kebetulan adalah takdir tapi takdir bukanlah kebetulan.
***
Aku melangkahkan kaki memasuki salon langganan sambil memandangi rambutku yang tergerai panjang. Rasanya sudah tidak sabar untuk creambath dan membiarkan kepalaku dipijit sekedar untuk memanjakan diri. Setelah lulus kuliah dari jurusan manajemen, aku memang belum serius mencari pekerjaan. Beban berat saat kuliah untuk mengejar nilai cum laude memang cukup membuatku stress. Saat ini, aku hanya ingin liburan beberapa bulan, tapi tak terasa sudah lima bulan aku menganggur. Hidupku sendiri berkecukupan dengan mamaku yang bekerja sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar di Jakarta.
Aku memang suka berpergian sendiri. Mungkin bisa dibilang, aku orang yang introvert. Dan aktivitas itu sangat nyaman bagiku. Aku pun sedang senang-senangnya menikmati masa mudaku. Mamaku memintaku bekerja hanya untuk mencari pengalaman kerja, bukan penghasilan. Mungkin aku sedang menikmati masa dimana aku tidak perlu belajar seperti saat kuliah dan tidak perlu capek bekerja. Pengangguran yang bahagia. Ayahku sudah lama meninggal. Jadi kami hanya tinggal berdua saja. Untuk urusan beres-beres rumah, sudah ada asisten rumah tangga.
"Hallo Key. Kamu dimana?" Suara Mama diseberang telepon terdengar sangat marah.
"Hallo Ma. Aku baru sampai salon,” ucapku cuek sambil melangkah masuk untuk melihat paket perawatan rambut.
"Aduh Keysha, kamu lupa ya kalau ada interview hari ini?" Suara Mama terdengar makin keras.
Aku menepuk kepalaku sambil berusaha mengingat tanggal hari ini. Ponsel yang dipakai untuk telepon seketika aku ubah ke menu kalender. Ternyata benar hari ini aku ada interview jam satu siang dan aku lupa memasang alarm.
"Ya Ma, aku langsung ke tempat interview ya, Doakan interview aku berjalan lancar."
“Iya, Mama doakan.”
Aku berjalan tergesa-gesa meninggalkan salon. Interview ini adalah yang pertama bagiku dan juga perusahaannya merupakan incaranku sejak lama. Kupandangi jam tanganku, sekarang sudah jam sebelas siang, tidak ada waktu untuk berganti baju ke rumah. Akhirnya aku menuju salah satu outlet pakaian dan mengganti setelan kaos dan jeans yang aku pakai menjadi pakaian formal.
Dengan cepat aku melangkahkan kaki menuju parkiran dan menaiki mobil menuju kantor tempatku interview. Sesampainya disana aku memandang kagum desain gedung itu. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan ternama di Indonesia. Sudah dipastikan banyak yang akan berlomba-lomba untuk bisa diterima bekerja. Benar saja, didalam gedung ada puluhan orang duduk berjejer untuk memperebutkan empat posisi.
Sambil menunggu, aku berkenalan dengan wanita yang duduk di sebelahku. Ia sangat cantik memakai hijab, terlihat anggun dan elegan.
"Hai namaku Amira, ia mengajakku bersalaman dan memperkenalkan diri terlebih dahulu."
"Namaku Keysha," akupun tersenyum dan mengulurkan tanganku. Tutur kata Amira sangat lembut. Aku saja sebagai wanita terpesona, apalagi pria.
Perkenalan kami terasa begitu ringan dan mengalir, cukup lama kami menunggu giliran masuk ke ruangan interview, tapi tidak begitu terasa karena Amira mengajak mengobrol dengan suara pelan. Ternyata dia tinggal di Jogja. Cukup jauh dari Jakarta, tapi ia terlihat begitu bersemangat. Aku rasa gaji di perusahaan ini cukup besar ditambah jenjang karier yang bagus sehingga membuat banyak orang mengerjarnya walaupun tinggal di luar kota.
Akhirnya tiba giliran aku dipanggil ke dalam, sedangkan Amira sudah masuk terlebih dahulu. Sambil berdoa, aku masuk kedalam ruangan. Sedikit ada rasa pesimis tapi aku berusaha optimis. Setelah lima belas menit di dalam, perasaanku terasa sangat lega karena interview berjalan lancar. Tapi pengumuman penerimaan kerja akan diberitahu lewat telepon. Saat berjalan keluar gedung, aku bertemu lagi dengannya.
"Lho Amira, belum pulang?" tanyaku heran karena sebelumnya ia keluar lebih dulu dariku.
"Iya, aku lapar. Makan dulu yuk." Ajaknya sambil menarik lembut tanganku. Sebenarnya aku ingin lanjut ke salon yang tertunda tadi, tapi aku tidak enak menolak ajakannya, walaupun aku lebih suka makan siang sendirian. Kami memutuskan makan siomay di pinggir jalan untuk sekedar mengisi perut yang lapar.
"Lapar juga ya," aku tertawa bersamanya. Ternyata menunggu giliran interview yang cukup lama membuat perut keroncongan.
"Boleh minta no ponselnya? Siapa tau kita bisa bertemu lagi di Jakarta," Amira tersenyum.
"Boleh," kita pun saling bertukar nomor ponsel. Amira tersenyum. Kami kemudian bercerita tentang kehidupan masing-masing.
"Seingatku di Jogja ada pantai yang bagus," tanyaku.
"Iya Key, ada pantai yang indah dan belum banyak pengunjungnya. Lebih cocok untuk yang tidak suka keramaian. Kapan-kapan kalau mau kesana, beritahu aku ya. Akan aku temani berjalan-jalan." Ucapnya bersemangat.
"Oke." Aku mengangguk. Boleh juga untuk healing sejenak kesana. Aku suka sekali suasana pantai. Apalagi menikmati sunset di sore hari, sangat indah. Baru kali ini aku cukup nyaman mengobrol lama dengan orang yang baru saja kukenal. Ketika kuliah, aku adalah orang yang cukup lama beradaptasi. Temanku sedikit dan hanya segelintir saja. Aku memang lebih suka menyendiri. Setelah menghabiskan sisa siomay, aku mengantar Amira menuju halte bis karena ia akan langsung pulang.
Saat kami berjalan berdua menuju halte, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi datang mengarah pada kami. Amira mendorongku ke samping, aku jatuh tersungkur. Saat aku melihat ke arah mobil itu, aku sangat terkejut karena Amira tertabrak mobil itu. Darah mulai mengalir dari tubuhnya. Terlihat luka yang cukup parah. Aku sangat kaget dan tak bisa bergerak.
"Aahhhhhhhh", aku berteriak sangat kencang.