Suara orang minta tolong masih keluar dari mulut kakek tua yang menderita sejak kemarin sore. Kakek tua itu diikat kakinya, dipenjara di gua lalu dipaksa memakan kotoran manusia. Kakek tua itu masih menatap berak di sebuah piring. Ia meminta terus agar diberikan makanan layak namun yang hanya ada di depannya adalah kumpulan berak-berak.
"Makanan yang ada! Itu rezeki lo!" ucap seorang perempuan. Wajahnya masih terlihat muda. Rambutnya sebahu, memakai pakaian hitam. Cincin berbatu gelap ada di jari tengahnya. Jari tengahnya mengacung meremehkan si kakek tua.
"Bangsa kalian selalu ikut campur! Rakyat ular memang harus diginiin. Disiksa. Nggak usah dikasihani! Berak yang kalian makan itu pantas berada di mulut kalian. Kalian kaum rendahan yang membuat gue selalu pusing. Gue akan menguasai bumi ini, bahkan semesta. Gue akan membuktikan gue pantas mendapatkan segalanya.
Kakek tua itu mulai memakan berak sambil memperhatikan gerak-gerik ratu yang lalim di depan jeruji besi. Ia masih berharap perutnya yang sakit karena makan berak sejak kemarin bisa terobati ketika ia dibebaskan oleh ratunya, Ratu Ayu.
"Si Ayu nggak akan bisa nyelamatin lo! Lo itu sudah terlalu tua! Sudah tidak berguna lagi sebagai rakyatnya. Sudah ya! Gue mau pergi dulu. Buang waktu gue ngomong sama lo!"
Wanita muda itu segera pergi tanpa banyak bicara, ia hanya tertawa yang tawanya menggema di seluruh gua.
***
Suara piring beradu dengan tangan Linda. Sabun di tangan Linda dibiarkan mengenai piring-piring yang ia cuci. Ia usap-usap piring-piring lalu dibilasnya dengan pelan-pelan. Sebuah langkah jejak kaki ia dengar. Ada yang menghampirinya, majikannya, Jeremy, seorang lelaki muda yang juga seusianya.
"Lagi apa?" tanya Jeremy. Jeremy mengecup leher Linda sambil malu-malu.
"Jeremy, jangan nanti orangtua dan kakak kamu tahu hubungan kita." Linda berbisik sambil tersenyum
"Kamu nyuci apa sih? Piring? Nyuci aku kapan?" goda Jeremy.
"Ih kamu! Ada-ada aja," balas Linda, pipinya memerah.
Tangan Linda yang penuh dengan sabun ia genggam. Jeremy menatap perempuan yang ia cintai. Walaupun ia asisten rumah tangganya, namun entah bagaimana ada benih-benih cinta yang mulai terasa selama beberapa bulan ke belakang.
"Tangan kamu harum sekali ya."
"Iya, Jeremy. Kamu apa-apaan sih. Genit deh!"
Jeremy mengecup jari Linda lalu ia peluk Linda, di dapur mereka berdansa. Linda mengibaskan rambutnya, melihat wajah Jeremy yang hanyut dalam dansa mereka. Perlahan bibir Jeremy mencium pipi Linda. Linda tersenyum. Jeremy mengedipkan mata lalu mencium bibir Linda.
Perlahan napas mereka memburu, Linda menerima setiap ciuman Jeremy. Ciuman yang berakhir dengan lumatan. Jeremy lalu mendorong Linda ke dinding. Menikmati percumbuan mereka
"Aku cinta kamu, Sayang." Tatap Jeremy penuh cinta.
"Aku juga."
Linda mendesis, mengedipkan mata, ia menginginkan Jeremy. Ia lumat bibit Jeremy. Jeremy pun membalas. Ciuman dua menit itu pun berlangsung penuh gairah. Keduanya saling melepaskan lalu Jeremy tersenyum.
"Kamu kuliah, nanti telat." Linda berkata. Gadis yang rambutnya diikat menggunakan pita rambut melambaikan tangan kepada Jeremy ketika lelaki yang dicintainya itu pergi sambil sesekali mengedipkan mata kepadanya.
"Uh! Hampir aja aku ketahuan," keluh Linda.
Linda bukan hanya manusia biasa, desisannya menandakan kalau ia adalah manusia ular. Sepertinya saking menginginkan ciuman Linda, Jeremy tidak peduli bila tadi Linda mendesis. Kalau sampai ia ketahuan sebagai manusia ular, ia khawatir kalau Jeremy tidak cinta lagi padanya.
Linda pun memutuskan untuk mulai fokus kepada pekerjaannya. Linda mulai kembali menjadi asisten rumah tangga biasa layaknya manusia. Ia tidak mau Jeremy mengalihkan pekerjaannya. Bergabung dengan dunia manusia adalah impiannya. Ia ingin sekali mempunyai keluarga yang bisa ke mana-mana. Bisa menikmati kehidupan walalupun kalau ia nanti menikah dengan Jeremy, dirinya dan Jeremy beradaptasi dengan dua alam mereka yang berbeda.
Sebuah suara terdengar jelas, Tefi, kakak Jeremy yang galak kepadanya mulai memanggilnya. Itu berarti ada perintah yang harus dilaksanakan dan tidak boleh dibantah. Linda harus segera mematuhi dan menerima panggilan Tefi.
"Cepetan Linda! Gue mau pergi sama teman-teman gue!" ucap Tefi.
Linda segera menuju ke kamar Tefi. Di sana Tefi sedang duduk lalu menatap Linda dengan tajam.
"Terserah lo yang mana. Sesuai selera lo gue udah pusing!"
"Ada apa ini Mbak?" Linda bertanya sambil menundukkan kepala.
"Pilihin baju yang menurut lo bagus. Gue butuh variasi." Tefi berkata.
Linda mengambil salah satu baju lalu memilihnya untuk Tefi. Gaun berwarna putih yang terlihat indah bagi pemakainya, menurut Linda.
"Apa sih lo. Gue tuh mau ke disko. Butuh yang gemerlap!" bentak Tefi.
Bukannya terserah aku tadinya. Linda mencoba bersabar.
Tefi cemberut lalu wajah melunak ketika Linda mengambil salah satu pakaian yang minim, berwaerna hitam. "Sekarang gue mau pilih rok mini. Tugas lo udah selesai. Lo cuci piring aja atau lo cuci badan lo biar nggak wangi pembantu." Tefi memberi perintah.
Tefi meninggalkan ruangan sementara Linda kembali kepada pekerjaannya. Ia menyetrika sementara Tefi sudah berada di mobil, satpam di rumah itu membukakan gerbang.
***
Tiara menghadap kepada Ratu Ayu. Ia melihat wajah ratunya tampak khawatir. Dari wajahnya terlihat jelas ada peristiwa yang tidak terduga. "Tiara, salah satu rakyat kita diculik Ratu Ahool. Ratu Ahool tidak akan pernah main-main dengan perkataannya."
"Apa ada ancaman?"
"Tidak, sampai saat ini tidak ada, namun keadaan bisa semakin sulit. Ratu Ahool bisa melakukan peperangan dengan kita. Dia sudah mengobarkan bendera perang bila begini terus."
"Apa yang harus kita lakukan Ratu?"
"Kita akan melakukan penyelamatan, kamu awasi sarang mereka dan buat pasukan untuk menyelamatkan orang yang disiksa dan dipenjara di sana.
Tiara mengangguk, memberikan hormat lalu pergi dari hadapan Ratu Ayu.
Tiara yang memakai baju hijau segera pergi keluar lautan. Ia tidak sendiri namun bersama beberapa pasukannnya Tiara dan pasukan terbang ke atas langit, angin sepoi-sepoi menerpa tubuh Tiara lalu mereka mendarat di sebuah sarang. Sarang yang besar, penuh kegelapan.
Tiara baru pertama kali mendekati sarang itu. Ia melihat sarang itu sebagai sebuah kastil yang sangat besar. Kastil berwarna hitam, ada patung kelelawar menyambut mereka di atas pintu gerbang. Tiara dan pasukannya masuk ke dalam.
Di dalam tidak ada siapa-siapa namun mendadak ia lihat ada para penjaga yang menghadang mereka. Dengan sigap Tiara dan beberapa pasukan Istana Ular segera menghalau mereka. Keduanya terlibat pertempuran. Tembak-tembakan dari tongkat Tiara melesat menuju ke tubuh para penjaga kaswtil itu.
"Mau apa kalian ke sini?!" bentak penjaga.
Mereka tidak menjawab hanya melawan. Tiara berhasil melumpuhkan salah satu prajurit Istana Ahool. Di Istana mulai suara kelelawar terdengar. "Ini ada yang mau makan kalian!"
Sontak para prajurit berubah menjadi ular yang sangat besar melayang dan menggigit beberapa kelalawar dan ahool yang menyerang mereka.
Suara ledakan demi ledakan terdengar. Beberapa prajurit istana digigit, sang panglima sedang tidak ada, hanya prajurit biasa sementara si ratu sedang berada di dunia manusia.
***
Suara diskotik pesta memenuhi ruangan, suaranya terdengar sangat kencang, Tefi menari-nari. Ada beberapa pria yang menari juga. Salah satunya iseng memegang pundak Tefi. "Eh, lo ya, berani pegang-pegang gue! Dasar mata keranjang lo!"
"Jangan galak-galak dong Sayang, siini menari sama aku." Suara pria itu meminta.
"Laki-laki nakal kayak lo ya harus diperingati kadang-kadang. Diperingati dengan ciuman."
Tefi mencium pipi pria itu, suara Tefi terdengar geram lalu ia gigit pria itu hingga berdarah ketika target sedang menikmati ciuman Tefi. Tefi matanya memerah sementara pria yang digigitnya berteriak-teriak.
"Ada vampir! Ada vampir!"
Pria itu lari dari diskotek saking ketakutannya. Ia mencoba berlari namun sesekali ia terjatuh. Tefi datang menghampirinya, berlari kencang. "Kamu kenapa? Kok lari?" Tefi tertawa sambil berbicara. "Katanya kamu mau godain aku?"
"Nggak! Tidak! Kamu vampirr!"
Tefi menerkam pria yang tadi menggodanya tepat di leher. Ketika menggigit, Tefi mengeluarkan desahan-desahan ketika darah yang keluar dari leher target masuk ke dalam mulutnya. Tefi merasakan darah yang ia hisap sangat segar. Pria itu masih bernapas sambil meminta ampun.
"Kali ini gue ampuni, tapi gue minta lo panggil gue ratu!"
"Iya Ratu."
"Baik. Lo anak buah gue sekarang. Siapa nama lo!"
"Dwi, Ratu."
"Dwi? Oke lo sekarang pergi gue nggak mau lihat lo. Sebelumnya gue butuh nomor ponsel lo."
Dwi memberikan nomor ponselnya kepada Tefi.
"Gue kontak lo kalau gue butuh bantuan. Sana pergi!"