Gerimis

Gerimis

Novika Frisdi

0

‘Sekejap badai datang, mengoyak kedamaian. Segala musnah. Lalu, gerimis. Langit pun menangis ....’

🍁 🍁 🍁

Pagi ini untuk pertama kalinya, Airin menikmati suasana gerimis yang syahdu di pinggiran kota Atlas. Sebuah kota yang mempunyai cuaca sangat terik di musim kemarau dan gadis itu merasa membutuhkan waktu beberapa saat agar tubuhnya bisa beradaptasi dengan nyaman. Meninggalkan Lembah Tidar yang berhawa sejuk dan berjuta kenangan yang tertinggal di kota tersebut. Meniti langkah baru, beraktivitas menjemput rezeki di sebuah kawasan industri. Sebuah tempat yang tak pernah ada dalam benaknya.

Mendapat sambutan yang sangat ramah dari salah seorang staf personalia, membuatnya merasa diterima di lingkungan baru. Airin langsung diantar ke bagian produksi, di bagian pabrik paling belakang. Sebagai staf PPIC —Production Planning and Inventory Control-- membuat Airin dilanda ketakutan. Hal ini karena lingkungan industri sama sekali masih awam untuknya.

‘Andai bukan karena Mas Pram, tentu aku masih bertahan di Magelang,’ batin Airin pilu.

Mengingat sosok Pramono, terasa ada sembilu yang menusuk jantungnya. Perih terasa ... luka itu masih ada, belum mengering dengan sempurna.

'Fokus Ai ... fokus. Lupakan laki-laki itu. Dia tak pantas untuk kau ingat,' batin Airin kembali berbisik

"Oke, pagi ini aku berada di tempat yang baru. Untuk segera bangkit dan berjuang menggapai mimpi. Aku harus kuat dan bisa mengalahkan rasa sakit ini." Airin berucap pada diri sendiri sambil tersenyum optimis akan hari esok yang cerah.

Tak bisa dipungkiri, Airin resign sebagai salah satu cara untuk menghapus jejak masa lalunya. Menjauh secara fisik dari lelaki yang telah menorehkan sayatan luka di hati. Tak mudah memaafkan sosok yang telah mencuri perhatiannya beberapa waktu terakhir.

* * *

"Hari ini ada dua karyawan baru yang akan menjadi teman Mbak Airin. Kalian akan sama-sama menjadi staf PPIC," ujar Nadya yang mendampingi Airin pagi ini.

"Maksud Mbak Nadya?" tanya Airin dengan heran.

"Iya karena tiga orang staf PPIC keluar hampir bersamaan. Nanti kalian akan dibantu sama Pak Tri sebagai kepala produksi. Beliau orang lama, biasa menghandle juga job PPIC." Nadya menuju ke salah satu ruang yang tertutup rapat.

Airin menunggu di luar dengan gelisah. Tiba-tiba ada keraguan berada di tempat baru ini. Adaptasi lingkungan pekerjaan yang sepertinya tak mudah.

Pintu ruangan di mana Nadya tadi masuk, terbuka dan keluar seorang wanita mungil berhidung bangir juga mempunyai mata yang sipit.

"Hai ... anak baru, ya? Kenalin aku Ying. Yuk masuk. Kita briefing sebentar," ucap Ying sambil mengulurkan tangannya.

"Iya Cik Ying, aku Airin. Mohon bimbingannya," jawab Airin tersenyum hangat.

Sesaat setelah memasuki ruangan, tujuh pasang mata menatap Airin dengan bermacam ekspresi. Memindai sosok Airin dari ujung kepala hingga ujung kaki. Airin sedikit canggung ditatap demikian.

Nadya memperkenalkan Ying sebagai kepala bagian QC -- Quality Control -- serta dua orang anak buahnya, yaitu Daniel dan Andreas. Dua orang lelaki muda yang kelihatan ramah dan menerima kedatangan Airin. Dua orang wanita yang sepertinya akan menjadi rekan Airin, berdiri menyambut Airin dengan ramah.

"Nah Mbak Airin ... ini Mbak Lili dan Cik Susi. Kalian bertiga akan menjadi rekan satu tim. Bekerjalah dengan sebaik mungkin dan belajar beradaptasi dengan cepat. Cik Ying nanti juga akan membantu kalian." Nadya memperkenalkan dua orang wanita yang sama-sama berkulit kuning langsat khas wanita keturunan. Tak lama kemudian Nadya meninggalkan ruangan yang menjadi pusat bagian produksi.

"Baik. Selamat datang kepada kalian di perusahaan ini. Saya Prasetyo, Kepala Pabrik di sini dan beliau Pak Triyanto sebagai Kepala Produksi. Saya harap kalian bertiga bisa cepat belajar. Karena posisi PPIC ini sangat penting untuk kelangsungan proses produksi. Selama staf PPIC kosong, Pak Tri sebagai Kepala Produksi yang membantu bagian ini." Seorang lelaki usia sekitar empat puluh tahun mempersilahkan Airin dan dua orang rekannya duduk di kursi di depannya, kemudian meluncur banyak kata dari lisan lelaki tersebut.

Airin merasakan tatapan mata yang tak ramah dari sosok yang mengaku sebagai kepala pabrik ini.

"Kalian semua sarjana. Jadi cepatlah belajar menyesuaikan diri di sini. Beda dengan saya yang hanya lulusan sekolah lanjutan atas," ujar Prasetyo.

'Lulusan SMA bisa menjadi kepala pabrik?' Airin mengeryitkan dahi, tak percaya akan ucapan sosok di depannya.

"Selanjutnya silahkan Pak Tri yang akan menyampaikan banyak hal kepada kalian." Prasetyo berdiri dan segera meninggalkan ruangan.

* * *

Airin dituntut untuk belajar dengan cepat. Turn over bagian PPIC ini tergolong tinggi. Suatu kondisi yang kurang sehat bagi berlangsungnya suatu perusahaan. Perputaran karyawan keluar masuk setahu Airin akan sangat menghambat pekerjaan di bagian tersebut.

Bagaimanapun juga Airin mesti bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan baru dengan waktu cepat. Informasi yang diberikan Laras sahabatnya saat itu, kalau perusahaan ini membutuhkan pegawai, benar adanya. Walaupun bukan jenis pekerjaan yang gadis mungil itu inginkan.

Airin saat itu diberikan pilihan oleh bagian personalia, bagian marketing ( pemasaran ) atau PPIC ( Production Planning Inventory Control ). Akhirnya tanpa banyak pertimbangan saat proses wawancara kemarin, Airin memutuskan masuk ke bagian PPIC. Jenis pekerjaan yang masih asing baginya.

"Di sini harus tahan banting. Banyak orang lama yang hanya lulusan sekolah lanjutan tingkat atas, tetapi lebih mempunyai pengalaman. Itu kemarin yang aku rasakan. Lulusan sarjana seperti kita ini tak dianggap oleh mereka." Daniel setengah berbisik kepada Airin.

"Apalagi bagian PPIC, berat. Orang PPIC paling lama bisa bertahan hanya tiga bulan," lanjut Daniel.

Mendengar apa yang disampaikan Daniel, Airin merasakan aura negatif menghampiri. Namun gadis cantik itu berusaha mengabaikan omongan Daniel.

'Tantangan yang tak mudah sepertinya,' batin Airin.

* * *

Note: opening Gerimis by Kla Project