"Halo guys! Kali ini gue mau nyobain makanan-makanan yang lagi hype banget akhir-akhir ini, sekarang dimulai dari waffle cream pisang ini ya!" Di balik kameranya, Rafi sedang memulai syuting, rutinitas yang ia lakukan sejak lima tahun lalu.
Ya, Rafi adalah salah satu food vlogger yang wajahnya kerap kali muncul di sosial media, seperti tiktube dan youtook. Kegiatan yang semula hanya hobi itu kini mulai merambah menjadi pekerjaannya. Rafi pun senang jika ia bekerja sesuai dengan hobinya, lagi pula lelaki itu juga menyukai makanan. Impiannya dalam waktu dekat ini adalah mengelilingi daerah Indonesia sambil mencicipi kuliner di tiap daerahnya.
Kenikmatan waffle-nya harus terganggu tatkala ketukan keras di pintu kamarnya membuat Rafi sempat teronjak kaget. Ia buru-buru mematikan rekaman kameranya, dan menoleh menatap adik perempuannya yang telah menyembulkan separuh kepalanya.
"Bisa nggak kalau ngetuk pintu pelan-pelan? Nggak liat gue lagi syuting?"
Melihat Rafi yang tengah memakan makanannya dilengkapi dengan kamera dan lampu sorot di hadapan Rafi membuat Rania meringis pelan. "Sori, kak. Gue juga kaget, ini di depan pintu ada teman kuliah lo, yang pernah gue bilang ganteng itu!" ucapan Rania yang tadinya pelan kini berubah antusias ketika membicarakan teman kakaknya itu.
Rafi sempat bingung dengan ucapan adiknya hingga ia mengingat satu nama temannya, di mana hanya temannya itulah yang dibilang oleh adiknya ganteng. "Oh, Dean?"
Rania mengangguk dengan antusias, "iya, Kak! Udah lo buruan turun, deh! Kasian Kak Dean nungguin lo." Rania menarik tangan Rafi untuk bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar.
Rafi hanya bisa pasrah ketika tangannya ditarik oleh Rania. Lelaki itu berjalan menghampiri teman kuliahnya yang tidak ia jumpai selama lima tahun ini.
"Eh, Yan, udah lama?"
Dean yang awalnya duduk sambil memainkan ponselnya, kini berdiri menghampiri salah satu sahabatnya waktu kuliah, sambil ber-tos ria ala lelaki pada umumnya. "Fi, akhirnya gue bisa ketemu lo lagi. Nggak kok, baru aja gue duduk."
Rafi terkekeh, "kayak ke siapa aja lo bilang gitu. Gue masih di sekitar Solo doang kok. Elo yang udah merantau ke mana-mana."
Dean hanya tersenyum, ikut menyenderkan bahunya ke sofa, "iya nih, sengaja gue datang ke sini jauh-jauh dari Jakarta."
"Nah, itu. Emangnya ada agenda apa di sini sampai harus balik segala? Ini juga bukan hari Raya."
Dean menaikkan salah satu alisnya, "Lah, lo nggak tau?"
Rafi ikut mengerutkan dahinya, "apaan?"
Dean menghela napas, "kebiasaan. Pasti nggak baca grup kan lo? Lusa kita mau reuni, lo ikut nggak?"
Rafi tidak terkejut dengan ucapan Dean, "oh, reuni. Kayak baru pertama kali aja, gue nggak ikut. Tumbenan lo ikut," ujar Rafi ingin mengambil rokoknya yang ada di saku celana.
"Yah, sekali-kali nggak apa-apa, gue juga mau bagi undangan ke anak-anak, takutnya lusa nggak jumpa lo, jadi gue ke sini aja."
Rafi yang sedang menyulutkan api pada sebatang rokok itu berhenti sejenak, "undangan? Lo mau nikah?"
Dean mengangguk sambil terkekeh, "iya nih, seminggu lagi sih. Lo datang ya, tapi undangannya gue kasih pas kita di acara reuni aja. Tahun ini acara reuni bakalan beda."
Belum sempat Rafi menjawab, Dean sudah melanjutkan ucapannya,
"karena tahun ini Vani bakal dateng."
Di lain tempat, seorang gadis berambut hitam kecoklatan sepinggang sedang sibuk mendorong kopernya di bandara. Ia melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya dan menoleh ke sana ke mari mencari seseorang yang 'katanya' akan menjemputnya sore ini.
Gadis itu adalah Vani, food vlogger asal Melbourne yang hari ini mendarat di Solo karena ada acara reuni kampus pada lusanya.
Sebenarnya ada alasan lain yang membuatnya harus menginjakkan kaki lagi di kota ini, salah satu alasannya adalah....
"VANIIII!"
Teriakan seorang perempuan berambut sebahu dengan pakaian berwarna kuning cerah berlari menghampiri Vani, dan ketika sudah berada di hadapannya, ia langsung memeluk gadis itu dengan erat.
"Gila lo, kelamaan di negeri orang sampai nggak pulang-pulang! Kalau bukan karena acara gue, nggak bakal datang kan lo!"
Vani hanya tertawa mendengar omelan sahabatnya, Vicha. Ya, salah satu alasan Vani kembali mengunjungi kota ini adalah karena ia akan menghadiri acara pernikahan Vicha dengan Dean di kota ini.
"Nggak gitu juga kali, Cha. Gue juga bakalan ke sini kok, cuma bukan dalam waktu dekat ini."
Mereka pun berjalan menuju mobil Vicha menuju rumah gadis itu. Selama menjalin hubungan dengan Dean hampir sepuluh tahun dan diterjang ujian berupa hubungan jarak jauh, akhirnya Vicha dan Dean menemukan tujuan baru hidup mereka ke arah jenjang yang lebih serius.
Vani yang mendengar itu ikut terharu, dirinya yang juga sedang menjalin hubungan jarak jauh dengan pujaan hati juga berharap bisa seperti Vicha dan Dean yang memutuskan untuk memulai tujuan hidup baru bersama.
"Jadi, gimana nih, calon pengantin? Lo deg-degan ngga? Seminggu lagi kan yah?"
Vicha menghela napas sembari memegangi dadanya, ia menatap Vani dengan excited, "sumpah, Van! Gue lebih dari sekadar deg-degan! Gue takut banget kalau nanti bakal ngelakuin kesalahan, tapi gue liat-liat si Dean malah santai banget," curhat Vicha membuat Vani terkekeh.
"Dia juga deg-degan tuh, cuma nggak mau lo tau aja, yah kayak nggak tau dia aja lo."
"Iya sih."
"Ngomong-ngomong, Dean udah sampai? Dia di Jakarta kan kerjanya?"
Vicha mengangguk, "iya, udah sampai dari seminggu yang lalu, bantu-bantu yang lain nyiapin acara. Sekarang lagi di rumah Rafi katanya."
Mendengar Vicha menyebutkan nama Rafi, membuat Vani sempat membeku di tempatnya, entah mengapa tanpa sadar gadis itu menahan napas, dan kedua matanya tertuju di satu titik.
Vicha yang menyadari hal itu menutup mulutnya, "eh, gue salah ngomong ya? Maaf-maaf."
Vani langsung memasang ekspresi seakan gadis itu baik-baik saja, "ngapain minta maaf segala, lo kan cuma nyebut nama doang."
Vicha meringis mendengarnya, "kayaknya si Dean bakal ngebujuk Rafi buat ikutan reuni, sekalian ketemu sama anak-anak lain. Lo...nggak apa-apa kan, Van? Lo bakal tetep dateng ke reuni kan?"
Vani terdiam di tempatnya, sebelum ia menginjakkan kaki di kota ini, Vani sudah memprediksi akan bertemu dengan Rafi, lantaran mereka dulunya adalah sekelompok teman karib saat di bangku perkuliahan, selain itu, ia juga tidak berhak melarang siapa pun untuk tidak datang ke acara reuni, apalagi Dean dan Rafi sangat dekat, seperti dirinya dan Vicha.
Vani juga sebenarnya sudah memiliki niat ingin berbicara dengan Rafi dan meluruskan kesalahpahaman yang sempat membuat hubungan mereka merenggang.
Akhirnya, dengan senyum andalannya, Vani berucap dengan ringan, "ya nggak apa-apa lah, gue juga pengen ketemu sama dia, udah lima tahun juga kan?"