Nafisha dan May, keduanya telah bersahabat sejak kecil. Nafisha adalah seorang gadis yang ceria dan menyukai petualangan, sedangkan May adalah gadis yang pendiam dan senang membaca buku. Sebenarnya, Nafisha adalah gadis yang baik meskipun penampilannya sedikit vulgar dan bar-bar. Mereka selalu saling mendukung dalam segala hal dan memiliki ikatan yang sangat kuat. Nafisha dan May ibarat sebuah puzzle.
Namun, saat mereka masuk ke dunia pergaulan remaja, semuanya berubah. Nafisha mulai memiliki hubungan dengan Joni, laki-laki yang menyukai May, tanpa memberitahu May. May merasa dikhianati oleh Nafisha dan berusaha untuk menghindarinya. Namun, Nafisha terus berusaha untuk mendekatkan diri pada May dan memperbaiki hubungan mereka.
“May … tunggu, aku bisa jelasin semuanya. Ini gak seperti yang kamu pikirkan!”
May terlanjur marah dan kecewa terhadap Nafisha. Rasanya emosinya sudah di ubun-ubun. Konflik semakin meruncing saat Nafisha mengetahui bahwa Joni ternyata juga menyukai dirinya. Nafisha menjadi bimbang dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia merasa bersalah karena menyukai pacar sahabatnya dan tidak ingin menyakitinya. Namun, disisi lain, Nafisha juga merasa bahwa dia tidak bisa menahan perasaannya terhadap Joni.
“Naf, tunggu, kamu kenapa?” tanya Joni sok polos atau memang benar-benar belum sadar.
“Jon, kamu bisa gak, jangan ketemu aku dulu untuk beberapa hari ini!”
“Tapi kenapa?”
Telapak kanan Nafisha mendarat tepat di pipi kanan Joni. Membuat pipinya kemerahan dan berbekas tangan. Tanpa penjelasan tentunya. Disini, belum nampak siapa yang menjadi biang permasalahan. Apakah Joni yang mencari kesempatan atau Nafisha yang membuka lowongan.
“Eh, kenapa tuh Joni, sampe digampar Nafisha?” tanya beberapa mahasiswi yang ikut berkerumun di TKP.
“Mungkin mereka ketauan selingkuh di belakang May. Si Joni kan pacarnya May. Tapi, siapa yang gak tergoda sama Naf, semlohay gitu?”
“Kalian berdua gak usah drama di depanku, gak ada gunanya!” sela May.
Entah darimana datangnya May, tiba-tiba gadis itu ada dalam salah satu barisan para mahasiswa yang sengaja mengerumuni Joni dan Nafisha sejak tujuh setengah menit yang lalu. Mendadak, suasana hening bak kuburan kuno.
“May, aku bisa jelasin sama kamu!”
May menghentakkan tangannya yang dipegangi oleh Joni.
“lepasin aku!”
Ketika May mengetahui bahwa Joni juga menyukai Nafisha, dia menjadi marah dan merasa dikhianati. May merasa bahwa Nafisha telah merebut Joni darinya. Konflik semakin memanas ketika May dan Nafisha saling menyalahkan satu sama lain atas keadaan tersebut.
“Naf, ternyata kamu begini ya? Tega kamu sama aku, hah?”
“Kamu nyalahin aku, May? Kamu sadar gak, kamu itu terlalu sibuk sama novel-novelmu, kamu gak pernah perhatiin pacar kamu. Jadi, kalau Joni milih cari cewek lain, jangan salahin aku!”
Sepanjang sejarah persahabatan mereka, inilah puncak masalah mereka. Bukan tidak pernah bertikai sebelumnya. Tidak ada hubungan semulus pantat bayi. Mereka sering beradu mulut, beradu pendapat bahkan adu jambak, tapi semua berakhir damai ketika dihadapkan pada segelas cincau atau es dawet. Namun, kali ini berbeda, mau satu kulkas es dihadapkan diantara Nafisha dan May pun tidak ada pengaruhnya.
Akhirnya, mereka berdua memutuskan untuk berpisah dan mengakhiri persahabatannya. Keduanya merasa kecewa dan terluka oleh peristiwa tersebut, tetapi mereka juga menyadari bahwa hubungan mereka sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
“Jon, kamu harus pilih salah satu, aku atau Naf?”
“Aku ….”