Cinta Untuk Dua Hati

Cinta Untuk Dua Hati

Kiki Marwa

4

Pagi yang cerah di gedung ABC Group menghadirkan kesibukan bagi semua orang di dalamnya. Dandy Pratama dan Hossam Ahmad, dua pendiri dan pemilik perusahaan, baru saja tiba di kantor. Persahabatan Dandy dan Hossam telah bertahan bertahun-tahun, berawal dari impian mereka yang perlahan tumbuh menjadi salah satu perusahaan terkemuka. Kini, mereka berharap kedua putri mereka, Sarah dan Ayra, dapat melanjutkan estafet kepemimpinan suatu hari nanti.

Sarah, putri tunggal Dandy, adalah General Manager yang masih muda namun sangat berdedikasi pada perusahaan. Lulusan universitas ternama, ia tak hanya dikenal cerdas, tetapi juga memiliki pesona yang anggun dan tegas. Sejak memegang beberapa proyek penting perusahaan, Sarah mulai mendapat reputasi sebagai pemimpin muda yang mampu diandalkan. Ayra, sahabat masa kecilnya sekaligus putri tunggal Hossam, bekerja sebagai pengacara perusahaan. Ia selalu tampil tenang dan percaya diri, serta terkenal tangguh dalam menghadapi kasus-kasus hukum yang melibatkan perusahaan mereka.

Kedua perempuan ini telah bersahabat sejak kecil, melewati suka duka bersama, dari sekolah hingga karier. Meskipun memiliki profesi berbeda, keduanya saling mendukung dan menghargai pilihan masing-masing. Persahabatan mereka seperti dua sisi mata uang, selalu berdampingan dan tak terpisahkan.

Pada suatu pagi, ketika Sarah tengah menuju ruangannya, tanpa sengaja ia menjatuhkan berkas-berkas yang dibawanya. Seorang office boy yang kebetulan lewat segera menghampiri dan membantu mengambil dokumen yang berhamburan.

"Maaf, Mbak Sarah. Biar saya bantu rapikan," ujar pria itu dengan suara tenang.

Sarah mengangkat wajahnya, mengamati sosok yang tak terlalu ia perhatikan sebelumnya. Namanya Wisnu, seorang office boy yang baru beberapa bulan bekerja di ABC Group. Ia mengenakan seragam rapi dan selalu tersenyum ramah. Dengan sigap, ia membantu mengumpulkan berkas-berkas itu, berhati-hati agar semuanya kembali tersusun dengan baik.

"Terima kasih, Wisnu," ujar Sarah dengan senyum kecil.

Wisnu tersenyum malu-malu. "Sama-sama, Mbak. Senang bisa membantu."

Sarah mengamati gerak-gerik Wisnu, merasakan sesuatu yang berbeda darinya. Ia tidak sekadar office boy biasa, ada ketulusan dalam cara dia bekerja yang menarik perhatian Sarah. Namun, Sarah tidak ingin langsung menunjukkan ketertarikannya. Ia memilih untuk mengamati Wisnu dari jauh, sambil mencari tahu lebih banyak tentangnya.

Selama beberapa hari berikutnya, Sarah mulai memperhatikan Wisnu secara diam-diam. Setiap kali Wisnu melewati ruangan atau membantu tugas-tugas kecil di sekitar kantor, Sarah akan mengamati dari balik mejanya. Ia penasaran, apakah ketulusan Wisnu hanyalah kesan sesaat, atau memang sifat aslinya? Di sisi lain, Sarah menyadari bahwa Ayra pun tampak memperhatikan Wisnu lebih dari biasanya.

Pada suatu siang di kantin perusahaan, Sarah dan Ayra makan bersama. Mereka duduk di sudut kantin, berbincang ringan seperti biasanya. Namun, hari itu, Sarah memutuskan untuk membuka topik yang agak berbeda.

"Ayra, kamu sadar nggak, ada yang menarik dari office boy baru kita, Wisnu?" tanya Sarah sambil memasukkan sesuap salad ke mulutnya.

Ayra terdiam sesaat, lalu tersenyum penuh arti. “Jangan bilang kamu juga tertarik sama dia.”

Sarah tersenyum tipis. “Aku nggak tahu, tapi ada sesuatu yang beda dari dia. Sikapnya, cara dia kerja... dia nggak seperti office boy lainnya.”

Ayra mengangguk setuju. “Aku juga sempat perhatiin dia. Setiap kali ada acara kantor atau rapat besar, dia selalu memastikan semuanya rapi. Bahkan terkadang dia lebih peduli daripada karyawan lain yang posisinya lebih tinggi darinya.”

Sarah tertawa kecil, perlahan mencoba mencari tahu seberapa dalam ketertarikan Ayra. “Jadi, kamu benar-benar perhatikan dia?”

“Iya,” jawab Ayra jujur, “Aku nggak bisa bohong. Ada sesuatu yang membuat aku tertarik. Tapi lucu juga ya, kita bisa tertarik sama orang yang sama.”

Mereka pun tertawa, merasa tak percaya bahwa mereka tertarik pada sosok sederhana seperti Wisnu. Di tengah tawa itu, Sarah merasa situasi ini cukup unik. Mereka berdua sahabat yang selalu berbagi cerita, namun kini mereka mendapati diri saling bersaing secara halus dalam hati. Tak ingin langsung mengakui perasaan mereka, mereka sepakat untuk tetap bersahabat seperti biasa, namun diam-diam ‘menguji’ Wisnu dengan cara mereka sendiri.

“Gimana kalau kita cari tahu lebih banyak tentang dia? Siapa tahu, kita bisa dapat gambaran lebih jelas,” ajak Ayra, menatap Sarah penuh antusias.

Sarah setuju. Ia ingin memastikan bahwa ketertarikannya pada Wisnu bukan sekadar kesan pertama. Ia dan Ayra berjanji tidak akan langsung mendekati Wisnu, melainkan mengamatinya lebih dalam. Kedua sahabat itu sepakat untuk saling bantu mencari cara mendekati Wisnu dengan cara masing-masing, tanpa membuat pria itu sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian.

Benih ketertarikan mulai tumbuh di hati Sarah dan Ayra, meskipun mereka belum siap untuk mengakuinya. Mereka sama-sama penasaran dengan apa yang mungkin terjadi jika mereka terus membuka diri untuk mengenal sosok Wisnu, sang office boy sederhana yang perlahan mulai mengisi pikiran mereka berdua.