Ini bukan tentang kopi, senja ataupun asmara. Ini tentang pribadi yang sering kali disalahkan arti. Beberapa orang menganggap saya pasif, karena memilih diam dari obrolan yang kurang menarik. Padahal saya akan sangat aktif, bila membicarakan perihal yang menarik, bukan obrolan yang lagi-lagi tentang gosip.
Mereka bilang, saya anti sosial karena sering kali menyendiri juga menyukai sepi. Sepi bagi saya tempat berimajinasi, memikirkan perihal yang telah terjadi dengan membuat ruang diskusi dalam pikiran sendiri. Dan menyendiri adalah tempat menjadi diri sendiri, tanpa harus ada yang ditutup-tutupi.
Menyukai sepi dan menyendiri bukan berarti antipati, saya selalu menyempatkan diri untuk bersosialisasi. Dengan memilih diksi yang berisi, bukan basa-basi tak ada isi yang seringkali menyakiti hati. Bahkan ketika saya menilai suatu hal dari sudut pandang yang tak sama, kenapa kalian harus marah ?
Tak bisakah bersikap biasa saja, menerima perbedaan ?
Bukankah perbedaan itu sumber dari keindahan ?
Lantas, kenapa introvert harus jadi pengecualian ?
Mengaku menjadi makhluk sosial tapi jauh dari kata sosial.
Siapakah di kalian yang anti sosial ?
TENTANGKU
“Aku ingin pulang”
Kata itu seringkali ku ucapkan dalam hati, setiap kali aku berada diantara kerumunan orang. Menyendiri didalam kamar, adalah salah satu hal yang paling nyaman untukku.
Tak meski berinteraksi, atau berbasa-basi tanpa isi. Berimajinasi dan berdiskusi dalam pikiran sendiri. Bahkan, menyendiri menjadi waktu dimana aku ingin mengisi energi. Karena entah kenapa, aku merasa begitu cepat lelah setiap kali aku bersosialisasi. Namun, aku bukanlah antisosial.
Karena aku pun manusia biasa, yang seringkali membutuhkan orang lain. Bahkan, tak jarang pula aku merasa sepi. Karena itu, aku pun seringkali menyempatkan diri untuk bersosialisasi. Aku pun sering bermain, ikut bercanda tawa, dan berusaha untuk banyak berbicara.
Dan lalu, aku membutuhkan waktu untuk menyendiri kembali setelah Itu, untuk beristirahat, dan memulihkan kembali energiku, sambil berdiskusi tentang apa yang telah terjadi hari itu.
Aku begitu menikmati waktuku ketika sendiri, atau hanya bersama beberapa orang yang bisa saling menghargai. Disaat sendiri atau hanya dengan beberapa orang, aku bisa menjadi pribadiku yang ceria dan gembira, pun apa adanya, tanpa harus berpura-pura.
Namun sebaliknya, bersama banyak orang malah seringkali membuatku merasa tidak baik-baik saja. Sepi didalam keramaian, begitulah rasanya. Aku tak bisa mengemukakan apa yang ada dalam pikiranku dengan mudah. Aku senang kala bertemu seseorang yang bisa memahami ku, mendengarkan apa yang aku pikirkan, lalu jika aku salah ia membenarkan, tanpa cacian.
Dalam sebuah chattingan, aku bisa menjadi atraktif, namun disaat pertemuan seringkali aku merasa canggung. Aku menjadi sangat pendiam pada orang-orang yang menurutku asing, dan aku bisa banyak berbicara pada orang yang membuatku nyaman. Aku cenderung mengamati kepribadian lawan bicaraku dan berhati-hati sebelum bersosialisasi.
Karena hari demi hari, tak jarang kutemui mereka yang sering berkata-kata sesuka hati, namun tak pandai berkaca dari. Orang-orang bermuka dua dan pandai berdusta, pun mengadu domba. Dari pada mendekati lalu tersakiti, lebih baik menghindari dan menyendiri, lalu berteman dengan sepi. Aku tahu, bukan hanya aku yang seperti ini.
Pesanku, tetaplah menjadi diri sendiri dan yang saling menghargai.
Salam Hangat Dariku...
INTROVERT DAN KISAH KELAMNYA
Aku tidak pernah memilih menjadi titik semesta paling asing. Aku tidak pernah mau menjadi sendu yang paling sepi. Aku hanya kehilangan rasa yakin akan hidupku sendiri, aku terlanjur kecewa dengan segala hal tentang manusia.
Jika kalau mereka bilang aku lemah, tidak masalah, memang beginilah aku, sosok manusia paling lemah, yang hanya bisa menangisi hidupnya. Aku yang kata orang tidak mau keluar dari bentengku sendiri, aku yang kata orang tidak pernah mau masuk ke dalam setiap perbincangan orang-orang.
Tapi nyatanya aku hanya takut, rasa takut yang tidak pernah mampu aku atasi sendirian. Yang berjuta kali aku sampaikan pada pemilik semesta, tapi nyatanya bukan itu jawabannya.
Aku yang tidak pernah mempunyai kesempatan untuk bercerita, tanganku yang tidak pernah mendapatkan genggaman, pundakku yang masih terus berteriak meminta dekapan hangat. Aku hanya diam karena aku tidak pernah tau harus apa, aku seorang paling tidak asik pun, karena aku tidak tau harus bagaimana.
Aku selalu bertanya kepada diriku sendiri,
“Kenapa aku tidak pernah bisa seperti mereka ?”
“Kenapa semudah itu untuk berbincang pun aku kesulitan ?”
Mungkin hatiku sudah ikhlas dengan kata orang yang mencaci ku. Namun belum mampu aku lepas dari bekasnya.
Lalu, aku kembali bertanya,
“Kenapa semudah itu untuk bergabung pun, aku menjadi ketakutan ?”
Jujur, aku marah dengan diriku. Tapi aku sadar, bahwa kemarahan ku tidak pernah lebih dari rasa sayangku terhadap diriku sendiri, diri yang terus berusaha menyelesaikan segala masalah sendiri tanpa tumpukan pesanan di telepon, juga tanpa balasan semangat dari kesedihan yang ku ungkapkan lewat cerita sosial media. Diriku yang menahan tangis sendirian setiap saat, diriku yang berhasil menyembunyikan segala luka dan berakhir dibenci semua orang.
Pada akhirnya aku jadi tahu, bahwasanya aku hanya belum sanggup untuk selesai dengan rasa sakitku dimasa lalu tentang manusia, aku masih belum sekuat itu untuk dapat berdamai dengan segala luka yang menghantamku dan berubah penuh hidupku.
AKU SI INTROVERT, BUKAN PEMALU DAN PENAKUT.
Bukan takut akan keramaian, hanya saja tidak suka kebisingan. Sendiri lebih tenang.
Aku bukan si pemalu. Aku berani bercengkerama dengan dunia luar, tapi aku malas berdebat.
Malas meladeni ocehan orang, malas ikut campur masalah sekitar, dan aku menyukai duniaku sendiri.
Si pemalu susah menatap orang banyak, tapi si introvert bisa maju paling depan. Bukan penakut, dia memilih segala hal, melakukan apa yang harus diselesaikan, dan tidak perduli dengan apa yang bukan urusan pribadi. Sedikit bicara, banyak berfikir. Bahkan yang sudah diucapkan masih terus dipikirkan.
Aku bukan si penakut.
Hanya saja, jika itu bukan urusanku, tidak akan berniat untuk membuang waktu menanggapinya. Aku menyukai heningnya malam, berbincang dengan diriku sendiri. Sering salah diartikan, introvert disamakan dengan pemalu, padahal tidak ada kaitannya sama sekali.
Aku bukan si pemalu.
Pemalu cenderung gusar dan cemas saat berada di tempat ramai. Introvert akan tetap baik-baik saja, tetapi bukan berarti dia menyukai keramaian, Lebih sering memikirkan kesalahan diri sendiri dari pada repot memikirkan kesalahan orang lain.
Tidak menyukai berteman dengan banyak orang, memilih sedikit teman, tapi berkualitas. Sebelum melakukan sesuatu, akan memilih menelusurinya terlebih dulu, tidak serta merta melakukan hal baru.
Aku, si Introvert. Bukan si Pemalu!
Apa lagi si Penakut.
AKU BUKAN ORANG YANG SOMBONG
Bukan aku sombong, aku cuman seorang introvert. Bukan aku anti sosial, aku juga bukan orang yang sombong, dan aku pun bukan orang yang kaku. Hanya saja, untuk menjadi orang yang mengawali percakapan, itu yang berat bagiku. It’s easy for me because i’m an introvert.
Bukan aku pilih-pilih teman. Bagiku berbicara terlalu lebar dengan orang yang belum terlalu dekat itu perbuatan yang asing. Aku butuh mengenal lebih dalam seseorang yang benar-benar ingin aku kenal.
Bukan aku enggak mau gaul, tapi aku butuh waktu untuk menikmati suasana kedamaian dalam kesendirian. Because, i’m an introvert.
Tapi, suatu saat...
Ketika kamu benar-benar mengenalku, dan aku mengenalmu, karakter yang kau anggap kaku, anti sosial, dan sombong ini, akan berbicara :
Memotivasimu dengan rangkaian kata yang penuh dengan makna, nasihat-nasihat eksklusif akan kamu dengar dengan hikmah dan sejuta kejutan lain yang akan kamu temukan dalam diriku.
Aku hanya butuh waktu untuk benar-benar asik, aku butuh mengenal lebih dalam untuk aku jadikan sebagai partner ternyaman.
Dan aku meyakini bahwa...
Menjadi seorang introver bukan berarti enggak bisa berkembang, banyak hal yang bisa diperjuangkan.
Salah satunya...
Menjadi Hamba Allah Yang Bertakwa.
AKU SEORANG PENDIAM
Orang pendiam sepertiku, memang tidak punya banyak teman,
Mungkin mereka tidak nyaman, atau aku yang memang membosankan.
Maaf ya, aku orangnya memang seperti ini, tidak mudah berbaur dengan yang lain.
Bercerita dan bercanda, aku memang kurang ahli dalam hal itu, aku lebih senang menjadi seorang pendengar.
Mungkin di antara mereka juga ada yang ingin mendengar ceritaku,
Tapi ceritaku adanya cuman begini-begini saja, tidak ada yang menarik, aku yakin mereka tidak akan tertarik.
Untuk itu, aku lebih sering memendam semuanya sendiri, mencari solusi, dan menemukan jalan keluar sendiri. Entah itu tepat atau kurang tepat, setidaknya aku tidak salah tempat untuk bercerita.
Aku adalah seorang pendiam,
Seorang pendiam sepertiku, memang kurang percaya diri di hadapan,
Ada ku, sering dianggap tidak ada, dan lebih ku juga sering ditiadakan.
Semakin lama...
Semakin kesini...
Semakin membingungkan...
Ini salahku, si pendiam atau mereka yang memilih bungkam.
AKU SI PRIBADI YANG MEMBOSANKAN
Hai...
Perkenalkan, namaku adalah introvert.
Si pribadi yang tertutup.
Beberapa orang menyebutku si pemalu.
Beberapa lagi, menyebutku si sombong dan membosankan.
Julukanku memang berbeda disetiap kepala, bukan karena sifatku yang berubah-ubah. Tapi, karena keegoisan mereka, yang dengan lantang meneriakkan opininya. Hingga fakta dari diriku yang sebenarnya, tak pernah terdengar.
Bagi mereka, aku adalah sosok yang berbeda. Aku begitu kurang suka keramaian. Aku lebih suka menghabiskan waktuku diruangan redup, bersama dengan keheningan.
Membaca buku, menonton film, dan mendengarkan musik. Atau terkadang, berbicara dengan diriku sendiri ketika merasa kesepian. Sebab itulah, tak begitu banyak bibir manusia yang menyebutku “Teman” ataupun “Kawan”.
Karena menurut mereka, aku berbeda. Hobiku terlalu membosankan, dan keseharianku, tak sedikitpun terlihat menyenangkan. Padahal, aku tak pernah menuntut orang lain untuk menyukai duniaku. Ketika dia ingin aku sebut teman, dan aku tak pernah menyuruh orang lain duduk diruangan redup, lalu menghabiskan waktunya bersamaku seharian, hanya untuk bisa ku panggil kawan.
Tapi, orang lain serasa menuntutku harus sama, ketika ingin masuk circle mereka. Aku pernah berpura-pura suka, hanya untuk bisa diajak bicara, dan aku pernah berpura-pura mengerti, hanya untuk bisa diajak bercerita.
Seegois inikah pertemanan manusia ?.
Aku selalu diam, bukan berarti tak bisa bercerita. Aku hanya lebih memilih mendengarkan. Karena untuk berbicara, kisahku terlalu membosankan untuk diceritakan.
Meski sesekali aku juga ingin bercerita.
Membicarakan hobiku, atau bahkan keluh kesahku kepada mereka. Tapi, aku tak ingin merusak suasana, dan lebih memilih diam, sembari mengubur keinginan itu dalam-dalam.
Aku memang terlihat berbeda.
Tapi, aku juga punya sisi yang sama, yaitu manusia. Dan seperti manusia lainnya, aku juga punya hak untuk mendapatkan pengakuan. Perhatian, ditemani, atau setidaknya, dihargai. Sesekali, aku juga suka keluar. Sembari memastikan, siapa saja yang masih sudi melempar sapaan. Atau hanya sekedar mengukir senyuman, ketika bertatap muka denganku dijalan.
Aku juga suka mencoba untuk berbaur dengan orang-orang. Sekedar mencari kenalan, atau mungkin kawan. Karena aku juga tak ingin ditemani, hanya karena rasa kasihan. Meski hanya beberapa dari mereka yang perduli. Setidaknya, aku tak mengemis perihal perhatian ataupun pertemanan.
Pribadiku memang tertutup.
Tapi, aku bisa terbuka pada siapa saja. Aku bisa menerima mereka yang berbeda denganku. Aku juga suka mendengarkan cerita mereka yang jarang bermain bersamaku.
Lalu, jika aku bisa, kenapa mereka tidak ?
Jika aku tidak menuntut apapun
Kenapa mereka iya ?
Entahlah... Aku tak begitu mengerti.
Jika mereka menganggapku, dengan senang hati aku menerimanya. Dan jika mereka hanya memanfaatkanku, dengan lapang dada aku memaafkannya.
Terimakasih...
Untuk siapapun yang bisa mengerti aku, memahami kepribadianku, bahkan bisa menerima perbedaanku. Dan terimakasih untuk siapapun, yang senang berkenalan denganku.
Si pribadi yang tertutup, si pribadi yang membosankan.