Cika Cuka Caka

Cika Cuka Caka

Nurcahyani

0

                                  --🌸🌸-- 

1 Tahun Kemudian...

 Gadis berseragam SMA itu melangkah, melangkahkan kakinya yang terbalut dengan sepatu berwarna hitam menyentuh permukaan tanah dengan langkah yang tidak terlalu cepat.

 Wajah yang datar selalu tergambar pada wajahnya, tak pernah tersenyum walau sedetik saja. Siapa? Siapa yang akan membuatnya tersenyum? Jika kebahagiaannya telah pergi bersamanya, jauh pergi dan tak akan pernah kembali.

  Ya, satu tahun berlalu terasa begitu lama bagi Cika. Hidup tanpa sosok Jaka membuatnya benar-benar hancur, jauh dari kata bahagia. Semenjak itu juga Cika dikenal sebagai anak yang pendiam, tak banyak bicara, jarang tersenyum, tertutup bahkan ada yang mengatakannya sebagai wanita gila.

 Cika tak peduli dengan semua itu. Ia tak mau tahu dan tak mau ambil pusing. Dia juga tak peduli kepada orang lain karena hatinya telah membeku. Yah, tak jarang pula banyak pria yang mendekatinya dan sebanyak itu pula Cika tak pernah merespon mereka semua.

 Di dalam ruangan kelas yang sunyi dimana semua orang sedang asyik-asyiknya bersenda gurau dengan semua teman-teman sekelasnya atau pula beberapa siswa dan siswi yang asik bercengkrama di kantin namun, Cika lebih menyukai kesendiriannya.

  Ia menyandarkan permukaan wajahnya di meja sambil membelai permukaan meja dimana Jaka selalu membaringkan kepalanya di sana. 

 Setiap kali bayangan Jaka selalu terlihat, terlintas di pikirannya. Tak pernah sekalipun bahkan sedetikpun ia melupakan sosok Jaka.

 Tak ada seorangpun yang berani duduk di samping Cika karena ia akan marah besar terutama jika ada yang berani menyentuh kursi milik Jaka. Ya, semenjak itu orang mengatakan jika Cika itu wanita gila.


                                  --🌸🌸--

  Di dalam kamar yang sunyi menyisakan Cika sendiri, tak ada bedanya saat ia berada di dalam kelas. Cika memilih bersimpuh di samping ranjang miliknya dengan pandangan kosong persis seperti ia di dalam ruangan kelasnya tadi.

  Yah, sekali lagi dia memikirkan sosok Jaka. Seringkali terpikirkan olehnya tentang Jaka dan sejak itu pula ia bertanya. Apa yang dilakukan oleh Jaka? 

   "Bagaimana dengan dia?"

  "Apakah Jaka masih melihatnya atau sudah melupakan dirinya?"

     "Sedang apa Jaka di sana?"

  "Apa Jaka sudah tidak sayang lagi dengan Cika?"

     "Mengapa? Mengapa seperti ini?"

   Menyalahkan diri memanglah tidak baik, hanya saja harus bagaimana? Ia bahkan selalu menyesali setiap apa yang ia lakukan selama ini. Kenangan dan kenangan itu sangat sulit untuk dilupakan semuanya.

  Semua tentang Jaka dan lihat saja sekarang! Sprei yang terpasang di kasurnya itu, itu pilihan Jaka. 

  Gambar karakter bintang-bintang serta bulan yang berwarna putih indah itu adalah pilihan Jaka.

    Dinding yang di penuhi foto-foto Jaka, barang-barang di atas meja itu hampir semua pemberian Jaka lalu bagaimana caranya ia bisa melupakan Jaka dan membuka hidup yang baru sementara kehidupannya telah dibawa pergi oleh Jaka.

  Dengan wajah yang datar itu diiringi suara musik seruling indah yang berasal dari kaset audio pemberian Jaka dan sekali lagi tetesan air mata mengalir membasahi pipi yang kembali menghiasi wajahnya.

     Ini bukan sekali ia meneteskan air mata, tetapi sudah seringkali bahkan setiap hari karena setiap hari pula dia selalu mengingat tentang Jaka.


                                  --🌸🌸--

  Kaki yang beralaskan sendal jepit berwarna hitam itu menyentuh permukaan rerumputan yang tumbuh di pemakaman umum, tempat dimana Mama dari Jaka juga dimakamkan di sini, tepatnya di samping makam Jaka. Ya, ini permintaan ayah dari Jaka.

   Senyum Cika merekah indah lalu ia duduk di samping makam Jaka. Membelai kayu nisan yang bertuliskan nama Jaka di sana.

     Cika meletakkan keranjang bunga dan sebotol air yang tidak terlalu banyak. Jemari tangannya menyentuh permukaan bunga-bunga yang sedikit masih basah pemberiannya satu minggu yang lalu. Setiap hari minggu Cika selalu datang ke sini sesuai dengan janjinya kepada Jaka.

     "Selamat pagi Caka!"

     "Caka lagi ngapain? Cika rindu sama Caka."

    "Oh iya, hari ini Cika mau cerita. Besok Mama bakalan datang dan Papa juga. Cika tadi udah buat kue brownies. Mau lihat?"

   Cika mengeluarkan bekal berwarna pink itu dari tas selempangnya. Membuka penutup bekal hingga beberapa potongan kue brownies dia keluarkan dari bekal miliknya.

    "Hari ini pasti kue brownies buatan Cika enak, Caka mau coba?" tanyanya yang kemudian menjulurkan kue brownies dan meletakkannya di atas sebuah wadah kecil yang sengaja ia letakkan di makam tepatnya di atas makam Jaka.

      "Cika simpan di sini, ya! Nanti Caka coba!"

      Setetes air mata berhasil membasahi pipinya saat ia memakan kue brownies yang ia buat tadi pagi namun, dengan cepat ia mengusap pipinya itu lalu kembali tersenyum.

     "Gimana kabarnya? Pasti Caka udah senang, kan karena udah ketemu sama Mamanya Caka."

       "Oh iya, hati-hati, ya di sana! Di sini Cika juga hati-hati, kok. Cika bisa jaga diri."

      "Cika sayang banget sama Caka. Oh iya nanti Cika mau datang ke taman pinggir sungai terus Cika mau gantung foto yang Cika ambil beberapa hari lalu di rumah Jaka."

   Berbicara dengan makam apakah ini gila? Mungkin sebagian orang mengatakan jika ini sebuah kegilaan namun, bagi Cika itu semua salah, ini adalah cara untuk melepaskan sebuah rasa kesedihan dan juga kerinduan.

  Cika mencium goresan nama Jaka di permukaan kayu nisan milik Jaka setelah menaburkan beberapa kelopak bunga mawar di atas makam Jaka yang masih dan selalu basah itu bahkan dari sekian makam yang ada di sini hanya makam Jaka yang selalu bertabur dengan bunga-bunga indah.


                                --🌸🌸--

   Cika melangkah pergi setelah meraih beberapa foto yang telah dicuci oleh pria yang kini nampak terdiam. Ya dia sudah sering kebingungan karena setiap harinya Cika selalu datang dan meminta untuk mencuci sebuah foto dirinya bersama dengan makam.

  Dan setiap sekali seminggu juga pria itu terkadang memberikan harga yang jauh lebih murah dari biasanya entah karena kasihan atau memang beranggapan jika Cika memanggil lah wanita yang gila.

    Cika berjinjit berusaha meraih benang dan mengikat ujung foto itu yang telah ia lubangi itu dan setelahnya ia melangkah mundur menatap ribuan bahkan miliaran foto-foto yang ada di pohon pinus ini.

   Begitu sangat indah dan semuanya diakhiri selalu saat Cika memutuskan untuk duduk di sebuah bangku panjang yang terbuat dari kayu dimana ia dan Jaka dulu selalu duduk di sini untuk menghabiskan hari minggu mereka. 

  Angin yang berhembus dengan indah itu berhasil menggoyang-goyangkan anak-anak rambut Cika yang seringkali menghalangi pandangannya membuat Cika beberapa kali menyelipkan rambutnya itu ke belakang telinga.

      Diiringi dengan tatapan sedihnya, wajah datar tanpa senyum, tanpa kebahagiaan. Senyumnya hanya akan tercipta jika ia berada di makam Jaka karena ia beranggapan jika Jaka ada di hadapannya.

  Mengingat kenangan di masa lalu selalu membuatnya merasa begitu bahagia. 

   Hanya kenangan yang bisa ia kenang. Kenangan ia bersama Jaka tak akan pernah hilang walau hanya sedetik.