Aku bukanlah seseorang yang mudah terlelap dalam tidur hanya dengan membaringkan tubuh dan memejamkan mata selama beberapa menit. Butuh waktu lebih dan usaha mencari posisi tidur yang nyaman agar aku bisa tidur dengan nyenyak. Praktisnya, aku sangat gelisah di ranjang dan itu mengganggu suamiku. Ia seringkali turut tidak bisa tidur cepat gara-gara pergerakanku setiap kurang lebih lima menit.
Malam ini suamiku tidak berada di rumah karena sedang proyek di luar kota. Hal tersebut tentu saja membuatku kesepian, namun setidaknya untuk beberapa malam tidak ada pertengkaran kecil gara-gara ulahku yang susah tidur ini. Seharusnya malam ini menjadi momen dimana aku bisa bergerak bebas semaunya dan menjadi penguasa tunggal di ranjang, seperti kala belum menikah dahulu, tetapi sesuatu hal membuatku terpaku pada satu posisi.
Sejak satu jam yang lalu, aku hanya berposisi tidur miring menghadap sisi luar ranjang. Hal itu dikarenakan saat aku memakai selimut besar kami dalam porsi setengahnya dan berusaha menariknya agar aku bisa mendapatkan kehangatan ekstra dari tumpukan tebalnya, selimut itu tertahan. Bukan, bukan seperti terjepit sesuatu apalagi hanya sekedar tertindih bantal atau guling, ini lebih kuat dari itu. Seolah ada seseorang yang ikut berselimut bersamaku dan menahannya menggunakan tangan karena tidak ingin mendapatkan jatah kehangatan yang sedikit, persis seperti aku dan suamiku saat awal-awal pernikahan.
Tak terbesit sedikitpun bahwa sosok yang di sampingku ini adalah suamiku yang berusaha memberi kejutan. Pertama, dia tidak seromantis itu. Kedua, ini tidak bertepatan bahkan berdekatan dengan ulang tahunku atau ulang tahun pernikahan kami. Lagipula, kalau ini benar dia, aku tidak akan segan-segan menamparnya karena lelucon ini tidak lucu, yang mana aku tahu ini bukanlah lelucon yang akan dilakukan oleh manusia segila apapun.
Tentu saja semua akses masuk rumah sudah kukunci dengan benar, tidak ada suara langkah sekecil apapun sejak aku mematikan TV dan bersiap untuk tidur. Semua fakta itu meyakinkanku bahwa siapa, atau apa yang ada di sampingku ini bukanlah manusia. Keadaan dimana aku ingin menggandakan tumpukan selimut di tubuhku bukan karena suhu AC yang lupa kunaikkan, melainkan karena adanya hawa dingin yang tak nyaman di sekitarku.
Selama satu jam itu, aku terus berusaha berpikir positif di tengah kengerian. Asalkan makhluk itu tidak menggangguku dan aku tidak melihat sosoknya, maka semua akan baik-baik saja. Maka dari itu aku mempertahankan posisi menyamping ini, tak berani berbalik apalagi melihat ke sisi ranjang yang kosong ditinggalkan suamiku. Bila aku sanggup tidur dan mencapai pagi hari, aku yakin sosok itu akan pergi.
Itu semua yang kuekspektasikan.
Lalu tiba-tiba HPku berdering. Setelah rasa ketakutan yang menghantui lalu mendengar nada dering HP yang keras membuatku cukup kaget. Untungnya HPku berada di atas meja kecil di depanku, sehingga jaraknya cukup dekat untuk kuraih. Ternyata suamiku yang menelpon. Aku sedikit tenang dan berencana menceritakan semuanya.
“Pa, mama pengen ceri~,” sebelum selesai kuucapkan kalimat tersebut, suamiku memotong.
“Ma, tolong carikan map biru papa yang ada di lemari pakaian, sepertinya tertinggal disitu, isinya dokumen penting.” Suamiku terdengar panik dan ini bukan saat yang tepat untuk aku bercerita. Perintah yang diucapkannya sebenarnya adalah sesuatu yang mudah, namun ada satu hal yang membuatku tertegun sejenak, meninggalkan ucapan suamiku tanpa respon ‘ya’. Lemari pakaian yang dimaksud berada di dekat sisi ranjang yang lain, yang tidak ingin kulihat sampai pagi ini.
Lamunanku terpecahkan oleh suara suamiku yang memanggilku berulang-ulang. Aku mengiyakan perintah suamiku dengan tergagap. Aku mulai melepaskan diri dari selimut dan menapakkan kaki ke lantai secara perlahan, dan kini posisiku sudah berdiri membelakangi ranjang. Prinsip untuk tidak melihat ke ranjang terus kupertahankan. Sampai-sampai aku harus berjalan menyamping layaknya kepiting, mengelilingi ranjang dan akhirnya sampai ke lemari pakaian. Perjalanan dari aku berbaring sampai berdiri di depan lemari tidak diwarnai dengan keanehan apapun, yang menimbulkan sedikit ketenangan pada diriku.
Aku membuka lemari dan berusaha mencari map yang dimaksud suamiku, mulai dari selipan pakaian sampai ke dalam lacinya. Hasilnya nihil, tidak kutemukan sama sekali. Aku melaporkannya pada suamiku.
“Coba cari di laci meja kecil dekat ranjang!” perintah suamiku lagi
“Oke,” aku menjawabnya dengan yakin, dan langsung menoleh ke arah meja kecil tempatku menaruh HP tadi.
Dalam waktu sepersekian detik, aku baru menyadari tindakanku ini merupakan suatu kesalahan besar. Entah karena aku merasa cukup tenang dan teralihkan oleh upayaku mencari dokumen suamiku selama beberapa menit, aku lupa dengan pantangan yang kubuat. Waktu tiba-tiba terasa melambat, seolah menantikan kepalaku yang menoleh beberapa derajat sampai pada sudut dimana mataku bisa menangkap objek apa yang ada di atas ranjang. Jantungku terasa berdetak begitu kencang. Reflekku tidak cukup kuat dan cepat untuk membatalkan aksiku, hanya sampai pada pikiran ‘aku bodoh’.
Lalu, sampailah sudut penglihatanku ke seluruh isi ranjang, dan terlihat sudah apa yang ada di atasnya.
Kosong.
Maksudku, hanya ada seperangkat alat tidur. Bantal dan gulingku, lalu di sisi ranjang tempat suamiku seharusnya tidur juga sama, ada bantal dan guling yang tertutup setengahnya oleh selimut. Tingkat ketenanganku bertambah lagi. Apa yang membuatku yakin bahwa hanya ada guling di bawah selimut itu karena memang selimut itu haya mencetak bentuk dari sebuah guling apabila dilihat dari luar. Aku mulai memberanikan diri dan mendekati ranjang, berpikiran untuk menyingkap seluruh isi selimut. Aku harus memastikan bahwa tidak ada apa-apa di balik semua ini dan tidur dengan tenang. Kutarik selimut dengan cepat sampai tidak ada lagi yang menempel di ranjang.
Hanya Guling.
Aku menghela nafas lega. Kali ini tingkat ketenanganku meningkat drastis, walaupun tidak sampai penuh karena masih bertanya-tanya bagaimana bisa sebuah guling menahan selimutku begitu keras. Aku menanamkan kembali pikiran positif bahwa mungkin itu hanya delusiku akibat kualitas tidur yang buruk.
Lalu aku mendengar suara suamiku dari HP yang memanggilku berulang-ulang lagi. Ah, aku sampai lupa dengan amanah kecilku ini. Aku melangkah menuju meja kecil di samping tempatku tidur tadi, kali ini tidak dengan jalan kepiting. Sesampainya di depan meja kecil itu aku membuka lacinya dan benar saja, langsung kutemukan map biru yang membuat suamiku menelpon malam ini. Aku beritahu suamiku bahwa apa yang ia cari telah ketemu dan aku disuruh memindai dokumen di dalamnya lalu mengirimkannya melalui email.
Setelah selesai suamiku bertanya mau bercerita apa tadi. Aku bilang bahwa nanti saja ceritanya karena sudah sangat mengantuk. Aku kembali berbaring dan menyelimuti diri. Masih sedikit terpikir akan kejadian beberapa menit yang lalu, sesekali aku melirik ke sisi ranjang di sampingku guna memastikan kembali bahwa tidak ada makhluk apapun yang sempat membuatku parno. Berkali-kalipun kulihat tetap hanya bantal dan guling yang berada di sampingku. Aku rasa sudah saatnya berusaha tidur dan melupakan semua kengerian malam ini. Kali ini, aku tidak perlu bertahan pada satu posisi tidur.
Pukul dua dini hari, aku terbangun. Biasanya aku bisa tidur lelap sampai pagi, namun entah kenapa ini berbeda. Aku berusaha memejamkan mata dan kembali ke alam mimpi namun cukup sulit, sehingga aku memutuskan untuk mengambil HP dan melihat-lihat beranda media sosial. Tiba-tiba aku teringat lagi dengan hal yang membuatku hampir tidak bisa tidur. Kemudian melirik ke sampingku lagi, dan masih sama, hanya ada bantal dan guling tanpa penidur. Bahkan ujung kaki kanan yang kuluruskan dengan nyamannya berada di atas bagian bawah guling suamiku itu. Sudahlah, pikirku, tidak ada apa-apa.
Lalu beberapa detik kemudian, pikiranku berubah, tersadar akan sesuatu.
Tinggiku 170 cm, letak ujung guling di sampingku sejajar dengan leherku. Seharusnya ujung yang lainnya tidak lebih bawah dari lututku. Lalu di bawah tumit kananku ini, apa? Aku kehilangan ketenangan. Aku mulai gemetar, ragu apakah harus menyingkap selimut ini lagi dan melihat kenyataan yang baru. Aku berharap ini sekali lagi hanyalah ketakutanku yang berlebihan. Akhirnya, aku mencoba menarik selimut ini secara perlahan, sampai akhirnya seluruh kaki kananku terlihat.
Kaki kananku menggantung, secara harafiah. Posisi ujungnya berada setinggi kurang lebih 20 cm di atas ranjang, dan di bawahnya, kosong. Aku tidak melihat apapun yang mengganjal kaki kananku, tapi aku bisa merasakannya. Itu yang membuatku berpikiran bahwa kaki kananku berada di atas guling. Aku benar-benar ketakutan. Seakan masih tidak yakin dengan fenomena aneh ini, aku berusaha melewatkan kaki kiriku di bawah kaki kananku.
Tertahan.
Benar-benar seperti ada benda padat yang menghalangi kaki kiriku untuk masuk. Kemudian, aku sudah tidak berganti posisi tidur, karena seberapapun aku berusaha tidak melihatnya, sosok itu tetap ada. Aku bahkan tidak berani tidur di kamar ini. Aku berpindah dengan segera ke ruang tamu.