Penulis: Adeviaaa14
Part-1
"Aku tidak mau di jodohkan dengan wanita yang tidak aku cintai, Bu. Setuju atau tidak, aku akan tetap menikahi Melinda," ucapku dengan nada geram.
"Baik, jika itu keputusanmu. Ibu tidak akan memaksamu, tapi kamu jangan pernah menyesali keputusanmu itu. Karena Melinda bukan wanita baik-baik, ingat itu Aryan!" jawab ibuku sambil mendekat ke arahku sembari mengangkat telunjuknya dengan memberiku peringatan.
***
Namaku Aryan Wijaya, anak tunggal dari pasangan Beni Pratama dan Rita Jayanti. Aku bukan dari keturunan orang kaya, bahkan orang tuaku berasal dari kampung terpencil. Setelah mereka menikah, orang tuaku pindah ke kota. Demi menyambung hidupnya, orang tuaku membuka usaha kecil-kecilan, bahkan kami masih tinggal di gubuk yang kecil.
Tapi semenjak ayahku sering sakit-sakitan, aku yang meneruskan usaha orangtuaku.
Waktu itu usiaku baru 18 tahun, dan baru akan memasuki Perguruan Tinggi karena mendapatkan full beasiswa, tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan baik itu. Untungnya aku bisa kuliah secara online, jadi bisa sambil mengembangkan usahaku.
Di tahun ke empat, tidak lama setelah aku lulus S1, ayahku meninggalkan kami berdua untuk selamanya.
Aku tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Dengan bekal tabungan seadanya, aku meminta izin pada ibuku untuk melanjutkan pendidikan S2 ku.
Saat usahaku semakin berkembang, aku sedikit merombak rumahku menjadi lebih nyaman, dan mencarikan Art untuk membantu dan menemani ibuku dirumah, karena aku tidak tega jika ibu merasa kesepian setelah kepergian ayahku.
Aku terus berusaha untuk mengembangkan usahaku lebih pesat lagi. Aku yakin jika usaha tidak akan mengkhianati hasil, dan benar saja, berkat dukungan ibuku dan kegigihan serta kerja kerasku, akhirnya membuahkan hasil.
Gubuk kecil yang dulu kami tempati, kini berubah menjadi rumah mewah bak istana, dan sekarang aku sudah memiliki beberapa aset perusahaan yang terkenal dikalangan atas.
Kini diusiaku yang sudah memasuki 29 tahun, aku rasa sudah waktunya untuk menikah.
Sebelumnya, aku belum pernah mempunyai hubungan dengan seorang wanita, karena tidak ada waktu bagiku dan terlalu sibuk dengan pendidikan dan usahaku. Kecuali dulu aku pernah menyukai Nindia teman SD ku. Namun saat kelas 5 SD dia pindah ke luar kota. Semenjak itu, sampai saat ini aku tidak tau keberadaan dia.
Tapi sekarang aku sedang mencintai seorang wanita cantik yang berkulit putih, dengan lekukan tubuh bak gitar spanyol. Aku pikir, daripada nanti terjerat dengan hawa nafsuku lebih baik aku segera menikahinya.
Ah, aku pasti menjadi lelaki yang paling beruntung, karena aku akan segera memiliki seutuhnya wanita yang sempurna seperti dia.
***
Pagi ini aku akan berangkat ke kantor, karena ada beberapa meeting yang harus dilakukan. Tetapi sebelum berangkat, aku akan bicara terlebih dahulu kepada ibuku tentang keinginanku.
Aku berjalan menuju meja makan, kebetulan ibuku ada di sana.
"Pagi nak, sarapan dulu sebelum berangkat," sapanya sembari menyiapkan sarapan untukku.
"Tidak Bu, aku sedang buru-buru karena sekarang ada beberapa meeting yang harus dilakukan. Tapi sebelum aku berangkat, aku ingin mengatakan sesuatu pada Ibu," ucapku.
"Duduk dulu nak. Ada hal penting juga yang ingin Ibu bicarakan kepadamu," titahnya sembari melanjutkan sarapannya.
Akupun duduk mematuhi perintahnya.
"Aku ingin segera menikah, Bu."
Kulihat ibu langsung menghentikan aktivitas sarapannya itu, dan menoleh ke arahku.
"Dengan siapa Aryan?" tanyanya serius.
"Melinda, Bu."
"Melinda anak pak Hartono itu?" tanya ibuku, matanya membulat saat mendengar nama wanita yang ingin ku nikahi itu.
"Iya Bu, aku mencintai dia, dan aku sudah berjanji akan segera menikahi Melinda."
"Ibu tidak setuju Aryan. Kalau kamu menikah dengan Melinda," bentak wanita yang telah melahirkanku itu.
Kulihat wajah ibuku merah padam seperti menahan amarah saat mendengar keinginanku itu.
"Tapi aku sangat mencintai Melinda, Bu."
"Ibu sudah jodohkan kamu dengan Aisyah, wanita pilihan Ibu. Kamu tau kan anak Bu Lestari teman baik Ibu, dia wanita baik juga Solehah, yang pantas untuk menjadi istrimu nanti," ucap ibuku.
"Aku tidak mau di jodohkan dengan wanita yang tidak aku cintai, Bu. Setuju atau tidak, aku akan tetap menikahi Melinda," ucapku tegas dengan nada geram.
"Baik, jika itu keputusanmu. Ibu tidak akan memaksamu, tapi kamu jangan pernah menyesali keputusanmu itu. Karena Melinda bukan wanita baik-baik, ingat itu Aryan!" jawab ibuku sambil mendekat ke arahku, sembari mengangkat telunjuknya memberiku peringatan. Seketika pergi entah kemana.
***
Di kantor setelah semuanya meeting selesai, aku merasa sangat penat dan seketika kepikiran tentang perkataan ibuku tadi. Kenapa rasanya ibuku sangat tidak menyukai Melinda. Padahal menurutku selama ini dia wanita yang baik juga pengertian kepadaku.
Melinda adalah teman sekelas SMA ku dulu. Dia hanya tinggal bersama ayahnya, karena ibunya sudah meninggal sewaktu dia dilahirkan. Dia paling pintar di kelasku, bahkan selalu mendapatkan peringkat satu.
Jujur saja, waktu semasa SMA dulu, aku tidak pernah tertarik dengannya karena penampilannya yang kumal, hitam, dan cupu. Bahkan tidak jarang wanita itu selalu dibully dan diejek oleh tamannya, mereka selalu mengejeknya dengan sebutan "Linda si kedelai hitam yang cupu."
Aku sebenarnya kasihan ketika melihat dia sering di-bully, tapi aku selalu mengabaikannya. Pernah ketika waktu jam istirahat, aku melihat dia di hampiri oleh temannya, di lempari sampah basah itu ke wajahnya, sampai baju seragam putihnya pun ikut kotor.
Wanita malang itu hanya diam, terlihat cairan bening keluar dari matanya. Ia sama sekali tidak pernah melawan apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Dia hanya menunduk, namun sorot matanya menoleh ke arahku seakan meminta pertolongan. Tetapi aku langsung menoleh ke arah lain dan mengacuhkannya.
Setelah kelulusan SMA, aku sama sekali tidak pernah bertemu dengan Melinda lagi. Walau rumah kami tidak berjauhan hanya berbeda Desa saja, tetapi aku baru bertemu selama setahun ini.
Saat pertama aku bertemu dengan Melinda lagi, saat itu terlihat dari kaca spion mobil, di sebrang jalan sana, kedua netraku tidak sengaja melihat seorang wanita muda, mungkin seumuran denganku, sedang di marahi oleh seorang pria yang sudah berumur dengan berbadan gumpal.
Aku heran, kenapa tidak ada yang ingin menolong wanita itu, padahal di sana terlihat ada beberapa orang tetapi hanya menontonnya saja.
Kuayunkan langkahku ke arah wanita itu, sepertinya mereka sedang berdebat. Kulihat pria itu menyakiti wanita tersebut, dia menjambak rambut dan menarik paksa lengan wanita yang di hadapannya.
Tepat saat pria itu nyaris menampar wajah wanita tersebut, ku dorong tubuh pria tua itu dan memukul perut buncitnya, seketika dia tersungkur.
"Kurang ajar, siapa kau. Berani-beraninya kau mendorongku," ucapnya dengan penuh amarah.
Aku menarik paksa kerah baju pria tua itu dan mengangkat tangan kiriku lalu membogem wajahnya "Dasar lelaki tua, beraninya hanya menyakiti seorang wanita. Pergi. Atau aku akan membuat wajah tuamu itu hancur," seketika darah segar mengalir dari bibirnya.
"Aku tidak berurusan dengan mu anak muda. Aku hanya berurusan dengan wanita jalang ini, cuihh. Urusan kita belum selesai," ucapnya, sambil mengangkat telunjuknya ke wajah wanita tersebut, terlihat wajahnya ketakutan dan langsung menundukkan kepalanya, saat mendengar ucapan dari pria tua itu, lalu pria tua itu pergi meninggalkan kami.
Aku menatap sekeliling orang-orang yang sedari tadi hanya menonton kami, tanpa ada satupun niat untuk membantu.
"Pergi kalian semua. Untuk apa kalian masih ada disini," bentakku. Seketika mereka pergi menyisakan aku dengan wanita malang ini.
"Ka-Kmu---?" ucapnya terbata dengan matanya membulat saat melihat wajahku.
"Kamu, Aryan Wijaya kan?" pekiknya, sembari merapihan rambut panjangnya.
Ku kerutkan keningku, ku tatap penampilan wanita yang berdiri dihadapan ku ini. Cantik. Tapi bagaimana dia bisa tau nama asliku, sedangkan aku tidak mengenal wanita ini.
"Bagaimana kamu tau namaku?" tanyaku penasaran.
"Ah ya, kamu mungkin tidak mengenaliku, karena kita sudah lama tidak bertemu. Aku Melinda Safitri teman sekelasmu," tuturnya, sembari memberi berjabat tangan, terlihat lengkungan dari bibir manisnya.
Kali ini mataku membulat saat mendengar pernyataannya itu.
Kuperhatikan wajah wanita itu, memang mirip Melinda. Walau sudah berbeda jauh dari wajah Melinda yang dulu ku kenal.
Aku mamatung. Apakah dia benar-benar Melinda?
Astaga, aku tidak menyangka bagaimana mungkin wanita kumal yang selalu di bully itu berubah menjadi secantik ini. Bahkan dulu badannya kurus kering, tidak seperti sekarang bak gitar spanyol.
Aku menerima berjabat tangan dengannya "Kamu berubah drastis Melinda, sekarang kamu sangat cantik, sampai aku tidak bisa mengenalimu," pujiku. Kulihat rona merah itu muncul dipipinya.
"Kamu juga makin tampan dan gagah, Aryan. Senang bisa bertemu denganmu kembali," pujinya. Lalu tersenyum, entah kenapa senyum itu terasa aneh, tidak bisa ku artikan.
Dia berterimakasih kepadaku. Aku menawarkan untuk mengantarnya pulang. Kebetulan jalan menuju rumah kami searah. Dia pun setuju, dia mengatakan pria itu selalu mengganggunya.
Di perjalanan, dia sempat meminta nomor teleponku. Kami banyak betukar cerita, ternyata dia tidak melanjutkan pendidikannya, tetapi dia bekerja keras diluar kota untuk ayahnya, dan dia juga belum menikah.
Setelah kejadian itu, kami sering berkomunikasi dan sering bertemu. Dia sangat perhatian padaku. Sampai akhirnya aku merasa bahwa aku mulai jatuh cinta padanya, dan akhirnya kami membangun sebuah hubungan.
Seketika aku terperanjat dari lamunanku, saat terdengar suara dari benda pipih yang tersimpan di saku celanaku. Kutatap sekilas ternyata ada yang menelpon ku.
Aku menatap layar benda pipih di tanganku ini. Seketika rasa penatku hilang, saat melihat gambar wajah wanita yang kucintai itu, menjadi penghias layar depan ponsel milikku, dan terlihat nama Melinda yang menelponku.
Ah ya, aku tau dia menelponku karena ingin menanyakan hal itu, dan langsung ku jawab panggilannya.
"Halo sayang, ada apa menelponku? Apa kamu sudah merindukan ku lagi, hm?" tanyaku sembari menggodanya.
"Aahh, iya Mas. Aku selalu merindukanmu. Bagaimana, apa kamu sudah bicara pada ibumu Mas?" tanyanya di sebrang sana.
"Sudah Melinda, aku sudah bicara pada ibuku. Awalnya ibuku menolak, karena ibuku ternyata mau menjodohkanku."
"Apa? Terus kamu menerima perjodohan itu Mas?" tanyanya dengan nada cemas.
"Tentu saja tidak sayang, aku akan tetap menikahimu," jawabku meyakinkan dirinya.
"Terimakasih Mas, sudah memilih keputusan yang tepat. Nanti ku telpon lagi, karena saat ini ada hal yang penting. Aku mencintaimu, Mas," ujarnya
Belum sempat ku jawab, tetapi sambungan telpon itu terputus sebelah pihak. Ada apa dengannya, terdengar dari sebrang sana bahwa Melinda seperti sedang buru-buru, membuat diriku menjadi bertanya-tanya hal penting apa yang sedang dia lakukan.
Entah kenapa setelah sambungan telpon itu terputus, perasaanku menjadi tidak enak. Ada apa dengan diriku, kenapa tiba-tiba merasakan hal aneh ini, rasa cemas, gelisah, sedih dan perasaan yang tidak menentu ini membuatku tidak nyaman.
Ada apa denganku ini?
Kenapa aku tiba-tiba memikirkan ... Ibu.
Kenapa aku merasa bahwa ibu sedang tidak baik-baik saja.