Bima Sinta

Bima Sinta

sastrajendra

0

Dikatakan sebuah kisah, Pandawa yang berwibawa memiliki jalan hidup yang tak mudah. Dilahirkan di garis takdir yang istimewa tak menjadikan mereka sosok yang beruntung sejak lahir. Pandawa, hidup dengan melewati banyak kesulitan. Berkali-kali diasingkan dan dibuang tak menjadikan mereka sebagai pribadi yang lemah. Lima saudara, saling memiliki dan menguatkan untuk satu sama lain. Yudistira, sang kakak tertua. Ia lah sang bijaksana, panutan bagi keempat saudaranya. Bimasena, sang putra angin. Ia seorang yang tangguh, pelindung terbaik, dan kekasih yang setia. Arjuna, putra dengan paras yang memikat telak para perempuan layaknya anak panahnya yang melesat tepat mengenai sasaran. Lalu yang terakhir, si kembar Nakula dan Sadewa. Mereka adalah saudara paling muda dan manis.

Tak perlu istana, tak perlu tahta, Pandawa sudah begitu sempurna. Mereka sempurna sebab saling memiliki satu sama lain. Pandawa saling melengkapi dan selalu ada untuk satu sama lain. Yudistira, sang putra tertua harus mengalah atas jebakan saudaranya, yakni Kurawa. Ia dengan rasa bersalah begitu menyesal saat tahu diri dan saudara-saudara Pandawanya diasingkan ke hutan akibat Yudistira yang masuk ke dalam tipu muslihat Kurawa. Namun, dengan tegas Bima meyakinkan Yudistira jika ia tak perlu menyesal atas sesuatu yang telah terjadi. Ia berkata jika semua saudara Pandawa tak ada yang menyalahkan Yudistira atas kesalahannya itu, biarlah jika terasing. Sebab suatu saat nanti, akan tiba masa di mana para Pandawa jaya, walau harus saling bersaing terlebih dulu.

Kesulitan demi kesulitan datang, ditambah dengan kesedihan yang tak mau kalah saing semakin membuat sulit situasi. Pandawa menjalani hidup penuh dengan perjuangan. Bertahun-tahun diasingkan dan bertahan hidup di hutan, serta harus menyamar menjadi orang lain di negeri orang. Begitu banyak hambatan yang didapat Pandawa hanya supaya bisa kembali ke rumah. Rumah yang sudah seharusnya menjadi milik Pandawa itu, harus mereka relakan untuk para Kurawa yang merebutnya dan menggantikan kehangatan rumah tersebut dengan rimbun serta gelapnya hutan.

Perang tak lagi bisa terhindarkan. Saudara yang harusnya saling melindungi berubah menjadi saling membunuh. Pandawa melawan Kurawa, mencipta peperangan yang menghasilkan begitu banyak ucapan perpisahan. Kesedihan dan kemarahan bercampur, menjadi hari-hari peperangan begitu kelam. Pagi bertempur dan baru berhenti saat matahari mengucap salam perpisahan. Kematian susul menyusul di pagi hari dan menyisakan air mata di malam hari. Sebuah rumah dan keadilan bernilai mahal, sangat mahal. Hanya karena ketamakan dan dendam, mengharuskan hadirnya peperangan. Ia memakan begitu banyak korban yang tak lain dan tak bukan adalah para saudara sendiri.

Setelah beribu-ribu anak panah, beratus-ratus pukulan, kemenangan pun berhasil diraih. Pandawa memenangkan perang yang mengerikan itu. Bharatayuddha mengantar Pandawa menuju rumah yang sudah seharusnya menjadi milik mereka sejak dahulu, rumah yang membawa kebahagiaan setelah entah berapa banyak kesedihan di masa lalu telah mereka lewati.

Kisah Pandawa membawa banyak kebahagiaan, masing-masing tokoh memikat dengan pesonanya. Yudistira dengan pesona wibawa miliknya, Bimasena dengan pesona ketangguhan miliknya, Arjuna dengan pesona ketampanan miliknya, Nakula dan Sadewa dengan pesona kesetiaannya. Kelima Pandawa menjadi panutan dan idaman, sebab mereka menjadi sosok tangguh yang tak menyerah demi hidup. Tak hanya kebahagiaan yang menjadi tujuan utama Pandawa di dalam berjuang, namun juga keadilan bagi hidup Pandawa bersaudara.