GUS ILHAM & CEWEK NAKAL

GUS ILHAM & CEWEK NAKAL

Wulan Yoongi

0

Sebuah bel rumah berbunyi  pemilik rumah itu langsung membukakan pintu utamanya untuk melihat siapa yang datang malam - malam begini.

"Astagfirullah, ANIKA!!" bentak pria paruh baya itu melihat anaknya yang pulang dalam keadaan mabuk. Wanita paruh baya itu segera menyusul suaminya karena teriakkannya yang membuatnya penasaran.

"Ya Allah Anika," jawab perempuan itu melihat anaknya yang pulang dalam keadaan mabuk.

"Maaf pak saya disini mau mengantar anak bapak," ujar seorang taksi.

"Jadi berapa?" tanya pria itu.

"Saya sudah di bayar pak sama pria yang bersama anak bapak tadi" jawab supir taksi itu.

Sepasang kekasih itu saling menatap namun akhirnya mereka mengambil alih Anika. "Baik terima kasih pak" jawabnya dan segera membawa masuk anaknya ke dalam kamar.

Setelah membawa masuk ke kamarnya kini pria itu memijat keningnya yang pusing melihat kelakuan anaknya itu.

"Mas, nanti kalau Anika sudah bangun kasih taunya pelan - pelan yah. Anika-kan gak bisa di kerasin," ujar Istrinya sambil mengusap pundak suaminya.

"Kalau gitu kapan dia berubah Bunda, liat ajah kelakuannya ajah kayak setan! Kita gak ngajarin dia mabuk seperti itu" jawab suaminya itu.

"Mas, nanti biar bunda yang kasih tau Anika. Mas jangan banyak pikiran yah" kata istrinya itu sambil mengecup pipi suaminya. Seketika suaminya luluh dan mengangguk.

°°°

Anika yang sudah bangun dari pingsannya itu memegang kepalanya yang pusing. Anika menyenderkan punggungnya ke tembok yang masih memegang kepalanya karena terasa pusing.

"Kayaknya gue terlalu banyak minum deh" ujarnya ke diri sendiri.

Anika memakai sendal rumahnya dan berjalan keluar kamar. Di ruang makan belum ada siapa - siapa dan tidak terlihat ayahnya ataupun bundanya.

Anika melihat jam dindingnya kaget ternyata sekarang jam 12 siang. "Sial gue tidur berapa jam, pantas ajah pusing" ujar Anika sambil memegang kepalanya.

Anika berjalan menuju ruang makan dan melihat apakah ada makanan hari ini. "Wah tuan putri udah bangun?" tanya seseorang yang ternyata adalah ayahnya.

"Eh, ayah. Ayah gak kerja?" tanya Anika dengan cengiran khasnya.

"Bagus kamu semalam darimana? Pulang - pulang dalam keadaan mabuk?" tanya ayah kepada Anika.

Anika menggaruk kepalanya untuk berpikir semalam ia ngapain ajah. Namun yang Anika ingat itu semalam ada seorang pria tampan yang membopong dirinya saat badannya ingin tumbang. Walaupun ia dalam keadaan mabuk tapi ia melihat jelas wajah tampan pria itu.

"Gak inget ayah" bohong Anika.

Ayah-nya hanya diam dan menatap putrinya itu. "Sekarang bereskan baju kamu dan masukkan kedalam koper" ujar Ayah yang membuat Anika kaget.

"Mau kemana ayah?" tanya Anika bingung. "Ayah mau bikin kamu berubah, Anika" jawab ayah-nya.

"Anika janji bakalan berubah tapi jangan bawa Anika pergi, ayah. Bunda udah tau masalah ini?" tanya Anika agar mengulur waktu.

"Bunda bakalan setuju, ini pun untuk kebaikan kamu Anika. Sudah kamu bereskan baju kamu dan masukkan ke dalam koper" ujar ayah Anika dan segera mengambil kunci mobilnya.

Anika dengan rasa malas tentunya hanya bisa nurut dan segera membereskan bajunya ke koper. 

Di dalam kamar Anika mengambil ponselnya dan menghubungi kekasihnya.

"Sayang!!" rengek Anika melalui panggilan itu.

"Ada apa sayang?" 

"Ayah mau bawa aku entah kemana, aku gak mau tapi ayah maksa banget sayang. Bantuin aku" ujar Anika dengan nada manja kepada kekasihnya.

"Gini ajah sekarang aku ada kelas nanti kalau udah sampai kamu sharelock biar aku susul dan bawa kamu pergi, paham?" 

"Kamu janjikan bakalan jemput aku?" tanya Anika.

"Iya sayang janji, setelah selesai kelas kamu nanti langsung sharelock ajah yah. Nanti aku susul kamu dan bawa kamu pergi. Paham?"

"Iya udah deh, nanti aku sharelock. Oh, iya semangat sayang kuliahnya nanti kalau udah bareng lagi aku bakalan masakin kamu yah"

"Okay. Ya, udah jangan lupa sharelock. Jangan cemberut terus ah, nanti gak lucu lagi"

Anika tidak terkejut dengan ucapan Kekasihnya itu. Ya, Anika memang selalu cemberut kalau sudah berkata manja kepada kekasihnya itu.

"Iya udah, aku pamit dulu ayang. Love you"

"Love you too"

Anika mematikan panggilan itu dan segera menyiapkan baju ke dalam kopernya. Anika harus patuh kepada ayahnya kali ini, tapi setelah itu Anika akan bebas dari peraturan ayahnya yang membuat Anika tidak kuat menjalaninya.

"Anika udah selesai!!" teriak Ayah-nya dari bawah.

"Sudah, tunggu bentar ayah!" teriak balas Anika kepada ayahnya.

°°°°

Anika membuka matanya yang ternyata sejak tadi ketiduran. Anika sangat asing di tempat ini, di sebuah pedesaan entah dimana. Namun seketika Anika melihat sebuah pondok yang bertulisan pondok pesantren Al-Hikmah. 

"Ayah?" tanya Anika dengan raut bingung.

"Iya, ayah bakalan masukin kamu ke pesantren. Kamu harus banyak belajar dari sini" jawab Ayah-nya itu dan masuk ke dalam pondok pesantren itu. Ayah Anika melihat penampilan anaknya itu yang terbilang terbuka. 

"Kamu itu ini pesantren tutupin aurat kamu" ujar ayahnya.

Anika melihat penampilan dirinya itu. "Ayah gak bilang mau kesinikan?" tanya Anika kepada ayahnya. 

Ayah-nya mengambil sebuah jaketnya dan diberikan kepada Anika. "Pakai ini buat nutupin tuh badan kamu. Kamu bawa celana panjangkan?" tanya ayah.

"Baju Anika sama celananya kan gak ada yang panjang Ayah. Anika sengaja gak bawa" jawab Anika.

"Astagfirullah, Anika kamu itu yah bikin ayah pusing ajah" ujar Ayahnya.

"Ya udah nanti ayah belikan baju dan celana panjang untuk kamu. Sekarang kita turun dan keluarkan koper kamu itu."

"Ih ada pak santoso jugakan," kata Anika.

"Ayah sengaja gak menyuruh Pak Santo buat bantuin kamu. Santo kamu diam disini sampai saya kembali lagi" ujar Fauzan kepada supirnya itu.

"Baik, pak."

Fauzan dan Anika segera keluar dari dalam mobil itu. Seketika penghuni pondok itu tatapannya langsung kepada Anika.

"Astagfirullah"

"Ya Allah ampuni hamba"

"Ya ampun itu auratnya"

Begitulah komentar para penghuni pondok ini. Anika yang masih bisa mendengar ucapan mereka itu hanya acuh dan tidak mendengarkan perkataan mereka.

"Lebay!" ujar Anika yang kesal melihat lirikan mereka semua.

"Husss Anika yang sopan" ujar Fauzan. 

"Iya ayah."

Fauzan pun mengetuk pintu yang berwarna hijau itu.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam"

"Eh, Fauzan apa kabar?"

"Alhamdulilah baik, kamu gimana kabarnya Putra?" tanya Fauzan.

"Alhamdulilah baik juga. Ini anak kamu?" tanya Kyai Putra.

"Iya. Anika ini Kyai Putra sahabat Ayah dulu di pesantren" ujar Fauzan.

"Hai gue Anika anak paling cantik dan gemesin gitu" jawab Anika dengan bahasa gaul.

Pletak.

Fauzan menjitak kepala Anika. "Kamu itu yang sopan, ini pesantren" bisik Fauzan kepada Anika.

"Om, kasih tau ayah dong, Anika gak mau disini. Nih liat gak ada sinyal" ujar Anika sambil memperlihatkan ponselnya yang tidak ada sinyal sama sekali.

"Anika?" bisik Fauzan namun tegas.

"Ayah, aku gak mau disini. Aku mau pulang, pokoknya mau pulang" rengek Anika. Kini dia menjadi bahan tontonan para santri dan santriwati.

"Lucu," ucap santri yang melihat tingkah Anika.

"Anika awalnya memang gak betah tapi lama kelamaan jadi betah kok. Zahra kamu kasih tau kamar buat Anika!" perintab Kyai Putra.

"Baik, Abi."

Zahra dan Anika segera menuju ke sebuah pondok untuk tempat ia tidur. "Lo anaknya tuh om tadi?" tanya Anika di saat mereka sedang berjalan menuju kamar Anika.

"Kamu itu bilangnya jangan om tapi Kyai. Itu Abi aku tau, jadi jangan panggil om lagi. Abi itu belum terlalu tua."

"Tapi wajahnya emang udah kayak om - om" gumam Anika.

"Apa?" tanya Zahra.

"Ah, engga kok. Oh iya btw gue Anika dari Bandung. Nanti lo kasih tau yah ke Abi lo itu buat bujuk ayah gue bawa pulang dari sini."

"Emang kenapa tempat ini gak terlalu buruk kok," jawab Zahra.

Anika memperlihatkan ponselnya. "Nih liat gak ada sinyal disini. Gue itu harus kasih tau pacar gue di Bandung."

"Kamu punya pacar disana?" tanya Zahra. "Ya menurut lo gue jomblo gitu. Hey gue cantik yah tentunya banyak banget yang mau sama gue, tapi gue itu setia banget sama pacar gue" sombong Anika kepada Zahra.

"Kamu bakalan cantik kalau pakai jilbab. Lagian kamu itu harus tutupin aurat kamu, emang gak malu tubuh kamu ditontonin para ikhwan?" tanya Zahra kepada Anika.

"Lagian gue udah biasa pakaian gini, gue itu seorang dancer mana mungkin dancer pakai baju gamis kayak lo" jawab Anika.

"Aku itu mengingatkan sesama muslim. Kamu itu harus belajar menutup aurat kamu itu,"

"Tapi gue gak bisa. Ini tuh daya tarik gue buat memikat pria" jawab Anika dengan mengedipkan sebelah matanya kepada Zahra.

"Astagfirullah, kamu jangan melakukan itu lagi. Ingat itu tuh namanya dosa menggoda pria apalagi kalau pria itu melihat kamu dengan nafsu gitu" kata Zahra.

"Ah, lo mah katro. Udah gue mau tidur dulu. Bye" ujar Anika masuk ke dalam kamarnya.

Ternyata kamarnya itu saling berbagi sama santriwati lainnya. "Gue malas berbagi sama orang" ujar Anika. Anika segera merebahkan tubuhnya namun ternyata kasurnya sangat keras. 

"Arghhh kesel banget!!" ujar Anika tidak jadi tidur karena badannya yang sakit.

°°°°

"Tolong bimbing anak saya yah Kyai Putra. Dia itu anaknya bandel banget, makannya aku masukin ajah ke pesantren biar dia itu ngerti tentang agama," ujar Fauzan.

"Saya akan membimbing Anika dan mencoba untuk mengajarinya secara perlahan. Mungkin prosesnya akan lama tapi Insyaallah saya akan membimbing Anika sampai paham agama" ujar Kyai Putra.

"Makasih, kamu itu memang benar – benar sahabat terbaik saya" ujar Farzan. "Ah iya kamu ingat gak janji kita dulu?" tanya Fauzan.

"Janji itu gak bakalan saya lupa. Jadi, kapan akan dilaksanakan janji itu?" tanya Kyai Putra. "Mungkin saat Anika sudah paham tentang agama dan mengerti semuanya" ujar Fauzan. 

"Ya, udah saya akan membantu Anika untuk berubah. Saya yakin suatu saat nanti Anika pasti bakalan berubah menjadi lebih baik lagi."

Tiba – tiba seseorang masuk sambil membawaan sebuah cangkir minum untuk Fauzan dan Kyai Putra. "Wah ternyata yang jadi istri kamu itu Aisyah. Assalamualaikum Aisyah," salam Fauzan 

"Waalaikumsalam. Fauzan gimana kabarnya?" tanya Aisyah. 

"Iya baik. Aisyah saya titip Anika di pesantren ini yah, ajarkan dia juga tentang agama. Jangan sungkan juga kalau mau keras, Anika memang harus di kerasin anaknya" titip Fauzan. 

"Iya, saya dan seluruh santriwati disini bakalan berusaha buat Anika berubah," jawab Aisyah. 

Mereka pun berbincang dan menceritakan masa lalu yang mereka lalui bersama di Pesantren. Yah, mereka dulunya satu pesantren dan akhirnya harus berpisah karena Fauzan pindah ke Bandung dan sekolah disana. Fauzan melirik jamnya yang sudah pukul 15.00 sore. 

"Sekali lagi saya titipkan Anika disini yah. Kyai, Aisyah saya pamit dulu Assalamualaikum," salam Fauzan dan segera masuk ke dalam mobil. 

"Waalaikumsalam" jawab Putra dan Aisyah.

°°°°

Disisi lain Anika yang melihat Fauzan akan pulang segera berlari menuju mobil Fauzan, "AYAH!" teriak Anika sambil berlari. Fauzan yang mendengar teriakkan Anaknya itu langsung buru – buru masuk dan berangkat. Tentunya Fauzan sudah pamit kepada kedua sahabatnya itu. 

"Ayah jangan tinggalin Anika!" teriak Anika lagi dan berhenti berlari. Anika melihat Kyai Putra dan Aisyah namun ia membuang pandangannya dengan perasaan kesal. "Kamu harus sabar yah ajarin Anika, Anika belum biasa disini" ujar Kyai Putra.

"Iya, Abi, Aisyah bakalan sabar mengajarkan Anika nanti" jawab Aisyah sambil tersenyum. Senyuman Aisyah memang bikin hati Kyai Putra tenang. Senyumnya yang terlihat teduh dan tentunya manis. 

Anika yang kesal dengan Fauzan kini ia duduk di sebuah kursi bawah pohon besar dan melampiaskan kekesalannya ke pohon itu. "Gue kesel, pokoknya gue mau pulang. Mau pulang!!" teriak Anika kesal sambil memukul pohon itu. 

Anika mengecek ponselnya namun tetap saja tidak ada sinyal. "Shit! sinyal bodoh!" maki Anika kepada ponselnya.

Anika melempar ponselnya ke tanah karena kesal. "Barang ini juga mahal, jangan dibuang" ujar seseorang yang mengambil ponsel Anika. Anika menatap orang itu namun dengan cepat orang itu menundukkan kepalanya. 

"Buat lo ajah" jawabnya ketus. 

"Saya simpan disini ponsel kamu. Pakaian kamu terlalu terbuka," ujar pria itu yang masih menundukkan kepalanya. "Kenapa lo nafsu?" tanya Anika blak – blakan. 

"Astagfirullah," ucap pria berulang kali secara perlahan. 

"Bukan, tidak baik seorang perempuan memakai baju terbuka seperti itu," ujar pria itu menasehati Anika. 

"Terserah gue dong. Ini kenapa sih dari tadi orang disini katro banget. Lo dan Zahra sama ajah gak tau Fashion." Setelah itu Anika pergi dari hadapan pria itu. Pria itu memegang dadanya sambil geleng – geleng kepala melihat respon Anika kepadanya. 

Anika hanya bisa merenung di depan kamarnya dan melihat semua penghuni disini pada membersihkan halaman. "Anika?" panggil Aisyah. Anika hanya menatap dan tidak menjawabnya. 

"Kamu udah sholat Ashar? Kalau belum, sholat dulu, tidak baik menunda sholat gitu" kata Aisyah sambil menghampiri Aisyah. 


Anika menghela nafas panjang melihat Aisyah. "Tante udah deh jangan ganggu Anika. Mau Anika udah sholat ataupun belum, itu urusan Anika," jawab Anika ketus. 


"Kamu bisa anggap saya sebagai bunda atau mama kamu. Saya ginikan untuk kebaikan Anika, Fauzan menitipkan amanah ke saya untuk menuntun kamu agar berubah dan paham tentang agama" jawab Aisyah. 


"Yah, udah kalau gitu Anika kasih amanah ke tante. Bawa Anika pulang ke rumah." 


"Anika amanah itu gak boleh dijadikan mainan. Kalau Amanah dari Anika gitu saya gak bisa melakukannya, tapi kalau amanah untuk kebaikan Anika baru akan saya lakukan" jawab Aisyah.


Anika kembali mendengus mendengar jawaban Aisyah. "Bilang ajah gak mau" jawab Anika sinis. Aisyah menarik lengan Anika menuju masjid. "Gini ajah saya janji bakalan bawa kamu pulang tapia da satu syarat" ujar Aisyah.


"Syaratnya apa?" tanya Anika penasaran. "Kalau dalam sebulan kamu berhasil berubah menjadi lebih baik lagi, saya dan kyai Putra bakalan bawa kamu pulang dari pesantren ini, bagaimana?" tanya Aisyah.


Anika sempat berpikir sejenak namun akhirnya ia setuju. Melakukan perubahan dalam sebulan tidak masalah bagi Anika. Ia pandai mengontrol dirinya dan cepat menyesuaikan diirnya. 


"Okay Anika fighting lo can do it. Gue yakin sama diri gue sendiri" batin Anika. 

°°°°

Kini saatnya para santri dan santriwati mendengarkan kajian islami sebelum mereka sholat Isya. Anika yang sifatnya gampang mengantuk jika mendengar seseorang berceramah seperti ini. Anika berkali – kali menahan ngantuk, Ketika ia akan tertidur namun tiba – tiba ia akan terbangun karena kepalanya yang hamper kepentok.

Namun akhirnya ia keluar masjid secara diam – diam karena posisinya Anika berada di barisan belakang. "Mau kemana?" tanya Zahra berbisik yang melihat Anika akan keluar.

"Ngantuk gue, gue gak bisa dengerin ceramah begini. Gampang ngantuk gue" bisik Anika kepada Zahra.

"Tapi nanti kalau mau sholat isya kamu ke masjid lagi," ujar Zahra.

"Iya lo tenang ajah gue bakalan balik lagi kok" jawab Anika. Tentunya ia berbohong, Anika akan menyempatkan waktunya untuk tidur dan tidur di dalam kamar. Di perjalanan dari masjid ke kamarnya begitu gelap dan sepi tentunya. Namun itu semua tidak berlaku kepada Anika yang tidak takut sama sekali.

Anika ini memang sudah biasa berjalan di jalanan sepi dan gelap seperti ini. Hanya di temani oleh obor dan tentunya lampu dengan pencahayaan remang. "Pesantren ini kayaknya harus banyak membuka donasi agar bisa di rombak dan memperbanyak lampu disini" gumam Anika yang melihat salah satu lampu di depan sana yang kedap kedip.

Anika melihat dari depannya itu ada seseorang berbaju hitam sedang menatap kearahnya. "Ah, pasti nih pesantren banya musuhnya. Gue yakin itu pasti musuh dan benci banget sama pesantren ini" ujar Anika yang masih terdiam.

Anika menghela nafas panjang dan mengisyaratan orang itu untuk lebih maju. Namun tidak ada pergerakkan dari orang itu. Anika yang sudah kesal dan tentunya ia harus melampiaskan kekesalannya kepada orang itu. Anika melangkahkan kakinya maju menghampiri orang itu dan kini mereka saling berhadapan satu sama lain. orang itu memakai topeng hitam seperti pencuri. Hanya terlihat matanya saja.

"Siapa kamu?" tanya orang itu.

"Lah malah tanya gue, adanya lo siapa? Mau bikin rusuh disini yah? Atau lo mau culik terus perkosa santri disini. Ih, lo bejat banget anjir, gue aduin lo ke Kyai" ucap Anika dengan santainya ia mengatakan hal itu kepada orang di hadapannya.

"Gue gak punya urusan sama lo. Lo cewek dan gue gak mau lawan cewek, emangnya gue banci" ujar orang itu. "Idih takut banget yah lo?" tanya Anika sekalian menyindir orang itu.

"Panggilkan Ilham. Urusan gue itu sama Ilham bukan sama lo."

Anika lebih mendekat kepada orang itu namun dengan cepat orang yang di hadapan Anika berjalan mundur perlahan. "Gue gak tau siapa itu Ilham tapi gue cuman mau melampiaskan kekesalan gue tadi siang!"

Anika langsung menghajar orang itu sehingga orang itu terjatuh karena pukulan dan tendangan Anika. Anika memang sangat handal bela diri, sejak ia kecil orang tuanya memang sudah mendaftarkan Anika untuk bela diri. Orang itu yang tidak terima dengan serangan Anika langsung membalasnya. Tidak perduli Anika perempuan atau pria tapi yang penting ia tidak terima dengan kejadian tadi. Anika berhasil menghindar dari tendangan pria itu. "Lo jago juga ternyata" puji Anika kepada orang yang tidak ia ketahui siapa.

"Jangan banya bacot! Gue gak terima atas apa yang lo lakukan tadi."

Anika tertawa melihat emosi orang itu yang membara. Tentunya Anika sepertinya akan mempunyai musuh disini, dan orang ini adalah musuh pertama Anika di tempat ini.

Anika dan orang yang tidak di kenal itu kini berantem satu sama lain. Anika memang sangat pandai memindai musuh di hadapannya. Namun sialnya pertengkaran mereka terdengar oleh seluruh masjid.

"Ada apa disana?" tanya seorang santri yang mendengar pertengakaran itu.

Kyai Putra dan semua santri serta santriwati segera keluar dari masjid dan melihat apa yang sedang terjadi.

"Astagfirullah. Kalian!!" teriak Kyai Putra sambil berjalan mengarah ke Anika dan orang tidak di kenal itu.

Anika yang mendengar teriakkan Kyai Putra kini menjadi lengah dan orang itu berhasil memukul pipi dan perut Anika. Anika tersungkur ke tanah sambil memegang perutnya itu.

"Astagfirullah, Anika!" teriak Aisyah menghampiri Anika.

Anika yang keras kepala segera bangun dan berniat mau mengejar orang itu, namun di tahan oleh Aisyah. "Anika diam disitu" ujar Aisyah.

Seseorang yang melihat itu langsung mengejar orang tidak di kenal itu. Sedangkan Anika yang tadinya mau mengejar langsung diam di tempat. Aisyah menghampiri Anika dan memegang pundaknya.

"Mana yang sakit?" tanya Aisyah terlihat khawatir. Anika yang melihat perlakuan Aisyah seperti bunda. Sekarang Anika sangat rindu sama Bundanya apalagi tadi belum pamitan kepada bundanya.

"Sini biar saya obatin" ajak Aisyah. Anika menepis tangan Aisyah. "Tante jangan berlebihan lagian luka gini udah biasa bagi Anika," jawab Anika lalu pergi dari tempat itu.

Santri dan santriwati yang melihat itu ada yang kagum, ada yang biasa ajah, dan apalagi ada yang tidak suka melihat perlakuan Anika kepada Aisyah.

Kyai Putra menghampiri istrinya. "Kamu yang sabar yah membimbing Anika."

"Iya, Abi. Aisyah bakalan sabar, Aisyah yakin kalau Anika suatu saat pasti akan berubah" jawab Aisyah.

"Kalian semua kembali lagi ke dalam masjid, jika ada yang batal segera ambil air wudhu sebentar lagi kita akan menunaikan sholat isya!" perintah Kyai Putra.

°°°°

"Aldo tunggu!"

"Eh, akhirnya lo keluar juga. Ingat urusan kita belum selesai Ilham!!" ujar Aldo penuh dengan dendam.

"Apa yang kamu mau dari saya?" tanya Ilham.

"Lo tanya gitu ke gue? Lo gak ingat apa yang sudah lo lakukan ke anggota gue?" tanya Aldo penuh dengan amarah.

"Saya hanya melindungi para warga dari kejahatan kalian. Kalian seharusnya malu melihat orang tua kalian yang bekerja tapi kalian hanya hura hura saja," nasehat Ilham kepada Aldo.

"Gue gak perduli! Yang kerjakan orang tua gue, gue cuman menikmati hasil kerja mereka. Emang gak boleh?" tanya Aldo sombong.

Ilham menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Aldo. "Kamu seharusnya malu Aldo. Apakah kamu mau durhaka kepada orang tua kamu? Ingat Allah tidak tidur Aldo, taubatlah sebelum terlambat! Saya cuman mau kasih tau itu saja, jangan ganggu pesantren dan para warga disini." Ilham segera pergi dari hadapan Aldo.

Aldo yang tidak terima dengan ucapan Ilham segera menyerang tapi untungnya Ilham peka dia langsung menghindar dari serangan Aldo.

Aldo yang mau mukul ia segera tahan dengan tangannya dan mendorong Aldo sampai ia terjatuh. "Saya sudah memperingati kamu untuk tidak berulah di pesantren dan kepada para warga. Jika kamu berulah saya tidak segan - segan memakai kekerasan untuk kamu," ujar Ilham bukan mengancam tapi hanya mengingatkan.

Ilham segera pergi dari tempat itu menuju pesantren. Aldo yang melihat itu mengepalkan kedua tangannya kesal dengan tingkah Ilham yang begitu memuakkan bagi Aldo.