Eil

Eil

Vera listiana

0

 "Lebih cepat Pou, kau tidak akan dapat makan siang jika tidak menemukan satu biji buah pun!" seruku pada si Pou, harimau putihku yang sedang kutunggangi. 

 Pou meraung kencang lantas mempercepat larinya. Aku mencengkeram bulu putih Pou lebih erat. 

 Pou berbelok kekanan dan kekiri guna menghindari tanaman tanaman yang berduri tajam. Begitu pula dengan aku. Aku menunduk setiap kali melihat ranting pohon yang rendah dan berpotensi membuat kepalaku bejol. 

 "Berhenti!" seruku yang membuat Pou segera menghentikan langkahnya. 

 "Lihat! disitu ada buah apel banyak sekali, oh! dan lihat juga disana, ada pohon pisang juga, ayo Pou kita segera kesana!" 

 Pou berlari menuju tempat yang kumaksud. Dengan gembira aku memanjat pohon apel lalu memetik seluruh buahnya. Dibawah sana terlihat Pou memakan beberapa apel yang jatuh. 

 "Sisakan untuk ku juga Pou!" seruku dari atas. Aku terkekeh melihat Pou yang langsung menyingkir dari apel apel yang jatuh itu. 

 Setelah apelnya sudah tidak ada lagi dipohon aku lalu mengemas semua apel yang tadinya terjatuh. Aku menaruhnya dikantung besar yang kubawa dari rumah. Sampai sesak kantung itu. 

 "Baiklah, sekarang ayo kita berburu buah pisang!" aku bergegas naik ke punggung Pou sambil membawa kantung besar berisi buah apel itu. Dengan gesit Pou menuju kearah pohon pisang. 

 Sesampainya ditempat pohon pisang aku lalu mencomot pisang itu satu persatu lalu memasukannya kedalam kantung ku yang satunya. Setelah merasa pisang yang kuambil sudah cukup aku dan Pou segera berbalik pulang. 

 Tak butuh waktu lama bagi Pou untuk menyeberangi hutan. Lima menit kemudian aku sudah sampai dirumahku. Yah, rumahku lebih mirip sebuah gubuk dan ada ditengah hutan, dan lebih buruknya aku tidak punya tetangga sama sekali. Namun, aku masih bersyukur karena setidaknya mempunyai kakek.

 Saat aku sudah sampai didepan rumah terlihat kakek sedang memotong buah dengan pisau kecil berwarna emas kesayangannya itu. 

 "Kakek!, lihatdeh aku bawa apa" aku berjalan mendekati kakek sambil tertatih tatih membawa sekantung penuh buah apel dan pisang. 

 Kakek tersenyum memperlihatkan giginya yang ompong kearahku. Dia lalu mengangkat jempolnya sembari berujar "Sip" padaku. 

 Aku meletakkan dua karung itu disebelah kakek. Kakek lalu mencomot satu buah apel yang kemerahan lantas menyantapnya. Akupun juga melakukan hal yang serupa. 

 "Oh iya, ini satu untukmu Pou!" aku lalu melempar satu buah apel segar untuk Pou. 

 Matahari siang ini begitu terik terasa seperti membakar kulit. Hutan juga tidak berubah masih seperti biasanya. Sepi nan sunyi hanya suara jangkrik dan beberapa serangga yang terdengar. Banyak pohon pohon yang menjulang tinggi dan juga genangan air yang membuat populasi nyamuk seakan meledak disini. Hampir setiap malam aku dikeroyok oleh nyamuk, entah itu nyamuk dewasa atau nyamuk baru lahir kemarin sore. 

 Daridulu aku juga selalu kesepian tiada teman. Satu satunya temanku hanyalah Pou disini. Daridulu aku selalu bertanya tanya mengapa aku dan kakek tinggal sendirian ditengah hutan ini? apa manusia yang lain sudah punah atau pergi keantah berantah?. 

 "Kek, kemana manusia yang lain?" tanyaku memecah hening diantara kami bertiga. 

 Kakek tiba tiba tersedak apel setelah aku menggeluarkan pertanyaan barusan. Kakek terlihat kaget mendengarnya. 

 Kakek tak mau menjawab seperti biasanya. Daridulu aku selalu bertanya soal itu. Namun, tak pernah sekalipun kakek menjawan pertanyaan ku dengan jelas dan detail. Jika tidak dijawab yah paling hanya dijawab dengan dua kalimat saja yaitu tidak tahu. 

 Aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah. Masuk kedalam kamar lalu berbaring diatas kasurku yang keras. Aku memandang langit langit kamarku. Sarang laba laba dimana mana dan juga ada beberapa lubang yang menyebabkan bocor. Sinar matahari menembus masuk kedalam kamarku melalui lubang genteng itu. 

 Aku menghela nafas pelan lalu mencoba untuk memejamkan mata. Tidur.