Jeratan Abang Psikopat

Jeratan Abang Psikopat

Nagita_

0

Namaku Icha Damian, panggilan sapaanku biasa disebut dengan Icha.

Ini adalah satu bulan sejak Ayahku menikah lagi dengan seorang Wanita yang bernama Martha, aku akui dia sosok Bunda yang baik bagiku.

Benar, aku menyebutnya Bunda.

Aku mempunyai Abang tiri lebih tepatnya Anak dari Bundaku, namanya adalah Ken Danuarsa yang bekerja sebagai Dokter Forensik disalah satu rumah sakit.

Aku tak pernah sekalipun bertegur sapa dengan Abangku itu setelah pernikahan kedua orang tua kami, apalagi Abang Ken tak pernah tinggal di kediaman kami.

Pria dengan perawakan tampan dan putih dengan wajah cuek itu memilih tinggal di Apartemen mewah miliknya sendiri, sejujurnya aku agak aneh entah ia tak menyukai pernihakan kedua orang tua kami atau ia memang menyukai kesendirian yang pasti ia selalu menolak untuk di ajak berkumpul dan tinggal bersama.

____

Siang itu aku melangkahkan kakiku ke dapur, walau sudah sebulan tinggal bersama Bunda bagiku tetap saja aku masih sungkan.

"Loh Icha, udah selesai kuliah Online nya?" sapa Martha Bundaku.

Aku mengangguk seraya tersenyum.

"Bunda baru selesai masak, apa kamu mau makan? Kalau iya biar Bunda siapin" lirih Martha.

"Ah nggak usah Bun, aku masih kenyang. Sebenarnya Bunda aku mau pergi ke kafe bareng teman, apa boleh?" tanyaku pada Bunda.

Martha menatap wajah Icha sebentar.

"Boleh kok Cha, asal pulangnya jangan malem" lirih Bunda Martha ramah.

Aku tersenyum, namun belum juga aku melangkah pergi Bunda malah memanggilku.

"Icha" panggil Bunda.

"Kamu pergi ke kafe yang mana?" tanya Bunda membuatku heran.

Ia meletakan paper bag di hadapanku.

"Sebenarnya Bunda juga mau pergi tapi Bunda sedikit lelah, ini makanan buat Abang Ken" lirih Bunda membuatku semakin bingung.

"Apa Bunda boleh minta tolong sama Icha? Tapi kalau Icha nggak mau, Bunda nggak maksa kok" ucap Bunda.

Icha tersenyum seolah mengerti maksud Bunda.

"Bunda mau aku nganterin ini ke Bang Ken ya?" tanya Icha.

Bunda mengangguk membuat aku semakin tersenyum. Jujur aku ragu karena bagiku Abang tiriku itu sedikit menyebalkan, selain cuek ia terlalu dingin dan aku sedikit tak suka dengan sikapnya seolah ia memang tak suka kehadiranku.

Aku segera meraih paper bag itu.

"Kirim lewat chat ya alamat pasnya Bun, biar aku antarkan dulu makanan Abang baru aku ke kafe" lirihku.

Bunda mengangguk tersenyum.

"Makasih ya Cha, maaf Bunda ngerepotin kamu" ucap Bunda.

Aku mengangguk seraya pergi.

___

Aku jelas berangkat dengan taksi online yang kupesan melalui ponselku, tujuanku adalah Apartemen mega luxury salah satu kediaman mewah di kota itu.

'Ah apa Bang Ken ada di Apartemennya? Sudahlah, kalau aku tak dibukakan pintu maka akan aku letakan saja makanan ini di depan pintunya' batinku.

Sungguh pikiranku sedikit kacau, pada dasarnya aku sungguh tak mengenal dekat Ken.

Hingga taksi berhenti di sebuah gedung mewah.

"Aku tadi bayar lewat aplikasi ya Pak, terima kasih Pak" ucapku.

Pak supir mengangguk dan pergi.

Kakiku mulai melangkah menuju Apartemen yang dikatakan oleh Bundaku, aku terus menatap ponselku sambil menaiki tangga menuju lantai yang dimaksud oleh Bunda adalah Apartemen milik Ken hingga terdengar sebuah jeritan wanita.

"Akhhh" pekiknya hingga tak ada lagi suara.

Satu lantai lagi mungkin aku sampai di tempat yang Bunda maksud namun kakiku seketika lemas kala menatap tangan wanita tergeletak lemas dengan darah yang mengalir, wajahnya pucat... Aku takut, kakiku sudah seperti jelly berteriak saja sudah tak mampu lagi.

Pletak

Aku menjatuhkan paper bag menatap mata Bang Ken yang juga menatapku.

"Sedang apa Cha?" tanya nya padaku santai.

Tampaknya wanita itu sudah pingsan di dekat kaki Ken.

"Diminta Bunda ya? Ayo masuk!" perintah Bang Ken dengan santai.

Aku masih diam dengan wajah kaget dan takut.

"Cha, makanan milikku bawa masuk aja!" sentak Ken terdengar memberiku perintah.

Aku gemetar apalagi Ken semakin mendekat.

"Bang..." ucapanku terhenti saat Ken mendekapku.

"Apa saja yang kamu lihat Cha?" tanyanya tepat ditelingaku.

Suaranya terdengar mengerikan.

Aku terdiam namun leherku terasa sakit, hingga pada akhirnya aku terlelap dalam pelukan Ken.

Sungguh aku tak sadar lagi, saat sebuah cairan masuk ke tubuhku. Aku rasa Ken menyuntikkan sesuatu di leherku.

Ada yang salah, aku rasa Abangku sedikit gila. Itulah yang ada dibenakku.

Bersambung...