Di sebuah ruangan bernuansa gelap, terdapat seorang gadis yang terbaring lemah. Sudah dua hari sejak gadis itu terbaring di sana.
"Eunghh..."
Gadis itu melenguh dan mengerutkan keningnya, tangan mungilnya terangkat dan memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing.
"Aku dimana?" gumam gadis itu setelah melihat sekelilingnya yang terlihat sangat asing.
"Tempat apa ini?"
"Woah!"
Mulut gadis itu terbuka lebar begitu melihat interior ruangan yang ia tempati begitu indah dan mewah.
"Ini sangat indah dan mewah," ucapnya dan mengelus dinding yang terlihat sangat menawan menurutnya.
"Eh tunggu. Bukan kah aku terjatuh ke jurang? Seharusnya aku sudah mati, tapi kenapa aku bisa berada di tempat mewah ini?" gumamnya dan kembali ke tempat tidur.
"Eeh!" kagetnya ketika duduk di kasur.
Gadis itu menekan-nekan kasur itu, matanya membulat dan bibirnya membentuk huruf O.
"Kenapa ini sangat lembut dan empuk? Aku belum pernah melihat dan menyentuh tempat tidur se-empuk ini."
"Huaaa ini sangat menyenangkan!" seru gadis itu dan melompat-lompat diatas tempat tidur seakan-akan itu adalah trampolin.
"Apa yang kau lakukan?"
Gadis itu berhenti melompat, tubuhnya menegang begitu mendengar suara menegurnya. Dengan perlahan ia berbalik, matanya membelalak melihat sepahat mahakarya Tuhan yang luar biasa berada di depannya.
"Woaaah." Mulut gadis itu terbuka lebar melihat betapa tampannya lelaki di depannya.
"Tutup mulutmu!" tegur lelaki itu dengan suara dingin dan tatapan tajam.
"Ish galak sekali," gumam gadis itu yang masih bisa didengar oleh lelaki di depannya.
Gadis itu kemudian beringsut mundur ketika lelaki di depannya berjalan mendekatinya.
"M-mau apa kamu?!" tanya gadis itu.
"Tenanglah, aku hanya akan memeriksamu," ucap lelaki itu.
Gadis itu diam dan memperhatikan apa yang dilakukan oleh laki-laki di depannya. Setelah selesai, laki-laki itu kemudian keluar dari kamar.
"A-apa-apaan ini? Kenapa aku bisa berada di tempat aneh ini dan bertemu dengan laki-laki aneh itu?!"
Azzura...
Tiba-tiba sebuah suara muncul, gadis itu menoleh kesana-kemari mencari asal suara tapi tidak menemukan apapun.
"A-Azu...? Apa itu nama tubuh ini?" ucapnya kesulitan menyebut nama itu.
"AKH MENYEBALKAN SEKALI! NIANG, XIA LIU MAU PULANG!!" seru gadis itu kesal.
Gadis itu kemudian menghela napas pelan dan merebahkan dirinya kembali ke kasur. Rasanya kepalanya ingin pecah memikirkan hal tidak masuk akal yang baru saja terjadi kepadanya.
***
"Selamat pagi, Zura," sapa seorang wanita kepada Zura yang baru saja membuka matanya.
"P-pagi. Kamu siapa ya?" tanya Zura.
Wanita itu tersenyum dan mengelus surai hitam Zura, "Aku Dian, Tantemu."
"T-tante?"
"Iya, haha kamu pasti tidak ingat ya. Tenang saja, perlahan-lahan kamu pasti ingat kok," ucap wanita itu lagi.
"I-iya, Tante."
"Ayo, kamu harus siap-siap, habis itu sarapan di bawah."
Zura mengangguk kemudian masuk ke kamar mandi. Gadis itu tak henti-hentinya menggumamkan kata 'wow' melihat barang-barang yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Setelah selesai bersiap-siap, Zura kemudian keluar dari kamar dan pergi ke ruangan yang terdapat beberapa orang.
"Pagi, sayang," sapa Dian, wanita yang membangunkan Zura tadi.
"Pagi, Tante."
"Nah karena Zura udah ada di sini, sekarang kita sarapan dulu, habis itu baru dengerin penjelasan Bang Kelvin tentang keadaan Zura saat ini."
***
"Jadi?" tanya seorang pria paruh baya.
"Bang, jelasin," ucap Dian.
Lelaki bernama Kelvin itu pun mulai menjelaskan mengenai keadaan Zura secara detail.
Zura menatap bergantian lelaki yang sedang menjelaskan itu dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam hati gadis itu sedikit kagum dengan Kelvin, lelaki yang masuk ke kamarnya kemarin.
"Apa? Jadi Kak Zura nggak ingat kita dong?" ucap salah satu orang yang ada di sana.
"Yaps!" jawab Dian, "Jadi sekarang, perkenalkan diri kalian kepada Zura."
"Oke gue dulu. Kenalkan gue Alvero Demain Juliant, panggil aja bang Vero. Abang sepupu lo yang paling ganteng!" ujar lelaki bernama Vero itu.
"Gue Vino, Alvino Gemain Juliant. Adek sepupu lo yang paling manis," ucap orang yang tadi bertanya.
"Gue Alian Gredain Juliant. Abang sepupu pertama lo."
"Saya Kelvin, Om kamu," ucap lelaki bernama Kelvin tadi.
Zura menganga tak percaya. Om? Apakah itu sama seperti Paman? Benarkah? Bahkan lelaki itu terlihat masih sangat muda untuk dipanggil Om.
"Haha kamu pasti heran melihat Om Kelvin mu itu kan? Dia memang terlihat masih muda, tadi usianya sudah 39 tahun," jelas Dian dan menutup mulut Zura yang masih menganga.
"Sekarang giliran saya. Saya Geonard Klideren Juliant, Om kamu sekaligus Papa ketiga lelaki tadi."
Zura mengangguk paham, "Aku Zura."
Orang-orang yang ada di ruangan itu tertawa mendengar ucapan Zura.
"Kami sudah tahu, sayang."
Zura tersenyum kikuk. Vero yang melihat itu langsung mengalihkan pembicaraan dan membuat Zura bersyukur dalam hati.
***
"Kak Zura, ikut Vino bentar yuk!" ajak Vino pada Zura yang tengah serius menonton TV bersama Dian.
"Kemana?" bukan Zura yang bertanya, melainkan Dian. Wanita itu menatap curiga pada putra bungsunya itu.
"Vino cuma mau ajak Kak Zura ke taman depan doang kok, Ma."
"Bohong!" tuding Dian.
"Iih Vino nggak bohong, Ma."
"Yaudah sana, awas kalau kamu macam-macam ke Zura!" peringat Dian.
Zura menatap Dian dan Vino aneh. Kenapa wanita itu seakan tidak percaya pada Vino yang notabenenya adalah anak wanita itu.
"Iya, Ma. Ayo kak!"
Zura mengangguk dan mengikuti Vino keluar dari rumah. Gadis itu menatap takjub pada halaman rumah yang begitu luas.
"Lo nggak perlu pikirin ucapan Mama tadi ya, gue nggak mungkin apa-apain lo. Mama emang sering gitu kalau gue sama Abang ajak lo keluar," jelas Vino tanpa mengalihkan pandangannya ke Zura.
Zura menutup mulutnya dan mengangguk paham. Gadis itu mengikuti kemana kaki Vino melangkah.
"Gimana? Cantik nggak?"
"Cantik!"
"Iya dong! Gue gitu yang desain!"
"Hah? Beneran?!"
"Yoi!"
"Wiih kamu hebat!"
"Pasti lah! Seorang Juliant emang harus hebat!"
"Em... Vin."
"Yes, my cousin?"
"Papa Mama aku kemana?" tanya Zura penasaran.
"A-ah Om sama Tante? Ngapain nanyain mereka?"
"Nggak, aku cuma penasaran aja."
Vino menghela napas pelan, "Lain kali jangan tanyain soal mereka lagi, apalagi ke Papa sama Mama.”
"Emangnya kenapa?"
"Ya pokoknya jangan aja. Udah yuk kita ke sana," ucap Vino kemudian menarik Zura ke salah satu tempat yang ada di taman itu.
Zura menghela napas pelan dan mengikuti langkah Vino. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, memangnya kenapa jika ia bertanya tentang kedua orang tuanya Azzura? Kenapa Vino melarangnya bertanya tentang mereka? Apalagi kepada Dian dan Geo.