Honey Darling

Honey Darling

Reinsabiila

0


Seseorang pernah mengatakan, jangan pernah mengambil langkah untuk mencintai sosok yang mustahil kamu miliki.

Jika kamu baru memulainya, maka akhiri sekarang juga. Karena kamu enggak akan bisa membayangkan gimana rasa sakitnya ketika cinta itu tak akan pernah bisa kamu gapai.

***

Katya Diantha harus berlapang dada dengan satu kenyataan, bahwa, ya, cinta yang ia persembahkan untuk Alexander Dananjaya memang tidak akan pernah bisa terlihat, selayaknya cinta seorang perempuan pada lelakinya.

Sampai kapanpun, Alex akan menatap dirinya sebagai sosok rapuh yang harus Alex lindungi, sebagai keluarganya.

Tidak pernah ada Katya di dalam hati Alex, selain pengakuan bahwa Katya adalah keponakan manis yang menjadi tanggung jawabnya untuk dijaga, selamanya.

Dengan dada yang terasa seperti dihantam batu besar, Katya berusaha amat keras sekadar meloloskan hela napas. Meski pada akhirnya tersendat. Bukan hanya sesak yang dadanya rasakan kali ini, namun juga denyut nyeri dan kesakitan. Seolah meremas hatinya, dan meremukkannya.

Bagaimana ia harus melewati satu hari ini dengan senyuman? Bukankah itu mustahil untuk ia lakukan.

Lalu, haruskah ia memasang wajah berkabung ketika Om terkasihnya melangsungkan pernikahan tepat di hari ini. Dia mungkin akan di cap sebagai sosok enggak tahu diri, yang tidak bisa berbahagia ketika laki-laki yang menjaganya selama ini akhirnya menemukan pasangan yang membuatnya bahagia.

Katya menatap dirinya sendiri di cermin, lalu mencengkeram dada kirinya yang terus saja mendenyutkan kesakitan.

Jika cinta itu menyenangkan, mengapa dadanya seperti tertusuk belati saat melihat Alex tersenyum untuk perempuan lain?

Sakit namun tidak terlihat, tidak berdarah.

Cinta baginya adalah hal terberat yang ia miliki. Dan cinta baginya adalah kesedihan paling nyata.

"Tenang, Katya. Jangan menangis sekarang." Katya berusaha merapalkan mantra untuk menenangkan diri sendiri. "Ada ribuan detik yang akan kamu lewati setelah ini. Kamu bisa sepuasnya menangis dan meratapi."

Benar, setelah hari paling menyakitkan ini, Katya akan mempunyai ribuan hari untuk tenggelam dalam kesedihan.

Pagi ini, entah seberat apa pun kenyataan itu, dia harus berusaha untuk tetap berdiri tegak dan memasang wajah bahagianya yang penuh kepalsuan.

Katya menepuk dua pipinya pelan, mencoba membuat raut kelam yang sedari tadi menghias untuk menghilang tidak berbekas. Dia menarik sudut bibirnya kaku. Menampilkan senyum paling manis di bumi.

Sayangnya, yang ia lihat kemudian di tampilan kaca di depannya itu justru seperti badut. Tidak salah juga, karena pada dasarnya ia memang sedang memainkan perannya untuk tampil sebahagia mungkin, tidak peduli entah seremuk apa hatinya.

Setelah menarik dan mengembuskan napas begitu panjang, Katya mengambil tas tangannya yang tergeletak di tepi wastafel dan keluar toilet.

Jika boleh memilih, Katya pasti lebih suka bersembunyi di bilik toilet, daripada berada di hall hotel yang dihias begitu mewah. Bernuansa warna putih dengan bunga-bunga memenuhi setiap sudut. Dekorasi pernikahan yang luar biasa indah.

Tidak salah Selena dan Alex memilih wedding organizer-nya.

Pintu hall tempat resepsi berlangsung sudah di depan mata, namun, langkah Katya terhenti seketika saat satu kalimat menyapa indera pendengarnya.

"Mempelai perempuannya kabur."

Katya segera menoleh ke asal suara dan menemukan tim penata rias pengantin di sana. Tanpa berpikir banyak ia segera menghampiri dua perempuan itu dan menyapa ramah, menanyakan apa yang sedang terjadi. Melihat ekspresi serius dan juga khawatir dari dua perempuan itu, Katya tahu yang ia dengar sebelumnya mungkin sebuah kebenaran.

"Saya dengar tadi, Mbak Selena kabur?" tanya Katya.

"Iya, Mbak. Tadi Mbak Selena minta sendirian di ruang tunggu, jadi kami keluar. Saat kami masuk, Mbak Selena sudah tidak ada di ruangan, bahkan gaun pengantinnya tergeletak di lantai."

Sesaat, Katya memejamkan mata. Mencoba mencerna apa yang penata rias itu katakan. Beberapa saat lalu, ia yakin Selena masih tersenyum dan memamerkan gaunnya yang indah.

"Alex sudah tahu tentang ini?" tanya Katya lirih. Tiba-tiba saja perasaannya begitu campur aduk. Rasa putus asa karena bayangan kehilangan Alex masih membekas di dada. Dan kini Katya tidak tahu harus menanggapi kaburnya Selena seperti apa. Saat dua perempuan itu mengangguk bersamaan, Katya kembali melanjutkan ucapan.

"Tolong, simpan berita ini untuk kalian berdua saja. Saya akan berusaha mengatasi masalah ini secepat mungkin. Dan akan memberi kabar pada kalian segera."

Setelah memastikan dua perempuan itu menutup mulutnya untuk tidak menyebarkan kabar menghilangnya pengantin perempuan lebih luas lagi, Katya segera beralih menuju ruang tunggu pengantin laki-laki. Setengah berlari.

Tiba di depan ruang tunggu pengantin laki-laki yang tertutup rapat, Katya menemukan Satrio, asisten pribadi Alex yang menunggu di depan pintu dengan wajah yang tampak sangat kalut.

"Om Alex di dalam?" tanya Katya tergesa.

Satrio mengangguk lesu. "Ya, kamu sudah mendengarnya?"

"Baru saja," balas Katya sembari mengatur napas. "Katya akan menemui Om Alex, tolong Mas Satrio handle para tamu, ya. Jangan sampai kabar ini menyebar begitu cepat."

Satrio mengangguk. "Tolong kamu tenangin dia, Kat. Masalah ini pasti mengguncang dia. Dan akan mencoreng wajah Alex karena kegagalan pernikahan ini."

Sebenarnya, tanpa disuruh, sudah pasti Katya akan berusaha menenangkan Alex. Tidak akan ia biarkan lelaki kesayangannya dipermalukan seperti ini.

Dengan gerak pelan, Katya mengungkit gagang pintu, membukanya sedikit dan segera menemukan Alex sedang berdiri menghadap jendela kaca, membelakangi pintu. Dengan ponsel menempel di telinga.

Belum sempat Katya membuka suara untuk meminta izin masuk ruangan. Katya lebih dulu dibuat terkejut karena gelegar amarah keluar dari bibir Alex.

"Berengsek!"

Teriakan Alex menggema, dibarengi dengan ponsel yang dibanting ke lantai. Membuat benda itu hancur berkeping.

Katya menelan ludah kasar. Ini kali pertama ia melihat Alex tampak semarah itu. Membuat nyalinya menciut seketika.

Dengan gerak pelan, mencoba menarik sedikit atensi Alex, Katya mengetuk pintu. "Boleh Katya masuk, Om?" tanyanya lirih, bersamaan dengan Alex yang menoleh ke arahnya.

"Kemarilah."

Satu kata singkat yang keluar dari bibir Alex, mengantarkan Katya untuk menganyun langkah mendekati lelaki itu.

Alex kesayangannya yang pagi ini sangat tampan dalam balutan tuksedo hitam, harus memasang wajah kalut penuh kekecewaan dan amarah.

Entah, Katya harus bahagia mendapati Selena kabur, karena itu membuat pernikahan ini gagal. Atau harus bersedih karena melihat Alex yang kecewa.

"Selena kabur," ucap Alex, menyambut kedatangan Katya. Lelaki itu duduk dengan lengan bertumpu dan jemari memijit pelipis.

"Katya tahu." Katya mengangguk pelan. Berdiri begitu dekat dengan Alex, dan siap memeluk lelaki itu kapan saja.

"Dia hanya ninggalin sepucuk surat. Bilang kalau dia enggak siap menikah dan enggak cinta sama aku lagi."

Suara lirih teramat sendu yang keluar dari bibir Alex berhasil mengiris hati Katya. Memecah tangis yang sedari tadi perempuan itu simpan baik-baik.

"Om harus bagaimana, Katya?"

Saat tanya itu terlontar, dan wajah Alex mendongak menatap tepat ke manik mata Katya, tiba-tiba saja satu pemikiran konyol melintas di kepala.

Katya sadar, ini jelas bukan waktu yang tepat.

Bagaimana mungkin ia memanfaatkan kesedihan Alex untuk kesenangannya sendiri.

Namun, sisi iblis di dalam dirinya justru tertawa bahagia. Berbisik bahwa sudah saatnya ia merebut Alex dan menjadikan lelaki itu satu-satunya miliknya.

Dengan tangis berderai, Katya menjatuhkan tubuh, berlutut tepat di depan Alex. Tatapannya tak pernah lepas sedikit pun dari bola mata paling indah yang berhasil membiusnya sedari dulu. Bola mata itu kini tampak berselaput bening.

Katya sangat membenci kesedihan di mata Alex.

Katya menarik napas dalam-dalam, dengan jemari yang begitu gemetar ia menggenggam jemari tangan Alex yang besar, dan melisankan satu kalimat paling berani.

"Menikahlah dengan Katya. Katya siap menjadi pengantin perempuan untuk Om Alex."

***