*****
"Mama... Anjani berangkat ke kampus ya."
"Hati-hati, belajar yang bener, biar dapet kerjaan yang bagus, nikah sama dokter." Ucap ibunya, pagi itu.
"Hahaha... baru juga 19 tahun mama... kuliah aja baru 2 semester." Ucap Anjani.
"Jodoh kan nggak tau Jani, bisa cepet bisa lambat..." ucap ibunya.
"Tapi ma... Jani nggak mau, punya suami yang profesinya dokter."
"Kenapa emangnya?" Tanya ibunya, sambil tersenyum dan melipat kedua tangannya.
"Entar dia sibuk sama pasiennya, lupa sama istrinya di rumah, apalagi pasiennya entar cewek cewek gitu kan. Ih... nanti dia selingkuh..."
"Hahaha ...!" Tawa keduanya pagi itu.
"Jani pergi ya. Kasihan sama pak ojek yang, kelamaan nungguin. Entar naik lagi tarif nya." Ucap Anjani, sambil menahan tawa.
"Dikira taksi kali pake argo?" Sahut ibunya.
"Bang. Tarif jangan naik ya?!" Ucap Anjani, dari depan pintu rumahnya, pada tukang ojek.
"Kagak neng... asalkan neng, mau naik sama abang terus tiap hari… !" Ucap tukang ojek tersebut sambil tersenyum dan memang sudah jadi rutinitas dirinya menjemput Anjani.
"Idih… " ucap Anjani dan ibunya bersamaan, saat mendengar ucapan dari si tukang ojek tersebut.
Anjani berlalu dari rumah, ia bersemangat pagi ini seperti hari hari biasanya.
*****
Kampus.
"An... ada dosen pengganti, katanya sih ganteng banget, tadi gue denger dari obrolan cewek cewek kelas sebelah tuh." Ucap Diska.
"Paling juga suami orang Diska..." ucap Anjani pada Diska.
"Tapi kalo ternyata bujangan? Gimana tuh Jani?"
"Ganteng, dosen pengganti, bujangan? Jangan jangan... gay?"
"Hahaha..."
Mereka berdua tertawa lepas, tak terkendali. Tanpa disadari, dosen pengganti dan juga Veronika, sebagai dosen mata pelajaran ekonomi akuntansi itu pun melihatnya.
"Siapa yang gay?" Tanya Veronika. Dengan menaikkan alis mata sebelah kiri dan menurunkan kaca matanya itu, melihat Anjani dengan tajam.
"Mati..." ucap Anjani pelan, saat ia baru menyadari jika Veronika dan dosen pengganti itu telah tiba di hadapan mereka.
"Hahaha...!"
Riuh tawa dari mahasiswa lainnya. Anjani merasa malu. Sementara dosen pengganti hanya tersenyum dan menunduk.
"Oke... semuanya... jangan berisik! Norak kalian! Kita lagi nggak demo BBM loh ya, jadi keep silent please!" Ucap Veronika dengan tegas dan lantang.
Hening seketika, dan mereka memandangi wajah tampan dari dosen pengganti itu.
"Beneran ganteng, subhanallah ..." ucap Diska, sambil menopang dagunya.
"Jani... jan... jancuk..." bisik Diska, memanggil Anjani.
"Jancuk! apaan sih? Sialan lu..." bisik Anjani.
"Ganteng banget kan, Jan...?"
"Iya sih... tapi, gue malu..." ucap Anjani, sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Anjani!" Veronika mendekati Anjani.
"I -- iya bu..." ucap Anjani, kaku.
"Urusan kita belum selesai, attitude kamu, bermasalah, kamu habis ini temui saya di ruangan saya. Paham..." ucap Veronika.
"Maaf bu, paham..." ucap Anjani dengan wajah pucat dan gemetar.
"Oke... semuanya, tolong jaga sikap dan perilaku, ucapan dan tutur kata, jangan kayak si Anjani!" Ucap Veronika.
"Ehm... maaf bu..." Suara dosen pengganti saat itu, sambil mengangkat tangannya.
"Ya, Bastian, ada apa?" Tanya Veronika.
"Saya tau dia cuma bercanda, saya nggak marah, jangan di jadiin masalah." Ucap Bastian, sambil tersenyum.
"Wow..." ucap para mahasiswa, ketika mendengar ucapan Bastian.
"Ooh... oke... denger semuanya ya, dia sudah anggap nggak ada masalah, but... buat Anjani? Kamu harus tetap temui saya di ruangan. No coment. Dan silahkan, perkenalkan diri." Ucap Veronika pada Bastian.
Anjani mengangguk, wajahnya memerah, betapa malunya ia pagi itu.
"Nama saya Bastian, Bastian Dirgantara. Saya dosen pengganti dari ibu Silvi. Mohon kerja sama." Ucap Bastian pada semua mahasiswa, sambil tersenyum dan matanya kini tertuju pada Anjani.
"Usia dong pak...?"
"26 tahun." Ucap Bastian, saat salah seorang mahasiswa, menanyakan usianya.
"Udah punya pacar, atau udah nikah nih mas..."
"Tinggi badan mas..."
"Pertanyaan macem apa itu?" Ucap Veronika.
"Nggak apa-apa bu, saya jawab." Ucap Bastian.
"Saya belum menikah, saya masih sendiri. Tinggi badan 181 cm. Ooh... Mungkin disini ada yang mau jadi pacar atau istri saya?" Ucap Bastian, sambil tersenyum dan lagi lagi ia melirik Anjani.
"Jani... sikat jan..." ucap salah seorang mahasiswa.
"Hahaha...!"
Mereka semua tertawa, sementara Anjani bak berada di dalam lemari es, kaku dan dingin.
Pelajaran pun berlangsung. Anjani kini tampak serius, ia sejenak melupakan rasa malunya walau harus menemui Veronika, setelahnya.
"Jani..." bisik Diska.
"Apa lagi sih... gue lagi serius..." ucap Anjani.
"Gue nggak konsen, ganteng banget, bisa mati kena jantung gue ..." bisik Diska.
"Ih... lu gitu banget... serius Diska, jangan ganggu gue dulu..."
"Tapi... gue yakin, dia suka sama lu..."
"Dari mana lu tau?"
"Dia dari tadi liatin..." ucap Diska yang tertahan.
"Ehem...!" Bastian berdeham. Melihat Diska yang sedari tadi terus berbisik dengan Anjani.
Diska pun kembali menghadap meja nya dan mengerjakan tugasnya.
Tak terasa, bell berbunyi, menandakan jam pelajaran pertama usai. Bastian berlalu pamit dengan ramah dan sopan pada mahasiswa jurusan ekonomi akuntansi itu.
"Hah... lega gue... bisa napas..." ucap Diska.
"Lu lega, gue harus ketemu ibu Veronika..." ucap Anjani, sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi dan melihat langit langit.
"Hahaha... mampus lu..."
"Lu sih... kan jadi kena gue..."
"Hahaha... sana lu, temuin tuh si gajah!"
"Sialan, tungguin gue, jangan ke kantin duluan."
"Oke sist..."
Anjani merapikan pakaiannya, rambutnya dan berjalan lesu, menuju ruangan Veronika.
Tiba disana.
"Maaf bu..." ucap Anjani sambil menunduk.
"Jaga sikap kamu, kamu itu mahasiswa, jangan kayak orang nggak tau etika, bikin malu. Dia itu dosen lulusan Oxford university, kamu tau itu dimana?"
"Di luar negeri kan bu?"
"Ih... bikin kesel kamu, minta maaf sama dia, dan ini kamu udah saya catet, sekali lagi kayak gini, kamu saya hukum. Paham?"
"Paham bu..."
Anjani pun pamit. Kemudian ia berjalan menuju ruangan Bastian.
"Permisi, pak..." ucap Anjani pelan, sambil menunduk malu.
"Ooh... masuk aja mbak." Sahut Bastian, yang kemudian berdiri mendekati Anjani.
"Maaf pak, saya minta maaf, saya salah."
"Oh... itu, ya udah saya maafin kok, bukan masalah gede."
"Tapi saya salah pak, saya beneran minta maaf. Lancang."
"Udah, saya udah lupain. Kamu pasti ada alasan sendiri, kenapa pria yang kamu sebut dengan ciri ciri kayak gitu... kebanyakan gay. Iya kan?"
"Iya pak... di tempat gym, di perkantoran, di mall, secara fisik mereka manly banget, tapi... ya gitu deh..."
"Hahaha... oke... paham, tapi... saya normal, saya seneng lawan jenis." Ucap Bastian, sambil tersenyum.
Keduanya berdiri di dalam ruangan kerja, sambil berhadapan.
"Jadi... saya... Permisi dulu pak... terimakasih sudah maafin saya..."
"Tapi ada syarat." Ucap Bastian.
"Syarat? Kok?" Tanya Anjani.
"Syaratnya... saya mau..." ucap Bastian, sambil berfikir.
"Mau? Mau apa pak?"