Did you know why I called myself a zebra?Singkatnya, corak belang-belang di badan zebra itu dapat disimpulkan sebagai pelindung (so'mat?). Benar, ini bagian yang paling penting dari inti cerita, kenapa aku mengklaim diri sebagai kuda zebra. Nah, pelindung itu, adalah suatu kamuflase agar dia (si kuda zebra) dapat menyembunyikan diri dari predator, meski kenyataan mengatakan tottaly it wasn't true karena tetap saja, singa-singa buas selalu bisa memangsanya.
Itu pertama, lalu yang kedua... Zebra cross adalah jalur bagi penyebrang jalan. I bet you say, "Iya tau So what gitu lho!!??". Kesimpulan dari penjelasan di atas, adalah... I am nobody at school. Pathetic? Well... yes. Kacian deh gua. Well, iyah. Trus napa? Lu mau apa? AAAGGGHHH....!!!! Ehm, sorry rada emosi. Lanjut, ya?
Kehadiranku di sekolah, layaknya zebra cross. Semua orang hanya melintas, tanpa menyadari bahwa aku hidup diantara mereka. You see, mereka menginjak diri ini, selayaknya zebra cross. Keberadaanku pun bisa dikatakan, invicible. Aku hanya sosok yang berusaha menyembunyikan diri seperti zebra, tapi sayangnya, tak ada satu pun yang berminat memangsaku. Tambah kacian kan?
Tolong yah, bangke aja dimakan sama Sumanto, lha gua? Si zebra nan segar, vegetarian dan berprotein tinggi ini gak ada yang mau makan. Sediiih... hiks.
Well, tak semua semut terinjak-injak, dan tak semua zebra mati punah karena dimangsa, aku punya dua orang teman (terus apa hubungannya dengan kuda zebra? Gak tau deh, entar aku fikirin, okeh?). Eh, sekarang tentang teman-temanku...
Ehm, mereka adalah dua orang teman yang keberadaannya jauh lebih ningrat dan terkenal, dibandingkan aku. Mereka adalah dua orang yang sangat beruntung dengan wajah rupawan, komersil, gaya, tidak pasaran. Sementara diriku..., bisa dibilang berparas antik.
Yah...., guess what, anggaplah teman-temanku itu main course dalam sebuah dinner, sedangkan aku garnish hijau jelek, sama sekali tak menggugah selera, and always..., terbuang. Cuih..!!!!
"Rey, lu kenapa seh?" tanya si guanteng sejagad, seraya menyandarkan badannya ke punggung kursi.
Indah sekali..., saat menatapnya sedang duduk dengan santai, disinari mentari pagi, bahkan titik sekalipun, tak akan mampu mengusik ketampanan sejati itu. Sejenak aku terpana, saat raut wajahnya memerah karena hangat. Oh..., sempurna banget!! cut!!!
Oke, oke, itu sisi dramatis yang selalu aku khayalkan dalam adegan slow motion. Kenyataannya, aku tahu pasti setiap pagi dia duduk disampingku karena kedinginan. Lagi berjemur kayak ayam.
"Napa.. kenapa apa?" sahutku. "emang gua mesti kayak elu, ya?"
"Kayak gua?" ulangnya, dengan tampang bloon.
"Iya. Mondar-mandir kayak induk ayam."
"Gua mondar-mandir karena gua ketua kelas, oke?"
"Lu lebih mirip tukang palak dipasar..."
"Napa sih, lu? Gua nanya baik-baik, jawabnya jutek."
Aduh, maafkan daku, ganteng sejagat. Masalahnya, setiap engkau berada disisiku, hati ini selalu menjerit dan berdegup tak karuan. Nervous gitu, deh. Jadi bawaannya sewot.
"Iih, marah-marah aja, aaah..., lagi dapet yah?" tebaknya.
"Bukan, kemasukan setan."
"Elu kan ratunya setan, mana mau kali..., setan ganggu ratunya sendiri." ejeknya. Aku hanya mendelik. "Jangan-jangan lu lagi hamil, nih?" dia berbisik, sok tau.
"Hamil emak lu, kapan taun kali gua pernah pacaran!!!"
Dia tertawa renyah, aih-aih, ini yang ditunggu-tunggu, tawanya! Seandainya aku dilahirkan menjadi anak yang ibu bapaknya bukan orang pelit, pasti tape recorder sudah ditangan, dan merekam suara emasnya.
Did I forget something!?
Ah, iya. Orang yang setiap pagi hingga bel berakhir duduk disampingku dan kerjaannya selalu mencontek, adalah dia dia yang notabene sahabatku, yang aku cintai, sejak aku masih duduk di bangku SD. Namanya Arung Whayandrie
Uuh..., orangnya charming. Aku sudah mengincar dia sejak duduk di kelas 2 SD.
Pertemuan pertama kami terjadi saat aku baru pindah sekolah ke SD-nya Arung. Saat itu aku yang sedang berjalan menuju kelas baru, melihat dia yang terburu-buru keluar kelas sembari memegangi bagian selangkangan.
Ih..., cerita bagian ini kok agak horor yah? Ehm, mengingat ini bukan kisah selangkangan, mari kita potong itu tanpa perlu ada detail khusus, dan kembali pada pertemuan pertamaku dengan si guanteng.
Mendadak saja, dia jatuh terguling-guling dari tangga karena ingin segera ke kamar mandi. Ya, mungkin dia terpeleset karena salah injak tangga, tapi bisa juga kurang vitamin D. Walhasil, badannya lebam-lebam, benjol sebesar biji salak di pelipis, plus gendok karena dia mengompol, dan terakhir..., beban moral karena malu.
Menurut analisisku semasa SD, kufikir dia anak idiot yang seharusnya sekolah di SLB. Analisis saat aku SMP, aku berfikir itu memang nasibnya and feel so sorry. Dan sekarang, saat kami duduk di bangku SMA kelas 2, analisisku mengatakan, bahwa karena itulah, kami berjodoh... Cie...
Wanna know why, aku bisa jatuh hati pada seorang bocah kelas 2 SD, yang menangis, terluka, dan juga mengompol? Itu karena, saat dia menangis, pipi putihnya memerah seperti buah plum dan aku suka sekali melihat kedua mata bening milik dia. Bundar dan besar. Udahlah, pokoknya dia ganteng. Tapi..., biar ganteng bego. Soalnya dia gak nyadar gimana perasaan yang kupendam sejak SD. Mungkin otaknya menjadi miring gara-gara jatuh itu, bisa jadi sih..., who knows.
"Oh, gua tau... kenapa elo bete," serunya.
Telunjuknya mengarah tepat di depan mataku. "Karena lu gak punya pacar," ia menuduh.
"Rasanya, yang gitu gak perlu di bete'in," balasku. "Menurut gua, pacar itu gak ada guna. Apalagi, kayak elu."
"Masa sih? Gua tau kok, kalau di dalam hati, lu cinta banget sama gua."
An**ng, !@#%^&*...
Iyaaa..., gua cinta. So, just shut up!!!
"Denger ya, Karung. Lu itu tipe playboy yang gak ada bagus-bagusnya di depan mata gua, jangan banyak omong, atau gua lempar lu keluar."
"Ya udah deh, gua pergi ya.. gua mau cari temen sebangku yang solid buat gua. At least, gak sejelek lu."
"Gih, dari SD juga gua gak mau sebangku sama elu!!"
Dia bangkit dari duduk, berjalan bak Giselle, sayang, rambutnya gak gondrong.
"Ck ck ck, another fight? What's going on dih di sini?" seru seseorang dari balik pintu kelas.
Gayanya itu lho. Astaga!! Dia dengan cueknya bersandar di daun pintu plus kacamata tuna netra (andalan, katanya). Tas selendang warna hijau lumut, seragam model indies, celana semi cutbray, sepatu double sol, jaket jeans warna ijo tua, and rambut lepek pakai gel. Persis, tukang air yang suka dateng ke rumah, ganti dispenser kosong.
Orang ini adalah kenyataan kedua yang membuatku serasa makin dihimpit setum, bajaj, angkot, becak, elf, bahkan truk pengangkut sampah. Hiks...
"Halo Rere sayang... good moron," sahutnya, ngg.. hari ini, kok dia bergaya Ivan Gunawan, yah? Ah, whatever...
"Jangan deket-deket dia, lagi PMS," Teriak Arung, masih keki.
"Ooh begitukah?? Rere sayang selalu jinak sama saya karena saya adalah si penakluk.