YUANFEN

YUANFEN

Kageyama V

3

Ponselku berdering. Aku ragu apakah harus menjawabnya atau tidak. Terlebih tak lama lagi sampai di tempat bimbingan belajar yang aku ikuti. Dari Kang Seulgi. Untuk sekedar info dia adalah sahabatku. Sahabat aneh yang satu – satunya kupunya. Malas rasanya aku menjawab telepon darinya tapi aku tahu jika tidak ku jawab, Seulgi akan terus menelponku sampai sungai Han mengering.

Yoboseyo?ada apa?”

            “Eodiya!? Aku kering menunggumu disini!” diseberang sana terdengar suara Seulgi yang melengking.

            “Tidak mungkin, disana kan ada AC lagipula Seoul sedang hujan.” nada monotonku menjawab pertanyaannya.

            “Itu bukan alasan yang tepat Han Riyoung, cepat datang atau aku akan menempati tempat kesayanganmu!”

            Aku mendengar telepon ditutup di ujung sana. Aku tidak punya kesempatan untung membalas perkataannya. Ku tarik nafas perlahan – lahan dan menghembuskannya perlahan juga. Mungkin kebiasaan Seulgi yang selalu mengambil tempat dudukku di kelas tidak bisa dihentikan, dia suka sekali membiarkanku untuk duduk di barisan tengah atau belakang agar tidak tidur. Bagaimana aku bisa hidup ditemani oleh orang seperti Seulgi, Tuhan?

            Aku mendecak kesal.

Melihat kemacetan kota Seoul yang tetap terjadi walau hujan mengguyur deras. Bodoh sekali aku lupa membawa payung ataupun baju ganti. Aku mengikuti bimbingan belajar. Ibuku berfikir karna ia sering melihatku kesusahan dengan rumitnya soal – soal atau tugas yang kupunya dan lagi pula ia tidak mengerti apa maksud dari pertanyaanku. Contohnya fisika atau kimia. Jadi, akan lebih baik jika aku ikut sebuah tempat pendidikan tidak resmi namun menjadi cara ampuh untuk masuk ke perguruan negeri di Korea Selatan (untuk murid sebodohku) ini. Aku juga tidak bisa menolak penawarannya terlebih aku berasal dari sebuah sekolah bergengsi di Korea Selatan, Kyunggi High School. Mau taruh mana mukaku jika tidak bisa masuk perguruan tinggi negeri? Tapi aku tidak pernah menyangka jika empat hari dalam seminggu aku harus terus mengikuti bimbingan belajar. Sepertinya ibu memang menginginkan anaknya mati botak. Aku yakin.

Sekitar lima menit kemudian, aku sudah berdiri didepan pintu ruko yang dijadikan tempat bimbingan belajar berada di kawasan perumahan. Aku juga melihat banyak siswa dari sekolah lain yang keluar masuk tempat ini. Kulangkahkan kaki dengan cepat ke dalam kelas, masih memikirkan nasibku jika saja Seulgi benar melakukan apa yang ia katakan tadi. Tidak. Aku tidak mau mati bosan nanti dikelas, terlebih pelajaran dikelas hari ini adalah kimia. Tangga tiba – tiba menjadi lawan terberatku sekarang, apa berat badanku naik akhir – akhir ini?

“HEI KANG SEULGI MINGGIR DARI TEMPATKU DASAR KAU BERUANG!”

            Aku berteriak, tidak terlalu keras menurutku. Tidak sekeras disaat aku mengomeli Seulgi yang sudah mengerjakan pr matematika sedangkan aku belum. Tapi berhubung suasana kelas begitu sunyi, suaraku terdengar seperti pengeras suara. Seseorang menoleh kearahku. Kelas hanya dihuni dia. Pria yang tidak aku kenal. Matanya menatapku horor, tentu saja ia terkejut. Pria berambut cokelat berponi itu memakai seragam yang sama denganku. Aku sekilas melihat name tag yang ia gunakan, Kim Taehyung.

 

                                                            ..........................

 

Dua minggu sudah aku mengenalnya, pria yang melihat tingkah konyolku beberapa waktu yang lalu. Masih kuingat bagaimana wajahku yang memerah, ingin rasanya terjun dari lantai ini namun aku menghentikan rencanaku itu. Seulgi dengan semangatnya dan tampang tak berdosa mengenalkanku dengannya. Ia berkata bahwa Taehyung adalah murid baru di tempat bimbingan belajar ini, kami berdua berbisik – bisik mengenai Taehyung walau pelajaran sudah mulai sejak tadi. Aku bertanya pada Seulgi mengapa tidak pernah meihat wajahnya di sekolah, terlebih disaat aku baru mengetahui kalau kelas Taehyung berada disebelah kelasku. Aku dan Taehyung bertetangga ternyata di sekolah.

“Sayang saja pria tampan itu sudah mempunyai pacar...” keluh Seulgi.

Alisku terangkat terkejut dengan fakta itu. Tapi memang apa yang kuharapkan? Tentu saja seseorang seperti Taehyung sudah memiliki kekasih dan sudah berjalan selama tiga tahun lamanya. Tidak diragukan lagi. Aku mendengarkan lagi dengan seksama info yang terkait dengan Kim Taehyung itu. sebenarnya tidak terlalu penting; seperti pacarnya yang bernama Kim Yewon atau biasa disebut Umji oleh teman – temannya. Aku berasumsi bahwa orang seperti Taehyung menyukai perempuan yang terlihat chubby dan memiliki badan berisi. Ternyata ia suka yang imut – imut.

Aku tersenyum kecut.

            Aku masih mengingat saat hari pertama Taehyung masuk ke kelasku ini, ia berpakaian layaknya bad boy. Aku mengamatinya dari ujung kepala sampai kaki, sesungguhnya aku bukanlah tipe orang yang suka menjudge orang lain. Sungguh. Aku hanya tidak suka dengan orang yang tampang seperti anak jagoan, itu saja. Taehyung mendapat nilai minus dimataku saat kulihat gayanya itu. Taehyung yang duduk didepanku persis mungkin merasa jika ia sedang diawasi. Ia membalikan badannya. Matanya menatapku tajam, denyut nadi bergemuruh ditelingaku saat itu. Matanya seolah dapat menghipnotisku. Nafasku tercekat disaat dia menaikan bibirnya sebelah. Tersenyum miring namun menggoda. Aku menyukainya. Semua pandangan negatifku hilang padanya disaat mata itu menatapku.

            “Woah .. tumben kau sudah datang,” suara berat Taehyung mengejutkanku. Lagi – lagi aku melamun. Sial.

            “Bukan urusanmu,”

            “Ketus sekali sih ..” cetusnya pelan, namun terdengar olehku. Aku mendelik padanya.

“Hari ini bukankah kau seharusnya piket? Kenapa sudah datang jam segini?” aku bertanya balik. Ia menduduki kursi disebelahku, membuka lolipop yang ia keluarkan dari saku bajunya lalu memakannya. Ia menatapku penuh curiga.

            “Bagaimana kau tahu kalau hari ini aku piket?”

            Aku terkekeh canggung, dalam hati meruntuk mulutku yang banyak omong. Sudah pasti Taehyung akan menganggapku psikopat setelah ini. “Itu .. aku punya teman dikelasmu,” aku mencoba menjelaskan dengan agak bingung. Tapi ini sungguh, aku mempunyai teman yang ternyata sekelas dengan Taehyung. Astaga dunia sesempit ini. “Kau tahu kan? Namanya Yeri.”

            Ia mengangguk, lalu membiarkan kepalanya dengan santai bersandar pada bahuku. Aku merasa seperti tersengat sesuatu yang membuat jantungku berdebar kencang sekali. Aku terduduk gugup di kursi tanpa berani berbuat apa – apa sekarang, sekias mencium bau melon yang berasal dari rambut Taehyung. Mungkin itu bau shampoo yang ia pakai pagi ini. Aku merasakan sekujur tubuhku bergidik. “Kenapa jantungmu terdengar sekali sih?”

            “Apa? Jan .. jantungku? Tidak kok!?”

            Taehyung mengangkat kepalanya dari bahuku, menatapku dengan senyum jahilnya. Yang bodohnya sangat aku sukai. Jarak wajah kami hanya sekitar dua jengkal. Dari pandanganku ini, terlihat wajahnya yang sangat jelas. Wajah yang masih tersisa bekas jerawat, hidung mancung, dan mata indahnya. Selalu menjadi favoritku tentangnya. Pipiku terasa panas sekarang. Mata Taehyung seolah bisa menembus kepalaku, tapi aku tidak peduli. Aku baru sadar sekarang. Betapa aku menyukai pria ini. Pria yang sudah memiliki kekasih ini.

            “Han Riyoung ... Apa jangan – jangan kau menyukaiku?” kata Taehyung.

 

                                                ..........................

 

            Aku memutar bola mataku malas, melirik ke samping dimana Taehyung masih saja menusuk lenganku dengan ujung pensil tumpul miliknya. Pria itu sedari tadi menggangguku yang masih mengerjakan soal Try Out yang biasa diadakan seminggu sekali di bimbingan belajar ini. Dia tidak membiarkanku berkonsentrasi pada soal matematika yang sialnya belum banyakku isi. Aku menghembuskan nafas lega disaat ia menarik tangan dan menutup mata, akhirnya aku bisa terbebas dari pria ini. Namun kupikir semua akan berjalan mudah dengannya yang sudah masuk ke alam mimpi, wajahnya terlihat polos disaat tidur hanya membuatku sulit untuk berkonsentrasi. Kadang aku berfikir mengapa ada seseorang bisa seperti sebuah karakter disebuah anime? Dia terlalu tampan menurutku.

            “Kau sudah selesai?”

            Aku agak kaget mendengar suaranya, mata Taehyung masih tertutup. “Belum,” aku bergumam sembari menggelengkan kepala frustasi. Apa aku menyerah saja? Hitung kancing?

            Ia membuka matanya yang terlihat mengantuk, menyisir rambutnya ke belakang singkat lalu menggeser bangku yang ia duduki mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku melihat ke penjuru kelas yang masih sibuk dengan soal mereka masing – masing. Bahuku dengannya bersentuhan dan rasa menggigil tiba – tiba mengelilingiku. Dia mengambil soalku lalu melihatnya dengan seksama. “Nomor berapa yang kau tidak mengerti?” dia berbisik. Aku menunjuk beberapa nomor tanpa mengeluarkan suara, aku terlalu canggung saat ini dan berharap ia segera menjauhkan dirinya. Jantungku berdebar untuk kesekian kalinya, namun Taehyung terlalu sibuk mengajariku.

            “Kau mengerti?” ia kembali bertanya. Aku mengangguk cepat. Bohong, aku tidak mengerti apa – apa. Bagaimana bisa aku berkonsentrasi jika dia berada sedekat ini?

            “Cepat kau selesaikan, aku lapar” ia mengerang sembari memegang perutnya dramatis.

            “Duluan saja,” kataku singkat. Ia mendecak malas lalu menopangkan dagunya, melihat kearahku dengan seksama. “Aku mau makan bersamamu.”

            Aku tidak mempercayai pendengaranku sekarang. Dengan mulut ternganga lebar, kupandangi wajahnya yang tenang dan langsung melontarkan kalimat lain sebelum otakku berfikir. “Wajahmu merah.”

 

                                                .....................................

 

            “Dia menatapmu lagi kemarin,”  Seulgi memakan sosis ikannya, dahinya berkerut seolah sedang berfikir menyelesaikan sebuah kasus layaknya detektif. Aku meliriknya, melepas kacamata yang kugunakan untuk membaca novel dalam gengamanku. Aku mencoba untuk menebak apa yang baru saja ia bicarakan denganku karena terlalu sibuk dengan novel aku jadi menghiraukannya. Seulgi menatapku menunggu tanggapan tapi aku hanya mengangkat bahu tidak mengerti. Ia tersenyum kecut. “Kau tidak mendengarkan aku lagi?” tanyanya. Aku hanya terkekeh seolah tertangkap basah.

            “Kim Taehyung, dia menatapmu lagi kemarin—ah tidak. Bukan hanya kemarin tapi sejak hari pertamanya datang ke bimbingan belajar. Aneh bukan? Apa dia menyukaimu? Tapi kan dia sudah punya kekasih,” suara Seulgi terdengar mengomel namun aku tidak berkomentar apa – apa.

            Rasanya ada sesuatu yang besar menimpa hatiku, aku sedikit mengilu. “Mungkin dia hanya berlaku baik kepadaku?” aku mencoba mencari alasan.

            “Tidak mungkin, aku tahu bedanya mata seseorang yang jatuh cinta dan orang mencoba untuk berlaku baik.” Seulgi menggerutu. Aku sedikit setuju dengan perkataannya tapi apa yang harus kulakukan? Mencoba memisahkan Taehyung dengan pacarnya? Tidak. Itu kejam.

            “Dia seperti seseorang yang mempunyai pacar namun jika pacarnya—siapa namanya? Umji? Jika perempuan itu tidak dengannya dia akan berlari kepadamu. Seolah dia punya kesenangan lain. Apa dia menganggapmu selingkuhannya?!” mata Seulgi terbelalak horor, ia terkejut dengan pemikirannya sendiri. Aku hanya tertawa miris. Selingkuhan? Bisa jadi.

            Semua perkataan Seulgi terngiang – ngiang di otakku. Aku tidak pernah mencoba untuk mengelak semua perkataan Seulgi. Taehyung dan aku tidak pernah kontak fisik ataupun berbicara diluar dari tempat bimbingan belajar. ada ketika saat dilorong sekolah aku berpapasan dengannya yang—sialnya—sedang bersama Umji. Mereka memakai jaket denim couple. Membuatku mendadak benci disaat melihat jaket denim. Sebenarnya aku bisa saja melewati lorong lain namun tidak kulakukan. Seolah ingin kutatap fakta miris yang ada dihadapanku, bahwa dia sudah ada yang memiliki. Dia menyadari keberadaanku yang semakin lama mendekat kearahnya. Matanya menatapku namun kuhiraukan. Bisa aku merasakan tatapannya terus mengikutiku.

            “Kau mengenalnya?” aku mendengar Umji bertanya kepadanya. Lorong sepi saat itu. aku memelankan jalanku, berharap bisa mendengar jawaban Taehyung.

            Namun aku tidak mendapatkan jawaban apapun. Taehyung diam. Dia tidak menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh pacarnya sendiri. Aku tahu dalam hati kalau dia pun bingung harus jawab apa. Jika ia berkata kalau aku dengannya saling mengenal akan terasa aneh, selama tiga tahun disekolah ini aku tidak pernah berbicara satu katapun kepadanya. Jika ia berkata tidak mengenalku, mungkin dia pikir itu akan menyakiti perasaanku?

Jika aku bisa memilih jawaban untuknya, aku berharap agar dia berkata jika kami tidak saling mengenal. Karena memang itu yang harusnya terjadi. Seharusnya aku tidak mengenalnya selama bersekolah di Kyunggi ini. Kenapa disaat hari – hari disekolah akan berakhir aku malah mengenalnya? Kenapa aku mengenalnya disaat dia sudah bersama pacarnya? Kenapa harus tiga tahun mereka berpacaran? Yang paling bodoh dan kusesali adalah mengapa dia menatapku waktu itu? Dan membuatku bisa jatuh cinta hanya karena melihat matanya itu.

 

                                                ....................................

 

            “Hei kemarin kulihat di meja administrasi kau memilih salah satu universitas yang sama denganku.” Taehyung memulai obrolan ditengah kegiatan mencatat kami. Aku melihatnya dengan mata seolah tertarik. “Benarkah?”

            Ia mengangguk dan terkekeh. Kelas saat ini sedang kosong, beberapa anak yang sejadwal denganku tidak masuk. Termasuk Seulgi yang ketiduran karena perutnya yang mulas mengingat dua hari lagi ujian penerimaan universitas negeri akan di gelar disaat aku menelponya tadi. Teman macam apa dia. Murid dikelas menyisakan hanya aku dengannya. Dengan Kim Taehyung, hanya berdua. Sebenarnya hal ini sering terjadi. Maksudku, aku sering hanya berdua dengan Taehyung saja dikelas. Dan mungkin ini yang membuat kita akrab. ‘Sangat akrab’ bisa kubilang.

            “Bagus kalau begitukan? Kita mungkin bisa berkuliah ditempat yang sama.” Kataku basa – basi namun dalam hati aku memohon kepada Tuhan jangan sampai terjadi. Itu hanya akan membuatku menderita tidak bisa melupakan rasa suka kepadanya. Dia hanya tersenyum mengiyakan perkataanku. Aku terus saja menulis, berusaha untuk tidak fokus kepada Taehyung.

            Kulihat kalender yang berada tidak jauh dari papan tulis dan baru menyadari ini adalah hari terakhir aku di bimbingan belajar ini, setelah ujian masuk universitas selesai aku tidaklah perlu untuk datang ke tempat ini lagi. Tidak ada alasan lain untuk datang ke tempat yang menyimpan banyak kenanganku dengan teman – teman yang satu kelas denganku. Termasuk Taehyung. Setelah ini, aku bisa melupakan pria itu dan juga kenangan yang kami buat. Itu akan terasa mudah bukan? Tapi mengapa rasanya aku ingin menangis sekarang?

            “Hei aku bawa Pepero, kau mau?” Taehyung membuka bungkus cookie stick itu, lalu menawarkannya kepadaku. Aku melihat Taehyung ragu, namun ia tetap menggoyangkan kotak tersebut meminta aku untuk mengambil beberapa. Aku mengikuti kemauannya. Salah satu  Pepero bertengger di mulutku, aku mencoba untuk berkonsentrasi dengan soal fisika dihadapanku sebelum memakannya.

            “Mau bermain sebentar?” kata Taehyung yang membuatku heran. Mau main apa dia disaat ujian tinggal dua hari lagi? Dia menatapku dengan senyum misteriusnya. Sedangkan aku tidak mengerti apa maksud perkataannya tadi.

            “Pepero Game,”

            Dunia mendadak sunyi, aku membeku ditempat dudukku disaat merasakan benda yang lembut menyapu bibirku. Aku menahan napas. Bisa kurasakan debar jantungku sendiri. Aku tidak bisa berfikir apapun disaat bibir Taehyung mengecup bibirku singkat, sebelumnya dia mengambil Pepero yang bertengger di mulutku. Aku bisa melihat kekehan keluar dari bibirnya lalu memakan Pepero milikku itu. Aku mengerjapkan mata mencoba untuk mengambil kesadaranku kembali. Mataku menahan agar air mata tidak tumpah. Aku tidak merasa bahagia saat ini, tidak disaat seseorang yang kusukai sudah milik orang lain. Tapi mengapa Taehyung terlihat sangat bahagia?

            “Taehyung-ah,” aku memanggilnya yang sibuk dengan handphone. Ia mendongak.

            “Mari kita jangan bertemu mulai sekarang.” Sambungku. Aku menatapnya namun tidak terlihat jelas, mungkin air mata sudah menggenang. Taehyung mengerutkan dahinya. Ia tidak mengerti apa yang aku bicarakan.

            “Kau sudah mempunyai pacar ... apa yang kau lakukan salah, apa yang kita lakukan juga salah .. setelah kita berdua keluar dari tempat ini berpura – puralah kau tidak mengenalku dan aku juga akan berpura – pura tidak mengenalmu Kim Taehyung.”

            Dia diam, tidak menjawab namun matanya menyendu.

            Aku membereskan barang – barangku dengan terburu – buru. Aku tidak bisa melihatnya sekarang. Air mataku mulai turun. Sial.

            “Tidak, Riyoung-ah aku menyukaimu. Tolong jangan seperti ini ...” ia menahan lenganku. Mencoba untuk menahanku pergi. Hatiku seperti hancur disaat mendengar kata – katanya yang bergumam putus asa. Aku berbalik menghadapnya, Taehyung tahu bahwa aku menangis. “Aku tidak menyukaimu Kim Taehyung, mianhae ...”

            Taehyung tidak bergerak, ia membiarkanku pergi dari ruangan itu. pergi darinya. Aku berlari meninggalkan tempat bimbingan itu lalu mendudukan diri di halte yang sepi. Aku membenamkan wajahku dalam kedua tangan dan tersedu – sedu. Aku tidak bisa menahannya walaupun aku ingin. Akhir cerita cinta masa sekolahku berakhir disini.

                                                            ............

 

            Mencintai seseorang adalah salah satu posisi paling rentan dimana kau bisa berada. Membuka hatimu kepada orang lain dan harapan terbaik dimana mencintaimu sebagai balasannya. Sayangnya, kehidupan bukanlah drama; cinta tidak selalu timbal balik, dan tidak selalu berakhir dengan bahagia selamanya. Aku belajar kalau kebenaran kadang menyakitkan dan mungkin kalian merasakan hal yang sama. Cinta bukan hal yang bisa dipaksakan, dia datang dengan sendirinya dan kadang bermain dengan takdir.

            “Kau diterima?” Seulgi langsung bertanya disaat aku menjawab teleponnya.

            Aku mengangguk pelan, walau kutahu kalau ia tidak akan melihatnya. “Iya, aku diterima...”

            Dia bersorak riang, yang membuatku berasumsi kalau dia juga diterima disebuah universitas negeri. Dua bulan sudah berlalu sejak ujian seleksi universitas negeri dilaksanakan. Walaupun kadang aku merindukan pria itu tapi aku tetap berusaha untuk menjalani hari – hariku senormal mungkin. Kim Taehyung masih muncul dalam pikiranku tanpa dapat kucegah. Aku dan Taehyung menyepakati apa yang kukatakan padanya pada hari dimana dia menciumku. Ia tidak pernah menghubungiku ataupun mengirim pesan kepadaku. Akupun demikian. Benar – benar seperti orang asing. Tapi ini yang terbaik untuk kami.

            “Kau diterima dimana Riyoung-ah?” tanya Seulgi menyadarku dari lamunan.

            “Konkuk University? Kenapa?”

            “Oh?! Kau satu universitas dengannya?!” aku mendengar Seulgi yang sepertinya terkejut. “Dengan siapa?” aku bergumam tidak mengerti.

            “Kim Taehyung tentu saja! Kau tidak tahu?”

            Dan aku percaya bahwa takdir sedang mempermainkan hidupku sekarang.

            缘分(Yuanfen(n.)) a relationship by fate or destiny; the binding force between two people.

 

            The end.