella.

        “Ibu ini sangat cantik.”

       Dengan senangnya Nat langsung menggunakan gaun itu.

     “Ibu... Nat sudah mirip seperti Cinderela, belum?” tanya Nat sambil memutarkan badannya.

    Santi tersenyum dan tanpa sadar mengeluarkan air mata. “Nat sangat cantik dan mirip Cinderela.” Ia pun mengelap air mata yang jatuh dengan punggung tangan.

      Nat memeluk Santi. “Terima kasih Ibu untuk hadiahnya, Nat sangat suka. Nat berharap Ibu diberi kesehatan dan umur panjang agar bisa merayakan ulang tahun Nat setiap tahun.”

       Santi membalas pelukan Nat dan mengelus rambut putrinya dengan lembut. Air mata kebahagian keluar dari mata indah Sinta, ia sangat bersyukur diberi putri secantik dan sepintar Natalie.

        “Apa impian yang Nat inginkan?”

     “Impian?” Nat berpikir sejenak. “Impian Nat membuat Ibu bahagia selalu,” ucap Nat polos.

    “Ibu berharap Nat bisa menjadi gadis yang mandiri dan penuh keceriaan.”

       Semua masakan Santi sudah siap di meja makan, Nat tidak sabar untuk menyantap semua masakan ibunya itu. Sedari tadi gadis kecil itu bolak-balik menunggu Muklis datang. Sudah lebih dua jam dari terakhir ayahnya menelpon, tapi hingga sekarang belum terlihat tanda-tanda Muklis datang.

     Tidak berapa lama Nat melihat mobil pajero hitam memasuki halaman rumah. Dari dalam mobil itu keluar seorang pria dengan setelan kemeja berwana biru muda menghampiri Nat yang beridiri di teras rumah.

    “Apa kabar gadis kecil ayah?” ucapnya yang langsung menggendong Nat.

      Nat langsung memeluk dan menciumin pipi ayahnya dengan penuh kebahagiaan.

    “Ayah lama, Nat sama Ibu sudah menunggu Ayah dari tadi,” ucap Nat ngambek.

     “Maaf ya, sayang, jalanan macet. Dari pada Nat ngambek ini ayah bawakan hadiah.” Muklis menyodorkan paper bag kehadapan Nat.

    Nat dengan senang menerima hadiah itu. “Terima kasih Ayah.” Sekali lagi Nat mencium pipi ayahnya.

      “Selamat ulang tahun putri kecil ayah.” Mencium kening Nat.

Dari dalam mobil Muklis, keluar seorang wanita dengan drees selutut berwarna biru muda, menggunakan heels berwarna putih dipadukan dengan tas selempang yang senada dengan sepatunya. Nat begitu kagum melihat kecantikan wanita itu.

       “Ayah itu siapa?”

     Muklis membalikan badannya menatap ke arah sosok wanita itu. wanita itu menghampiri Nat dan Muklis sambil tersenyum manis.

    “Happy birthday, Natalie,” ucapnya sebari memberikan hadiah ulang tahun yang di bawa.

       Muklis menurunkan Nat dari gendongannya. “Ini Tante Rani teman ayah.”

     “Makasih,” jawab Nat dan menerima hadiah dengan bingung.

    Santi keluar dengan membawa nampan berisi minuman untuk Muklis, begitu melihat wanita yang berdiri di depan putrinya ia menjatuhkan nampan. Betapa kagetnya ia melihat selingkuhan suaminya datang dan menemui Nat.

    Santi yang emosi langsung menarik Nat kebelakang tubuhnya. “Jangan pernah kamu menyentuh anak saya!” Menatap ke arah Rani.

      Wanita itu hanya tersenyum. “Mbak apa kabar?” Wanita itu menjulurkan tangan untuk bersalaman.

     “Ngapain kamu datang ke sini? Saya sudah bilang, kamu bebas ambil suami saya, tapi jangan pernah dekatin anak saya!”

     “Lebih baik kita masuk dulu sebelum tetangga salah paham,” ucap Muklis membawa mereka semua masuk.

   Nat yang bingung dengan situasi ini hanya duduk menyaksikan pertengkaran Santi dan Muklis. Ia pernah mendengar cerita temannya di sekolah kalau ayah dan ibunya Kelvin bertengkar karena wanita lain. Gadis kecil itu akhirnya memahami permasalahan yang dialami keluarganya ini.

      Nat turun dari kursi dan berdiri ditengah-tengah mereka. “Ayah, Ibu, bisa berhenti sebentar,” ucap gadis kecil itu dengan begitu lembut.

      Semua tatapan mengarah kepada gadis kecil yang berdiri ditengah mereka.

        Nat menatap Muklis dengan tatapan sedih. “Ayah, jika Ayah tidak sanggup untuk terus bersama Ibu dan Nat, Ayah bisa ninggalin kami.” Nat menatap wanita yang berdiri di sampingnya. “Tante, Nat tidak tahu Tante siapa, Nat tahu Tante orang baik. Tapi, kenapa Tante ambil Ayah? Tante gak tahu seberapa sayang dan cintanya Nat sama Ayah? Kalau boleh Nat minta tinggalin Ayah untuk kami.”

      Nat hanya tak ingin hidup keluarganya hancur seperti yang dialami temannya. Gadis itu hanya ingin keluarga yang utuh, keluarga yang harmonis, keluarga yang penuh kasih sayang. Di hari ulang tahunnya ia tidak ingin apa-apa hanya ingin keluarganya kembali seperti dulu.

      Nat melihat Santi yang menangis tersedu-sedu, ia memeluk Santi sambil menenangkannya. “Ibu jangan nangis lagi, masih ada Nat di sini yang sayang Ibu.”

      Seketika itu juga Santi merasakan dadanya sakit, napasnya mulai tersengal-sengal juga batuk terus menerus. Nat yang panik mendudukan Santi di lantai dan ia berlari menggambil air. Tidak berapa lama Santi kehilangan ke sadaran, Nat menangis memegang tangan Santi dan memanggilnya. Muklis buru-buru membawa Santi ke rumah sakit dan Rani menggendong Nat untuk ikut bersama mereka.

       Sesampai di rumah sakit Santi diperiksa oleh dokter. Detik itu Nat merasa hancur sehancur-hancurnya. Ibu yang sangat ia cintai pergi meninggalkannya tanpa sekata patah pun, gadis kecil itu tidak menyangka ini akan menjadi ulang tahun terakhirnya bersama Santi dan tidak menyangka ini kado yang diberi Tuhan untuknya. Mulai saat itu ia membenci Muklis dan Rani, Nat tidak akan mengapunin Muklis dan Rani atas apa yang telah mereka perbuat.