Pagi hari yang cerah. Itu adalah hari pertama Mauza akan bersekolah di sekolah barunya, SMA Bougenville, Bandung.
Cowok dengan sedikit jambul di bagian depan kepala itu merapikan potongan rambutnya dengan hair styling cream bermerk 'Cluar Caw!'. Mauza kemudian beralih memanaskan sepeda motornya di halaman rumah, hanya sebentar.
Berikutnya, ia kembali lagi ke dalam rumah untuk meminum susu sapi segar pegunungan (read: hewan yang kalau mengaum suaranya 'hemmoooh!') hangat bersama roti selai yang sudah disiapkan ibunya tadi untuk sarapan. Sembari duduk di meja makan, Mauza mengetikkan sebuah pesan di ponselnya. Ia mengirim pesan untuk Lidia, tetangga rumah dan sekaligus teman masa kecilnya dulu.
Lid, kamu belom berangkat kan? Tungguin aku ya. Habis ini aku ke rumah ibumu.
Eeeh, rumahmu sama rumah ibumu masih sama kan??
Dulu, semasa kecil, Mauza dan Lidia tinggal masih dalam satu lingkup rukun tetangga atau RT. Kemudian, saat duduk di bangku kelas empat SD, Mauza pindah ke luar kota mengikuti ayahnya yang punya urusan bisnis di luar kota.
Adapun tahun ini, Mauza dan ibunya kembali pindah dan tinggal di kota kampung halamannya, Bandung. Ia juga pindah ke sekolah yang ternyata sama dengan tempat Lidia biasa menimba ilmu pengetahuan. Bukan di Sumur Bandung lho, tapi di SMA Bougenville.
Mauza segera meneguk susu segarnya hingga habis. Kemudian ia menggigit selembar roti tawar.
Padahal, ibunya tadi sudah menyiapkan beberapa lembar roti tawar yang diolesi selai nanas dan kacang. Mauza memang tak begitu suka dengan makanan-makanan yang manis. Jadi, ia lebih memilih roti yang cantik saja--eh, maksudnya yang tawar atau tak manis.
Ranselnya yang tergeletak di salah satu kursi meja makan kosong, segera ia raih dan ia kenakan. Mauza pun beralih ke arah rak sepatu di dekat pintu rumah.
"Maa! Aku berangkat," teriak Mauza seraya menarik roti dari mulutnya dengan tangan untuk berbicara sebentar, kemudian kembali ia gigit dan mulai mengunyahnya lagi. Mauza mengambil sepasang sepatu hitam dan mengenakannya saat duduk di lantai anak tangga teras rumah. Masih sambil mengunyah roti di mulutnya, yang ia tarik bertahap dengan gigitan giginya untuk masuk ke dalam mulut.
Ibu Mauza keluar dari bagian dalam rumah dan menghampiri Mauza yang duduk di lantai anak tangga teras serta sedang mengenakan sepatu. "Kalau makan itu ya diselesein dulu lah, Za? Masa makan sambil pake sepatu sih? Awas aja kalo itu roti ketuker sama sepatu. Sarapan pake sepatu kamu ntar," keluh ibunya yang membayangkan Mauza sudah makan sepatu.
"Gak bakal lah, Ma, aku gak demen kok makan sepatu ...," jawab Mauza sambil menyelesaikan kunyahan terakhirnya karena roti di luar mulutnya sudah habis masuk ke dalam mulut.
"Huft ... kamu itu ... kalo dikasih tau tu dengerin aja gitu lho? Jangan jawabin terus?" protes ibu Mauza dengan nada menggerutu.
"Kan aku punya mulut, Ma ... apa gunanya kalo dianggurin? Ntar malah tumbuh ganggang hijau lagi, hehe." Mauza meringis. "Takut telat, Maa ... ntar keburu berangkat si Lidia-nya ...," beber Mauza kemudian. Menjelaskan alasan sesungguhnya kenapa ia bergerak cepat pagi itu, agar ibunya tak mengomel lagi. Kalau ibunya sudah mengomel panjang, bisa-bisa rambut lurus dengan sedikit bergelombang milik Mauza yang tadi sudah ditata rapi berubah jadi kribo nanti.
"Kamu ini kok kayak anak PAUD aja sih? Emangnya harus bareng sama Lidia ya buat ke sekolah baru? Ntar kan kamu ketemu juga sama dia di sana?" Ibu Mauza masih sedikit mengerutkan dahinya karena Mauza, si anak cerewet itu memang selalu menjawabi nasihat beliau dengan alasan. Ibu Mauza gemas, ia ingin agar anak semata wayangnya itu hanya mengiyakan saja kalau diberi nasihat.
"Gak papa, Ma. Seenggaknya buat hari pertama aja. Ya udah, ya, Ma, aku berangkat dulu?" Mauza mengangkat tangannya untuk bersalaman dengan ibunya.
"Ya udah, hati-hati," pesan ibu Mauza.
"Iya ... assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Mauza pun mengendarai motornya, pergi ke rumah Lidia yang sebenarnya agak jauh dari rumahnya yang sekarang. Akan tetapi, Mauza memang merasa perlu untuk melakukannya, karena itu adalah hari pertamanya bergaul di lingkungan baru.
------