Prolog
PLAK!
Seketika hening. Rasa panas menjalar di wajah Theresa. Tamparan telapak tangan Bella sangat keras sampai-sampai terdengar nyaring. Membuat seorang pria di tengah mereka tercengang seperti orang bodoh.
"Kau kurang ajar sekali!" murka Bella.
"Kau keterlaluan, Bella!" bentak pria itu marah. Bella sontak tercekat. Sorot mata gadis itu nampak terluka menatapnya. "Oh, sayang, apa kau terluka? Apakah itu sangat sakit?" Pria itu malah memperlakukan gadis lain dengan lembut, dan bukan Bella yang merupakan kekasih sahnya.
Adegan di depan mata Bella membuatnya harus menahan perih sakit tak berdarah. Pria itu sama sekali tidak memedulikan bagaimana sakit hatinya saat ini. Sungguh ironis. Di saat lelaki yang dia cintai dengan tulus justru dikhianati begitu kejam. Terlebih gadis selingkuhannya adalah adik Bella sendiri!
Theresa, adiknya, Bella pergoki sedang berciuman dengan Tio, kekasihnya selama tiga tahun ini. Bella pikir hal seperti itu hanya terjadi di dalam drama-drama romantis. Namun dia malah mengalaminya sendiri sebagi pihak yang tersakiti.
Theresa tersenyum miring. "Kau tidak berhak memiliki Tio, Bella," tekan Theresa meremehkan. Lalu dia menarik lengan Tio, merangkulnya dan mereka berdiri bersisian. Theresa tersenyum penuh kemenangan seraya berkata, "kami adalah pasangan kekasih sejak setahun lalu." Theresa mengungkapkan.
Napas Bella sampai tercekat kuat. Satu tahun? Selama satu tahun dia dikhianati? Semakin hancur hati Bella sekarang.
Sedangkan Tio terlihat tidak membela diri. Pria itu tidak menutupi kebusukannya lagi. Justru dengan bangga tersenyum pada Theresa.
Setetes air mata akhirnya tak terbendung lagi. Air mata yang sejak tadi Bella berusaha tahan, pada akhirnya dia tidak kuat lagi. Dia menangis di depan dua pengkhianat itu. Menunjukkan kelemahannya saat ini, walau Bella tidak sudi memperlihatkan air mata kekalahannya pada mereka.
Tidak ada kata-kata lain, Bella kehabisan kata-kata untuk memaki mereka berdua. Saking sudah sangat sakit hatinya. Tidak ada yang bisa dia lakukan lagi. Tio sudah memilih wanita lain. Maka Bella dengan berat hati berbalik sambil menangis.
Dia berjalan tertunduk di sepanjang trotoar jalan. Lalu berhenti di penyebrangan zebra cross. Pandangannya tampak kosong. Jalanan siang itu nampak ramai dengan lalu lalang kendaraan.
Suasana hatinya, dan bagaimana kehidupannya, sekarang telah kacau. Apalagi mengingat dia sudah tidak memiliki sandaran lagi. Orang yang menjadi satu-satunya sandarannya--Tio--telah pergi.
Bella merasa tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Orang-orang yang dia sayangi satu persatu meninggalkannya sendirian di sini. Dia adalah gadis yang malang.
Semakin terlihat malang ketika satu langkahnya turun ke jalan. Berjalan dengan pikiran hampa tanpa peduli jika hal itu sangat berbahaya, bersamaan dari arah jalan sebuah mobil Audi melaju cepat. Bella tidak berhenti, hingga suara benturan keras mengagetkan perhatian semua orang di sana.
Suara sirine ambulan mengudara di jalanan kota. Warga setempat mengerumuni tempat kejadian perkara. Terlihat Audi hitam menabrak tiang sampai kap depannya penyok. Seorang pengemudi terjebak di dalamnya tak sadarkan diri dengan darah membasahi wajah. Sementara aspal hitam itu dibanjiri darah dari Bella yang terkapar tak berdaya.
"Seseorang..." lirih Bella di tengah kesadarannya yang kian melemah.
Tangannya melambai dengan sangat lemas. Dia melihat seluruh orang mengelilinginya, beberapa ada yang memotret. Ah, betapa manusia yang sangat menjengkelkan.
***