"Oh ghost" Rose memandangi bangunan menjulang tinggi berwarna hitam pekat, tulisanya hampir pudar, namun masih bisa terbaca. 'Sekolah Menara Dewa' dari pada sekolah, bangunan itu lebih terlihat seperti musium terbengkalai yang hanya menunggu waktu untuk ambruk.
Rose, mengusap mantel bulu warna pinnk nya, selain kuno, daerah ini pun kumuh. Debu di mana-mana dan seluruh jalanan becek. Ya, sepertinya setiap hari hujan dan itu menambah satu lagi point tentang kenapa Rose membenci sekolah buangan ini.
Suara langkah kaki membuat Rose membalikkan badannya, "ahhh, selain sekolah ternyata siswanya tidak kalah kelam" Gumam Rose saat melihat sosok laki-laki yang tengah berjalan mendekat, pakaiannya serba hitam, berambut hitam, berkulit putih pucat, dengan sepasang mata biru yang terlihat suram.
Walaupun tampan, laki-laki itu terlihat tidak menarik, setidaknya itu yang di fikirkan Rose, sebelum bau semerbak menghujam hidungnya. Membuat matanya terbuka lebar.
Michael berjalan lurus, mendorong gerbang penuh karat hingga terdengar derit yang memekakkan telinga. Michael berdiri mematung di depan gerbang, memandang Rose datar.
"Kamu, ngeces?" Tanya Michael menunjuk sudut bibir Rose.
"Hah?" Rose melongo, namun setelah itu jarinya menyentuh ujung bibirnya. kesadarannya pulih, bersama dengan rasa malu teramat sangat! aroma itu masih ada tapi persetan dengan aroma itu, yang bisa Rose fikirkan hanyalah kabur dari laki-laki gotik itu secepatnya.
"Oh shit"
Rose berkali-kali mengumpat sembari memukul kepalanya, sedangkan Michael hanya memandangi punggung Rose yang mulai menghilang di antara dinding sekolah.
Kedatangan Rose mendapatkan tatapan sinis, ya ya ya.. Sedikit banyak Rose tau kenapa dirinya di hujani tatapan sinis. Sebagai seorang Vampire, Rose memang terlihat aneh. Terlalu mencolok, hingga setiap Vampire yang menatapnya akan sakit mata.
Rambut nya yang blonde, kukunya yang di kikir rapi dan berwarna warni, mantel bulu pink dan baju yang berwarna senada, adalah kesalahan. Karena, vampire harus terlihat suram dan seram. Dua kata yang sangat akrab bukan? Hah, dapat dipastikan kalau Rose bukan species unik, dirinya tidak akan berakhir di sekolah ini.
"Hai mother's " Rose melempar sapaan yang lebih terdengar seperti ejekan. Wanita di depannya terlihat seperti penyihir, dan Rose adalah kelinci percobaannya.
"Hai, Rose.. " Anna tidak terlihat kesal, begitulah Anna, emosinya seperti air, tenang namun menghanyutkan. "Peraturan pertama, tidak boleh terlihat mencolok.. Dan semua bajumu sudah aku siapkan, termasuk pakaian dalam"
"Oke, ternyata underware juga bikin Vampire sakit mata, sangat aneh"
Anna, tidak menggubris putrinya. Sejauh ini pun tidak, sampai seorang laki-laki mati dan menitipkan seorang anak yang sudah lama di jauhkan darinya.
"Saya tidak pernah memaksamu datang kemari, kamu yang datang sendiri, dan sebagai pendatang harusnya kamu sudah tau konsekuensinya seperti apa"
Rose tidak lagi membantah, Ayahnya mati dan satu-satunya kerabat yang di miliki Rose adalah Anna. Sodaranya menolak Vampire ada di kehidupan manusia. Ada yang takut di jadikan santapan, ada pula yang takut akan tertular menjadi Vampire seperti dirinya.
Melihat putrinya tidak lagi bereaksi, Anna jalan terlebih dulu, sedangkan Rose mengekor di belakang. Suasana mendung, hujan mulai turun, sekolah ini semakin menyeramkan karna kini di penuhi oleh kabut.
"Ini kamarmu, mulailah berbaur dan jangan mencolok. Dan satu lagi, di sekolah ini aku bukan Ibumu"
Rose, hanya diam. Percuma juga menanggapi atau mengiba pada penyihir macam Anna. Kini yang Rose perlu lakukan adalah membuka pintu kamar dan membarinhkan dirinya di kasur empuk, lalu terlelap.
Cekklekk..
Tidak ada penerangan, jadilah Rose meraba dinding untuk menemukan tombol lampu, Rose berhenti.. Bukan karena sudah menemukan tombol lampu, namun karna ada sebuah tangan yang tiba-tiba menariknya masuk ke dalam gelapnya kamar.