Radika Bagaskara,
Seorang anak muda yang lebih beku dari bunga es yang ada di dalam freezer kulkas.
Yang lebih memilih suasana damai dari pada badan wanita yang aduhai.
Yang lebih memilih wajah pucat pasi dari pada bersemu merah karena jatuh cinta.
Dan yang lebih memilih berkencan dengan bola, buku dan juga gamesnya dari pada dengan para ledies yang mempunyai bulu mata badai ala ala ...
*JULI
RADIKA !!
RADIKA !!
RADIKA !!
HUUUUUUUUUUU ...
Sorak tepuk tangan pun begitu bergemuruh di lapangan basket Sekolah Bina Nusantara, ketika melihat Radika yang dengan lincahnya memanjakan sebuah bola basket dengan sangat romantis.
Radika yang kini baru menginjak diusia remajanya, yaitu 17 tahun, tak pernah tau jika hidup damainya akan musnah bersamaan dengan datangnya tahun baru diajaran baru kali ini.
"Ganteng banget woyys junior gw!!" seru kaka kelas yang hari itu menjadi juri dalam pertandingan basket yang selalu diadakan diakhir semester.
Bahkan para alumni pun sering datang ke sana disaat saat seperti ini. Selain untuk bersilaturahmi, mereka juga sering datang hanya untuk mengenang memory indah semasa SMA.
Indah sekali bukan? Tentu.
"Lo salah bangke!! Harusnya gini .. COOL BANGET WOOOYS ES BALOK GW!!" teriak salah satu senior lagi.
Sementara yang lain, hanya tertawa terbahak bahak mendengar itu.
"Ada cowo ganteng aja, lo lo pada ga tau diri!! Inget noh cowo cowo lo pada kebakar bulu ketek!!" seloroh Bagus yang tak lain adalah Ketua Osis.
"Dih syirikh syekaleee lo ah!!" sahut para senior lain yang juga berjenis wanita.
"Dasar betina!!" celetuk Bagus, melengos dengan sebuah cengiran yang mengembang.
Sontak semua para kaum betin yang Bagus sebut tadi pun berontak sampai melempar sepatu mereka masing masing pada Bagus.
"Woooy, beraninya keroyokan wooy!!" teriak Bagus tak terima.
Kekehan dan gelak tawa pun begitu terdengar samar dibanding gemuruh orang yang tengah menyemangati Radika di tengah lapangan.
****
"Hebat lo!!" tepuk Rio pada Radika, "belajar dari mana? Kenapa lo ga ikut tim basket kami aja?" lanjutnya lagi dengan memasang wajah yang ramah saat mereka sedang berada di loker.
Namun apa resspon Radika?
Ia hanya menatap datar Rio, lalu menggeleng dengan cepat, "untungnya buat gw apa ?"
Itu ...
Hanya itu,
Sontak Rio beserta timnya terdiam, mereka seperti tertampar secara masal dalam waktu yang bersamaan.
Rio pun menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "yaa lo bisa ikut kita buat lomba sih, hanya itu !" jawabnya, kikuk.
Radika pun mengangguk, "kalo gitu, gw nolak deh .." jawabnya, lalu berkemas dari loker itu dan pergi begitu saja dari sana meninggalkan Rio beserta anak basket lainnya.
"Anjin* tuh bocah, gw gibeng juga nih ah! Belaga banget dah." seru Yoga, memeragakan gerakan pemanasan pencak silatnya.
"Heh ogeb, dia pasti menang dari lo kalo lo lawannya pake pemanasan doang!" geleng Rio, tertawa.
"Ah bab* pake i, lo bisanya ngelunturin semangat gw aja. Sebenarnya lo itu teman gw apa temen cowo kulkas itu sih?" cerocosnya, tak henti.
Rio pun kembali tertawa, "yang jelas, gw ga akan pernah ngenalin lo sebagai teman gw sama siapa pun!!"
Gelak tawa pun kembali terdegar. Bahkan anak anak basket yang sedari tadi hanya diam menelaah pembicaraan mereka pun kini ikut tertawa terbahak bahak.
"Setan!!"
Dan lagi, tawa itu kembali meledak tatkala Yogi mendumel seperti anak perawan yang lagi PMS.
Dan tak hanya sampai situ aja, bahkan ada yang terbatuk batuk karena tawa mereka yang tak hentinya menistakan Yogi.
"Nah lo, batuk kan lo? Bengek, bengek dah .. keselek air ludah lo sendiri kan? Mati sekalian sana!!" rutuk Yoga lagi. Mendengkus.