Interaksi

Interaksi

Isa

0

Genggaman tangan Riki makin mengerat ketika Dimas bawa kekasihnya menuju sebuah hotel yang rasanya seperti tak asing di telinga Riki. Perasaan bingung sejak tadi memenuhi pikiran Riki, sebab ia tengah berfikir hadiah seperti apa yang akan Dimas berikan di tempat seperti ini.


Lantai sepuluh, seperti itu nomer yang tertera pada tombol lift yang Dimas tekan.


“kita mau kemana sih?”


“sebentar lagi ya sayang, kita sampai”


Kan, seperti itu jawaban yang selalu Dimas berikan sejak keduanya sampai, dan buat Riki makin penasaran.


ting


Bunyi pintu lift terdengar, buat Dimas melangkah duluan keluar dan setelahnya diikuti Riki dengan tangan keduanya yang masih saling menggenggam.


sebenarnya gue mau di bawa kemana sih?


Langkah Dimas terhenti ketika sampai di sebuah pintu kamar yang terletak tak terlalu pojok. Riki tak melakukan apapun, ia hanya diam sambil melihat Dimas mengeluarkan kartu dan perlahan membuka pintu kamar tersebut.


“ini hadiah yang mau aku kasih buat kamu ki”


Bola mata Riki membulat takjub ketika melihat jika kamar yang Dimas pesan bukan hanya sebuah kamar tidur biasa, melainkan sudah disulap bak tempat makan malam romantis dengan meja makan serta beberapa menu yang amat Riki sukai.


“dim?” Riki menoleh pada Dimas yang ternyata sejak tadi belum mengalihkan pandangan dari dirinya.


“meskipun sepanjang hari tadi mungkin adalah hari yang buruk untuk kamu, izinkan malam ini aku sulap jadi malam yang paling indah buat kamu ya, sayang”


Riki terdiam, kata-kata yang Dimas ucapkan barusan berhasil buat Riki meneteskan air mata lagi, namun kali ini air mata yang menetes bukanlah air mata kesal nya, melainkan air mata bahagia sebab dirinya tengah merapal beribu terimakasih kepada semesta karena telah mempertemukannya dengan manusia yang kini tengah berdiri di sampingnya.


Makan malam itu berjalan dengan baik, Riki sudah kembali tersenyum sehingga lupa dengan masalah yang ia alami hari ini, pun Dimas yang juga turut ikut tersenyum sebab kekasih manisnya kini sudah kembali bercerita seperti biasa.


“kenapa sih senyum-senyum terus? Makanannya mau nambah kah?


“gila aja kamu, aku udah kenyang banget, nanti kalau tambah bulet gimana?”


“gak apa-apa lah, makin seneng aku peluk kamu lagi hehe”


Riki berlagak marah ketika Dimas berkata seperti itu, namun di dalam hatinya tentu tidak terbesit niat untuk marah sungguhan.


“makasih ya hadiahnya, aku seneng banget”


Lagi, Riki mengucapkan kalimat terimakasih lagi pada Dimas, sebab ia pun bingung harus membalas apa selain ber-terimakasih pada kekasihnya.


“sama-sama sayang ku-”


“tapi hadiahnya sebenarnya masih ada lagi”


Riki diam dibuatnya, Dimas benar-benar mampu membuat Riki selalu terkejut dengan tingkahnya.


Dan kali ini Riki di buat terkejut lagi dengan Dimas yang tiba-tiba berdiri dari duduknya, lalu berjalan ke arah Riki, serta perlahan berlutut di hadapan laki-laki itu.


“dim? Kamu ngapain kok-”


Dimas keluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah, sebuah kotak yang tentunya tak asing bagi Riki.


Yap, sebuah kotak dengan cincin yang amat indah tengah Dimas persembahan untuk sang tercinta


“maaf beberapa waktu lalu aku terlalu takut buat ungkapin perasaan aku, maaf juga kita sempat ada masalah karena aku gak peka sama perasaan kamu ki, dan kalau kamu sempat kira kalau aku cuma main-main sama kamu, aku minta maaf lagi sebab, beberapa waktu lalu aku memang sibuk sama kerjaan, tugas dan juga soal projek kemarin, tapi Ki di balik semua kesibukan aku, jujur aku selalu menempatkan kamu di semua hal, di saat aku tugas atau apapun itu-”


“dan juga aku sudah memikirkan ini dari jauh-jauh hari di sela kesibukan aku itu, Riki Alamsyah mau kah kamu untuk terus bersama aku? Baik dalam susah maupun senang? Aku tau mungkin ini terlalu cepat dan terlalu tidak mungkin untuk kita-”


“tapi aku yakin ki, kita pasti bisa lewatin semua masalah selagi kita sama-sama, Riki mau kan kamu menjadi bagian dari hidup ku untuk sekarang dan selamanya?”


sekarang atau selamanya, tiga kata yang berhasil buat Riki terharu kembali.


Maka dengan yakin Riki mengangguk mengiyakan. Tak ingin memakan waktu lebih lama lagi untuk berfikir, sebab kali ini ia tak akan sendiri, ada Dimas yang akan selalu ada di sampingnya.


ia mengiyakan semua yang Dimas ucapkan, ia mengiyakan (lamaran?) Sadimas


Senyum bahagia langsung terlihat jelas ketika Riki mengangguk, dengan perasaan terharu Dimas pasangkan cincin yang sudah Dimas siapkan dari jauh hari itu.


Cincin yang terukir inisial namanya dan nama Riki disana


Senyum Riki tak berhenti mengembang ketika melihat cincin itu sudah terpasang sempurna di jari lentiknya.


Dimas lalu berdiri kembali, namun tangan kanannya kini terulur di hadapan riki.


“katanya ngeliat city light dari atas sini bagus tau ki, kita lihat yuk” ajak Dimas, lalu tangan kanannya menerima uluran tangan Dimas, ia tentunya akan menerima ajakan apapun itu.


Asalkan Dimas orangnya


Perlahan jemari keduanya bertautan, dan tentunya enggan untuk merenggang sebab keduanya tengah diselimuti beribu rasa bahagia, senyum malu juga sejak tadi tak bisa keduanya hindari setiap kedua mata tak sengaja bertemu.


“cantik” lirih Dimas tiba-tiba


“stop gombal ya jelek”


“aku gak gombal, kamu memang selalu cantik cuma aku tahan aja takut pipi kamu merah terus nanti”


tuh kan, Dimas tuh selalu tau jika pipi Riki akan memerah setiap di puji


Riki memilih menatap keluar jendela, alih-alih harus bertukar tatap dengan Dimas yang saat ini tengah menatapnya.


Namun Dimas tak habis akal untuk itu, ia kikis jarak antara keduanya, mencoba menarik perhatian kekasihnya dengan menaruh tangan kirinya di pinggang ramping Riki.


“sejak kapan beli cincin ini?”


“udah agak lama”


“berarti udah lama juga ya naksir aku?”


“gak usah di jawab, kamu pasti tau jawabannya”


Riki tertawa renyah mendengar jawaban Dimas, hingga tak sadar jika kedua tangannya sudah ia lingkarkan di tengkuk Dimas.


Tatapan Dimas tak lepas sekalipun dari laki-laki manis di hadapannya, pun dengan Riki yang sadar dengan itu, tapi bukannya ia pergi, atau melihat ke arah lain, tatapan Dimas kali ini seakan menguncinya, mengunci dirinya sehingga Riki kali ini hanya dapat menyandarkan dahinya di dahi kekasihnya.


“Aku sayang banget sama ku ki-” lirih Dimas rendah.


“jangan tinggalin aku ya?”


Riki menutup matanya ketika kalimat itu keluar dari mulut kekasihnya, maka dengan impulsif Riki memajukan wajahnya dan membiarkan bibirnya bertemu dengan bibir Dimas, beri sensasi memabukkan bagi satu sama lain. Ciuman itu tentunya di balas baik oleh Dimas, ia tarik lelakinya untuk mendekat.


Riki belum menjawab kalimat Dimas barusan, namun semoga dengan ciuman yang Riki berikan, Dimas sadar jika perasaannya juga sama dengan dirinya.


Sebab Riki masih terlalu malu untuk mengungkap perasaannya secara langsung di hadapan kekasihnya itu.


Malu karena ternyata rasa sayang dan cinta yang Riki berikan masih kalah dengan cinta milik Dimas.


Cumbuan yang keduanya tengah mereka nikmati bukannya sekedar cumbuan yang di penuhi rasa nafsu, melainkan juga dengan cinta yang kini tengah memenuhi keduanya.


Perlahan, Dimas hentikan cumbuan yang mulai terasa panas itu, beri Riki sedikit usapan lembut di pinggang nya.


Dahi keduanya masih menempel, senyum dan tawa bahagia lagi-lagi masih terpancar oleh insan kasmaran itu.


“aku juga sayang kamu Dimas, dan aku mau untuk selalu sama kamu, baik sekarang maupun selamanya”