Dari Toko Buku ke Toko Buku

Dari Toko Buku ke Toko Buku

bukuditeras

0



Semua bermula dari keisengan melihat foto berbagai toko buku  dunia di sebuah buku yang kubeli di Big Bad Wolf Jakarta. Kupikir sepertinya akan seru kalau di setiap perjalanan yang kulakukan aku sengaja mampir ke toko buku untuk mencari tahu apa yang jadi sumber jiwa mereka, atau bahkan mampir ke rumah-rumah para  penulis untuk berbincang tentang isi kepala yang dipenuhi aksara. Kemudian mengumpulkan semua cerita dalam satu buku yang akan jadi proyek penulisan paling kucintai seumur hidupku.

Lalu sebuah momen kesadaran datang di penghujung 2016. Aku mulai jenuh dengan dunia penerbitan tempatku bekerja yang begitu-begitu saja. Aku jenuh 24 jam berpikir mau nerbitin buku apa? Mau beli hak cipta novel terjemahan apa? Mau bikin promo buku seperti apa? Bukan karena aku tak lagi cinta pada buku, melainkan karena belenggu-belenggu formalitas dan ketidakberdayaanku untuk menjelaskan pada orang-orang yang terlibat pekerjaan denganku bahwa di luar sana masih banyak pilihan buku bagus yang bisa dijadikan bacaan atau referensi di negeri kita ini. Aku merasa sedang kehabisan energi untuk mengerahkan segenap kemampuan demi menerbitkan buku-buku yang bisa mengubah denyut impian orang lain. Aku kehabisan energi untuk menahan diri agar tidak terseret arus tren buku saat itu yang menurutku berat sebelah. Aku tidak mau kecintaanku pada buku yang tumbuh sejak aku belum bisa benar-benar membaca jadi padam gara-gara kedua kakiku  terbelenggu industrinya. Aku tidak mau berubah jadi seperti para zombi di industri buku, yang menerbitkan buku hanya untuk makan dan bertahan hidup. Bukan karena benar-benar cinta.

Aku perlu berhenti sejenak. Mengumpulkan energi dan ide-ide baru untuk kelak kembali di industri ini. Akhirnya aku memutuskan untuk resign dari Penerbit Fantasious. Kemudian pergi selama beberapa waktu ke tempat-tempat yang pernah kubaca dalam buku- buku kesukaanku.

Ironisnya, aku hendak “cuti” dari industri buku, tapi dengan cara mengunjungi tempat-tempat buku. Mungkin seperti itulah jika kau sudah terlanjur membenamkan diri dalam hal yang sudah menjadi bagian dari refleksmu. Sejak itulah aku mulai rutin memasukkan misi literasi pribadiku dalam setiap perjalananku ke berbagai kawasan: Asia, Australia, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Namun, kali ini aku mau berfokus di Eropa terlebih dahulu.

Aku pilih Eropa semata karena buku-buku dari penulis asal benua ini yang paling banyak kubaca sejak kecil. Sejarah tua di Eropa juga selalu menjadi minatku, aku mau tahu dengan mata kepalaku sendiri. Aku mau berburu masa lalu dan kenangan yang tersisa di jalan-jalan tuanya. Aku ingin mencuil keju segar yang dijual di pasar akhir pekan. Aku ingin mencicipi pasta seafood dari wajan penduduk setempat di Italia. Aku ingin tanganku merasakan sendiri tekstur bangunan peninggalan Romawi. Aku ingin berlari-lari kecil di bawah hujan kota Athena. Aku ingin berbincang sampai tamat tentang sejarah Perang Dunia II bersama orang-orang yang menjadi saksi mata. Aku ingin menemukan lagi alasan kenapa dulu aku jatuh cinta pada buku pada pandangan pertama. Ketika sama-sama mau membuka diri dan pikiran, perbedaan nyatanya bisa lebur dalam satu pemahaman bahwa di muka Bumi ini tidak ada kelompok yang lebih di antara yang lain. Semua sama-sama berbagi tanah yang sama, langit yang sama, dan keinginan untuk bahagia yang sama.

Buku ini memang hanya diperuntukkan bagi mereka yang mencintai buku sama seperti mereka mencintai diri mereka sendiri. Aku tidak peduli walaupun secara kalkulasi hitungan jumlah homo sapiens dari jenis ini jumlahnya sangatlah terbatas. Namun, aku akan sangat bahagia jika ada yang mau mencoba membaca meskipun bukan bagian dari ordo buku, untuk itu aku berterima kasih yang teramat dalam karena kalian mau membuka pintu untuk satu-dua baris tulisanku.

Meskipun butuh waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya, aku tetap merasa bahagia. Tiga tahun proses yang sekaligus juga menandaiku bertumbuh dan berani mengambil sekian keputusan.