Meja makan keluarga Barbara diliputi penerangan remang-remang, diisi pencahayaan dua buah lilin yang menyambar membuatnya meleleh.
Meja makan menjadi tempat yang dianggap sakral oleh Liem dan Joe, bagaimana tidak sepeninggal istrinya Barbara menjadi pria tua yang dingin.
Tatapan Barbara membuat kedua anaknya tak berani bersuara bahkan saat makan piring dan sendok tidak bisa berbunyi, Joe dan Liem adalah kakak beradik yang dalam tubuhnya mengalir darah biru.
"Ayah sudah tua, tidak lama lagi akan menyusul ibumu"
Suara dingin Barbara mengalir masuk ke telinga Liem dan Joe
"Sebelum ayah pergi ayah akan menentukan satu orang saja dari kalian yang akan menjadi pewaris harta kekayaan. Setelah mendapatkan pewaris, maka salah seorang diantara kalian yang tidak menjadi pewaris, akan ayah berikan beberapa juta dolar untuk bertahan hidup."
"Sesuai tradisi keluarga ini"
"Silahkan kalian buktikan kalau kalian layak menjadi pewaris kekayaan keluarga ini."
Joe tersenyum menganggap ini mudah karena lebih dulu lahir daripadaLiem, sementara Liem hanya dengan ekspresi datar dan memikirkan cara terbaik agar ia menjadi orang pilihan tuan Barbara.
"Joe kamu anak sulung dikekuarga ini, apakah kamu siap untuk membuktikan bahwa kamu layak?"
"Sangat siap Yah!" menjawab dengan sangat percaya diri
Tuan Barbara berbalik bertanya kepada Liem.
"Liem kamu anak yang pintar dari kecil kamu sering jadi juara dalam hal apapun apakah kamu siap menjadi pewaris harta kekayaan ayah?"
Joe menatap ke arah Liem melotot seperti menatap pesaing terberatnya.
Cahaya lilin semakin redup menyisakan seperempat badannya.
Wangi khas dupa menyelimuti ruangan itu.
Para pelayan tuan Barbara satu persatu datang bergantian untuk membersihkan meja makan,ia sangat teliti Bakan setetes kotoran saja harus kelihatan bersih mengkilap, tidak boleh ada kotoran yang tertinggal sedikitpun atau akan langsung di pecat oleh tuan besar.
Tuan besar langsung diantarkan menuju kamarnya untuk beristirahat, ia sudah terlalu sepuh untuk tetap terjagalebih malam lagi.
"Kenapa kau gugup sekali di depan ayah?pasti karena kau belum siap kan?udahlah ngalah aja,aku anak sulung di keluarga ini jadi yang berhak menerima warisan aku."
Kalimat demi kalimat meremehkan keluar dari mulut Joe si sulung.
Liem tidak bereaksi mendengar perkataan Saudaranya itu, lebih baik ia memikirkan cara agar layak jadi pewaris daripada mengeluarkan kata-kata omong kosong.
Tidak tampak raut kesal sama sekali darah wajah Liem ia menganggap Joe tetaplah saudaranya bahkan jika bukan dia pewaris harta kekayaan tuanBarbara dia tidak akan berusaha merebutnya dari pewaris yang layak mendapatkannya.
Hari semakin malam, bulan mulai tertutup awan rumah yang sangat luas hanya dihuni oleh tuan Barbara, Joe,dan Liem serta para pelayannya. Suara angin menderu masuk dari sela-sela tembok.Liem teringat nasehat ibunya Lian,sewaktu ia masih duduk di bangku sekolah menengah.
"Liem walaupun kamu punya banyak uang jangan pernah sombong berbagilah suatu saat jika dirimu butuh orang tidak ragu untuk segera menolongmu"
Kata-kata itu bermain-main dalam kepala Liem seolah-olah menjadi ultimatum untuk dirinya agar ia tidak menjadi manusia yang lupa diri.
Liem adalah mahasiswa yang sebentar lagi lulus dengan mengambil studi bisnis yang artinya ia akan menjadi seorang pengusaha sukses dimasa yang akan datang memiliki sisi yang sangat berbeda dengan Joe yang berhenti sekolah sewaktu masih di sekolah menengah karena berkelahi dengan gurunya.
Bulan semakin tinggi di cakrawala menandakan sebentar lagi hati akan berganti, Liem menyampingkan semua beban hidupnya dan langsung tidur.
Lampu halaman yang redup masih tidak mampu mengundang pencuriuntuk menyelinap masuk,para pencuri pun tahu mereka tidak boleh masuk ke kandang singa sembarangan.
"Hahaha mampus baru tau kan siapa Joe"
Jeo tertawa terbahak-habak baru saja memenangkan jutaan dolar dari sebuah perjudian.
Tuan Barbara sontak terbangun dari tidurnya karena suara berisik dari kamar kamar sebelah, sayup-sayup ia mendengar suara anak sulungnya yang membahas tentang perjudian. Tuan Barbara murka, namun tak mau langsung menyampaikan melalui mulutnya. Ia kembali mengingat masa mudanya saat masih menjadi seorang raja judi dan hampir kehilangan semua hartanya karena tipu muslihat dari musuh bebuyutannya, sejak saat itu ia berhenti berjudi dan membenci segala sesuatu yang berbau perjudian.
Sebelum matahari menampakkan diri, Liem sudah terbangun dari tidurnya bahkan sebelum alarmnya berdering, sepertinya ia harus menyetel lebih awal alarmnya,air hangat mengalir dari saluran membasahi tubuhnya yang sispek, mengalir dari ujung rambut hingga kaki.
Liem mengenakan kemeja putih dengan jas berwarna hitam yang terlihat press di tubuhnya, ia berjalan menuju meja makan.
Jarum pendek jam Giant yang menempel di dinding menunjukkan angka 6 dan jarum panjangnya menunjuk angka 12 pas.
Tuan Barbara sudah duduk di meja makan dengan pisau dan garpu sudah melekat di tangannya namun belum ada bekas potongan sedikitpun di makanannya,ia menunggu kedua orang anak laki-lakinya untuk makan bersama.
Melihat anak sulungnya belum menampakkan batang hidungnya ia bertanya ke pelayannya
"Joe mana?"
"Mungkin masih tidur tuan"
Joe masih tertidur pulas dikamarnya karena semalaman ia hanya berjudi
saat matahari sudah muncul barulah ia tertidur.
"Bangunkan suruh segera ke sini"
"Baik tuan"
Beberapa saat kemudian pelayan kembali ke meja makan.
"Maaf tuan saya sudah mengetok ngetok pintu kamarnya dan berulang kali memanggil tapi tuan Joe tidak merespon"
Tuan Barbara hanya diam dengan segera memotong motong daging yang ada didepannya dan segera memakannya.
Liem hanya sesekali melihat tuan Barbara dan menikmati gigitan demi gigitan makanannya, ia tidak berani menegur lebih dulu sebelum ayahnya menegurnya. Ia tampak sangat menghormati tuan Barbara
"Liem kamu periksa rekening kamu ayah sudah transfer 300 Juta untuk keperluanmu selama sebulan, ayah harap kamu bijak menggunakan uang itu"
"Baik Yah terimakasih" ujarnya sambil menunduk
"Liem pamit dulu yah" ia menunduk berpamitan dengan tua Barbara.
Joe baru terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul 11.00 Siang
"Loh kenapa tidak ada makanan,apa apaan ini"
"Maaf tuan tadi tuan besar melarang saya meletakkan makanan diatas meja makan di atas jam tujuh tuan."
Joe merasa sangat kesal tetapi ia tidak berani menantang tuan Barbara yang memegang kekuasaan tertinggi di rumah yang lebih mirip istana itu.
Merasa sangat kelaparan Joe mengambil kunci mobilnya dan menginjak pedal gas dengan kuat untuk keluar mencari restoran mewah untuk makan.
Ia merasa muak karena keluarganya penuh dengan aturan
"Apa-apaan kelurga bangsawan tapi makanan di atas meja makan pun tidak di siapkan"
Karena kesal Joe menancap gas dengan kecepatan tinggi bahkan polisi pun tidak berani menghentikan mobilnya setelah melihat plat mobil dari keluarga bangsawan tuan Barbara. Keluarga mereka sangat disegani di segala penjuru kota