Ibu Untuk Anakku

Ibu Untuk Anakku

Susi_Riyanti

0

Ibu untuk Anakku

Ardi Bagaskara seorang singel parent berusaha untuk menjadi ayah sekaligus ibu bagi putri semata wayangnya bernama Arsyila Ramadhan.

Gadis kecil berusia lima tahun yang sudah mulai bersekolah di taman kanak-kanak.

Seperti biasa Ardi menyempatkan untuk menjemput putrinya pulang sekolah. Sebagai pemilik perusahaan tak sulit untuk melakukannya, walau terkadang ada rapat dan sebagainya tapi saat jam pulang sekolah Arsyila. Semua itu harus dihentikan dan Ardi akan pergi menjemput putrinya.

TK harapan Bangsa, sengaja Ardi memasukkan putrinya ke sekolah yang tak jauh dari lokasi kantornya.

Seorang gadis dengan seragam kotak-kotak biru duduk sendirian di bangku taman. Ardi langsung mengenali kalau itu putrinya.

Ardi membuka kaca mobil lalu membunyikan klakson agar putrinya mengetahui kalau jemputannya sudah datang.

Ada yang berbeda dari ekspresi Arsyila kali ini. Ia yang biasanya langsung menyambut ceria dengan senyuman lalu berlari sambil berkata Ayah, kini hanya melirik dengan wajah yang terus ditekuk.

Ada apa dengan anak ini?

Keanehan pun bertambah saat ia memilih duduk di jok belakang tanpa mengatakan sepatah kata pun.

“Kenapa di belakang, Sayang? Biasanya di depan bareng Ayah?” tanya Ardi.

“Syila lagi pengen disini aja,” jawabnya dengan wajah masih terlihat masam.

Ardi pun mulai melajukan mobilnya. Sesekali Ardi melihat putrinya dari kaca spion depan mobil, dia yakin putrinya sedang ada masalah .

“Ada apa sayang? Kok manyun terus. Cerita sama Ayah?”

Arsyila mengabaikannya dan hanya menatap ke luar jendela sambil melamun.

Karena tak nyaman didiamkan putrinya, Ardi pun memberhentikan sejenak mobil dan menepi.

“Ada apa sayang? Ayo cerita donk sama Ayah. Ada yang jahatin Arsyila di sekolah? Atau Ayah ada salah bikin Syila kesel? Ayah minta maaf deh,” kata Ardi sambil menoleh ke arah putrinya di belakang.

Tak disangka Arsyila malah menitikkan air mata. Bulir bening malah keluar dari kedua matanya. Segera anak itu mengusap pipinya yang basah.

Itu makin membuat Ardi semakin bingung dan juga sedih.

Bertanya pun kan percuma, putrinya pasti sedang tak ingin diajak bicara sekarang. Ardi lalu kembali melajukan mobilnya dan kini tak kembali ke kantor melainkan langsung pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Arsyila langsung berlari memasuki kamarnya. Ardi yang hendak mengejar tertahan oleh dering telepon di ponsel dan itu dari sekretarisnya.

“Pak, dimana? Ada meeting sebentar lagi.”

“Saya gak bisa datang. Arsyila sakit, diundur saja.”

“Tapi, Pak –“

Belum selesai sekretaris bicara, Ardi sudah menutup teleponnya. Tak ada yang lebih penting di dunia ini selain putrinya.Jika anak itu sedih, Ardi pun akan lebih sedih. Ia tak akan tenang sebelum tahu putrinya kenapa.

Ardi lalu berjalan menuju kamar putrinya. Perlahan ia membuka pintu kamar dan putrinya sedang tertelungkup di atas tempat tidur. Ardi pun mendekat dan duduk di sisinya.

“Sayang, Syila tahu kan, kalau Syila sedih, Ayah juga ikut sedih. Coba bilang Ayah harus bagaimana agar Syila gak sedih lagi,” ucap Ardi lembut sambil mengelus kepala putrinya.Syila bangun lalu menatap tajam pada Ayahnya dengan mata yang sudah sembab.

“Coba Ayah jelaskan, kenapa Syila gak punya Ibu?” ucap Arsyila dengan sedikit berteriak.

Ardi yang mendengar itu seketika hatinya seperti hancur dihantam gada.

Ardi pun tak langsung menjawab, hatinya langsung terguncang dan sakit. Air mata pun begitu saja membuncah. Bibirnya kelu, entah apa yang harus ia jawab.

Haruskan ia mengatakan macam apa ibunya yang sebenarnya mengapa ia lebih memilih menjauhkan Arsyila dari wanita hina seperti itu.

Bayangan menyakitkan kembali tergambar di ingatan Ardi, saat-saat dimana ia memergoki istrinya sedang berduaan dengan seorang pria di kamar hotel sedangkan Arsyila kecil tengah berjuang antara hidup dan mati di UGD rumah sakit.

Sakit, perih dan sangat menyakitkan. Istri yang sepenuh hati Ardi cintai malah berselingkuh di keadaan segenting itu.

“Syila sedih Yah, orang-orang dijemput sama mamanya, dibuatkan bekal sama mamanya, dikucir, dikepang, disayang sama Mamanya. Tapi kenapa Syila enggak Yah?” Arsyila meluapkan emosi dalam hatinya sambil menangis. Hal yang sudah ia tahan sedari tadi di sekolah.

Ardi tak kuat untuk menjawab, ia memilih keluar lebih tepatnya pergi ke kamarnya untuk mengeluarkan kepedihan berupa air mata di bawah guyuran shower kamar mandi.

Setidaknya air shower yang dingin itu bisa menyamarkan air yang keluar dari matanya juga rasa panas di dalam dadanya.

Inilah yang kutakutkan Tuhan, mengapa sesakit ini?

Apa yang harus aku lakukan?